Lagi-lagi masyarakat Indonesia dibuat terpukau dengan sekelompok bule Norwegia, Audun Kivltan dan teman-temannya yang gemar makan nasi Padang. Padahal ya, saya rasa tak aneh kalau warga dunia menyukai makanan yang ada di warung nasi Padang. Rendang, misalnya, yang merupakan salah satu lauk unggulan Warung Kapau, diakui sebagai makanan terenak di dunia versi CNN.
Sejatinya bukan hanya rendang menu masakan Padang yang membuat orang tergila-gila.
Ada dendeng balado dengan irisan cabe merah, baik basah maupun kriuk, nikmat disantap dengan nasi panas mengepul. Gulai kikil sapi yang kenyal dengan kuah lezat untuk dicecap. Ayam pop yang enak dikrokoti hingga tersisa tulang. Gulai kepala ikan kakap yang bumbunya mubadzir bila tersisa setetes pun. Mari kita jilati sisa kuahnya yang berlumuran di tangan…
Onde mande, lamak bana! Tambuah ciek, Da!
Kita tentu bangga ada orang asing yang menyukai makanan Indonesia, salah satunya nasi Padang. Tapi sebagai pewaris feodalisme dan inferioritas kompleks turun temurun, fenomena bule suka makanan Padang hanya dijadikan sekadar kebanggaan. Padahal lebih dari itu, sebenarnya kita bisa menggunakan menu nasi Padang menjadi alat untuk menguasai dunia.
Kalau Korea terkenal dengan K-popnya, saya sarankan Indonesia merebut hati publik global lewat perut. Berikut cara menggunakan nasi Padang untuk menguasai dunia.
Waralaba Warung Padang
Sulit dipungkiri, franchise makanan yang paling menguasi dunia adalah berasal dari Amerika Serikat. Mulai dari kakek ayam, badut ayam, raja burger, sampai kedai kopi ikan duyung, semuanya milik Abang Sam. Coba hitung, pasti banyak rupiah yang sudah dibawa ke sana hanya untuk memuaskan isi perut.
Padahal, makanan siap saji tersebut jelas jauuuuhhh kalah nikmat bila dibandingkan cita rasa nasi kapau. Selain lezat, kekayaan rempah dalam bumbu masakan Padang juga bisa menjadi trademark Indonesia di mata dunia: Indonesia yang beragam. Jadi mengapa tak dirikan saja warung Padang di seluruh dunia?
Ayam pop tentu bisa menyaingi ayam goreng tepung. Dendeng balado kriuk jelas lebih mantap dibanding kentang goreng. Sebagai lawan mayonise dan saus pedas, sajikan kuah gulai dan sambal cabe hijau. Kurang? Tenang, gulai itiak belum disebut. Juga karupuak sanjai dan kalio dagiang. Oh masih ada lagi: sate Padang!
Setelah merasakannya, masyarakat dunia akan setuju dengan nyanyian Audun. “It’s the best thing you will love the taste. If you never tasted. It’s a big this grace.” Mereka pasti ketagihan.
Tentu saja, semua bahan makanan untuk menu masakan Padang mulai dari beras, rempah-rempah, bumbu, hingga kepala ikan diekspor langsung dari Indonesia. Karena kepulenan beras Padang tak akan bisa tertandingi dengan gandum dari Eropa sekalipun.
Bila para penjajah datang ke Indonesia karena rempah-rempah, kita kuasai mereka dengan bahan yang sama. Devisa pasti menggelembungkan kas negara asal… tidak dikorupsi.
Diplomasi Lewat Nasi
Meniru Jokowi yang melakukan diplomasi lewat makan siang saat menghadapi pedagang kaki lima dan para pemrotesnya, sebenarnya cara itu bisa pula diterapkan di skala internasional. Cara ini, menurut saya, lebih efektif dibanding menyuruh diplomat cantik yang posisinya tidak terlalu tinggi untuk membalas protes pemimpin negara lain terkait persoalan HAM di tanah air.
Sekecil apapun negara pemrotes, Presiden Nauru, Presiden Kepulauan Marshall, Perdana Menteri Vanuatu, PM Kepulauan Solomon, PM Tuvalu, dan PM Tonga tetaplah kepala negara yang mesti Indonesia hormati. Pernyataan sikap ala diplomat cantik itu lebih arogan dibanding saat Raja Singosari memotong telinga delegasi Kubilai Khan. Berani kok sama negara gurem…
Usul saya, diplomasi seharusnya dilaksanakan dengan jamuan makan yang hangat dan ramah. Undang pemimpin enam negara itu menyantap makanan Padang. Disediakan air kobokan agar mereka bisa menggunakan tangan.
Di sela-sela para presiden dan perdana menteri menyecap gurihnya gulai kepala ikan sambil menyeruput teh talua, ceritakan tentang kondisi Papua dan upaya perdamaian dari Indonesia. Sewaktu pulang, sertai karipiak balado.
Berikutnya, sewaktu Diplomat Tinggi Indonesia memberi sanggahan di forum PBB, kemungkinan besar para pemimpin negara lain itu tinggal manggut-manggut setuju. Pikirannya sudah tak konsen, lidahnya berdecap, karena membayangkan nikmatnya rendang, dendeng cabe merah, dan renyahnya karipiak balado.
Siapa tahu mereka malah mengimpor pelbagai jenis menu masakan Padang. Duit lagi.
Metode diplomasi ini bisa diterapkan tak hanya untuk negara kecil, tetapi juga negara maju. Perundingan soal investasi, penambahan nilai ekspor Indonesia, kenaikan kuota haji dan beasiswa untuk mahasiswa nusantara niscaya akan kian mudah dengan nasi Padang.
Spionase Karet Gelang
Saya luar biasa heran, mengapa Indonesia mempersilakan Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat berlokasi di ring satu, bilangan Jalan Medan Merdeka. Kantor perwakilan itu berseberangan Istana Kepresidenan, sebelah Istana Wakil Presiden, sejalan dengan Balaikota Jakarta, dan dekat dengan kementerian strategis lainnya. Begitu mudahnya Amerika memata-matai kita.
Sedangkan Kantor Kedutaan Indonesia di negara lain sulit mendapatkan lokasi utama. Tapi tak apalah, semua itu bisa diatasi cukup dengan membuka warung nasi Padang di dekat kantor presiden atau perdana menteri negara lain. Pekerja kantor kepresidenan pasti akan sering membeli makan di kapau kita.
BIN bisa menempatkan agen-agen terbaiknya sebagai pelayan atau petugas delivery order warung Padang. Daripada mereka sering memata-matai rakyat sendiri, lebih baik BIN mencari tahu kelemahan negara lain dan bagaimana cara menguasainya. Lebih berguna dan bermartabat.
Ditambah lagi kalau kampus-kampus, LIPI, dan badan penelitian lain bisa menemukan alat sadap yang unik dan tak kentara. Misalnya saja alat sadap berbentuk karet gelang, kertas nasi, kotak nasi, bisa disusupkan saat mengantarkan makanan ke kantor kepresidenan. Jokowi bisa menyuruh Pindad untuk menggandakannya.
Kelak, melalui karet gelang canggih ini, dunia tak akan lagi mengenal agen rahasia bernama James Bond. Ia akan kalah keren dengan Robert David Chaniago.
Nah, itulah seklumit cara awal untuk menguasai dunia dengan nasi Padang. Metode ini bisa dipakai pula dengan menggunakan tongseng, sate, rujak, dan sederet makanan enak Indonesia lainnya. Maka, lupakan sudah bule Norwegia itu. Sebab melalui selera nusantara, kita bisa menggengam dunia.