Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Betapa Pentingnya Megawati bagi Indonesia

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
5 Juni 2022
A A
Betapa Pentingnya Megawati bagi Indonesia

Betapa Pentingnya Megawati bagi Indonesia (Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Bu Megawati, beberapa saat yang lalu, mengeluarkan kalimat yang bikin seluruh Indonesia (kayaknya) dan saya berpikir keras.

“Nanti suatu saat kalau aku udah ndak ada, terus piye yo? Gimana yo?”

Setelahnya saya pun kantep pikir. Saya merenung selama satu jam lebih, tidak bisa membayangkan kondisi Indonesia tanpa beliau yang amat berjasa untuk negara ini.

Ini perkara serius lho. Nggak berlebihan kalau ada yang menganggap blio ini adalah wajah negara ini. Ha wong blio sampe ngeluarin kalimat tersebut, artinya blio tahu bahwa blio ini penting banget buat Indonesia.

Agar paham duduk perkaranya, kita bicarakan dulu konteksnya. Kata-kata itu berawal dari konteks negara ini terlalu nyaman. Apa maksud terminologi nyaman yang dimaksud oleh Bu Mega? Tak lain adalah negeri ini terlalu berkiblat kepada Barat. Beliau juga berkata, “Masa kita mau ngikutnya ke barat mulu loh, dari sisi budaya seni, yang namanya Timur itu luar biasa sekali.”

Saya bingung dengan pendapat beliau. Selain nggak nyambung, beliau tiba-tiba ngomongin Barat, dan mengaitkannya dari segi budaya dan seni. Tapi, nggak apa-apa, dimaklumi saja. Cuman, saya kok merasa tergelitik ketika beliau bahas Barat. Barat di mata penduduk Indonesia itu sudah B aja.

Pandangan orang Indonesia selalu berkiblat ke Barat itu sudah amat usang. Barat dan Timur, masalah seni dan budaya, sudah bukan lagi bahasan yang seksi. Orang dengerin ini aja males. Saya baca aja males sebenarnya.

Mungkin karena Bu Mega sibuk ngurus negara (padahal entah kedudukannya apa), jadi ketinggalan pergerakan pola konsumsi masyarakat Indonesia belakangan ini. Tapi tidak apa-apa. Apa pun yang disabdakan oleh beliau, adalah mutlak kebenaran. Itu aturan main pertama, dalam hal mengikuti pola pikir ibu-ibu. Kita sama-sama tahu, ibu-ibu adalah ras terkuat di bumi selain Eldia.

Baca Juga:

5 Pekerjaan yang Bertebaran di Indonesia, tapi Sulit Ditemukan di Turki

Pengalaman Melepas Penat dengan Camping ala Warlok Queensland Australia

Padahal sebenarnya ya, Bu Mega, tidak ngurus negara di usia senja seperti ini pun tidak apa, lho.

Oke, kita ke pembahasan utama, apa jadinya bangsa ini tanpa adanya Bu Mega? Wah, saya sih tidak bisa membayangkan. Pasti Indonesia jadi negara yang kehilangan identitasnya. Karena kalau bicara Indonesia, ya Megawati. Pun kalau membicarakan Megawati, ya pasti Indonesia sekali. Tidak ada di negeri ini yang lebih merah putih ketimbang Megawati dan sanak famili.

Tanpa Megawati, saya membayangkan Koes Plus tidak akan menciptakan lirik tongkat dan batu jadi tanaman karena negeri ini bakalan kering kerontang. Tidak ada angin semilir yang berhembus di pedesaan karena negeri ini menjadi pucat pasi. Indonesia bisa maju seperti saat ini, ya karena keringat yang diperas oleh Bu Mega itu sendiri.

Yang di atas amat hiperbolis. Namun yang di bawah ini lumayan serius.

Gus Dur pernah bilang dalam acara Kick Andy yang dipandu Andy F. Noya pada 15 November 2007, yang pastinya bakal menjadi hal yang selalu diperbincangkan. Andy F. Noya mulanya bertanya, “Upaya mencopot Anda, siapa orang yang paling bertanggung jawab atas pencopotan tersebut, menurut Anda?”

Lantas Gus Dur menjawab, “Dua. Amien Rais dan Megawati.” Ketika ditanya alasan, Gus Dur tetaplah Gus Dur, jawabannya menggelitik; Tanya sana dong, kok tanya saya.

Mari kita bayangkan Indonesia tanpa Megawati, maka Gus Dur tetap ada di dalam tampuk kuasa. Bayangkan saja negeri ini dipimpin oleh Gus Dur, pasti Indonesia akan menjadi negara yang beradab dan toleransi bukan barang langka lagi. Indonesia jadi negeri yang bertoleransi tinggi? Ngeri, kan?

Memangnya Indonesia siap untuk jadi negara yang maju seperti itu? Kan, belum. Indonesia masih terlalu cepat dua ratus tahun untuk jadi negara maju dan mendapatkan pemimpin sekaliber Gus Dur.

Saya tidak bisa membayangkan jika seluruh penduduk Indonesia berpikiran maju dan kritis. Pembangunan tempat ibadah dipermudah. Tidak ada tensi emosi ketika membahas agama besar dan kritiknya untuk hidup di lingkungan. Semua saling gotong royong tanpa ada kekerasan berbasis agama. Duh, saya bayanginnya aja ngeri. Hidup rukun dalam suasana plural, kayaknya bukan Indonesia banget.

Tanpa Megawati, artinya kita kehilangan drama sekelas opera sabun dalam pentas gelanggang politik di Indonesia. Pak SBY itu awalnya menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam) di Kabinet Gotong Royong pimpinan Bu Mega. Sejak saat itu, kondisi makin seru.

Pengangkatan ini dipertanyakan karena Pak SBY, dianggap bahwa beliau terlibat dalam tragedi Kuda Tuli yang menghancurkan Kantor DPP PDI—sebelum jadi PDI—pada masa Orde Baru. Pun SBY adalah menantu Sarwo Edhie Wibowo yang dianggap bersebrangan dengan Presiden Soekarno di era Orde Lama.

Apa jawaban Bu Mega? Dramatis sekali. Ia mengedepankan rekonsiliasi nasional. Katanya, dilansir dari Kompas yang diteruskan dari Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, “Saya mengangkat Pak SBY sebagai Menkopolkam bukan karena menantu Pak Sarwo Edhie. Saya angkat karena dia TNI.” Lantas SBY mundur dari jabatan itu, satu bulan sebelum Pilpres 2004.

Hasilnya seperti yang sudah kita lihat, dalam dua kali one-on-one, Bu Mega kalah melawan Pak SBY. Kalau boleh berpendapat, secara tidak langsung sih Bu Mega sendiri yang mengorbit nama Pak SBY di pentas politik Indonesia. Bayangkan kalau Bu Mega tidak ada, maka Pak SBY juga tidak ada.

Artinya, kita tidak bisa disuguhi drama sekelas sinetron layar kaca dalam kontestasi politik di Indonesia. Bu Mega bukan hanya membuat Indonesia jadi negara yang seru, namun juga menambah bumbu hiburan bagi politik yang lama-lama jadi pelik ini.

Bu Mega memang patut khawatir semisal beliau tidak ada, mau jadi apa bangsa ini. Karena saya tidak siap Indonesia menjadi maju. Mau bagaimana pun, dalam tahap ini, berkat yang terhormat Bu Mega bertahan menjadi leluhur bangsa Indonesia secara abadi, kita masih disuguhi kelucuan wajah para pejabat di baliho-baliho menyerupai sampah visual. Alih-alih seperti negara maju lain yang para pemimpinnya unjuk kebolehan memaparkan strategi untuk kemajuan bangsa via esai dan karya ilmiah.

Tapi, lagi-lagi, jan-jane, Bu Mega, jenengan tidak ngurus negara pun nggak apa-apa lho, Bu.

Penulis: Gusti Aditya
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Memahami Isi Pikiran Ibu Kita, Megawati

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 4 Juni 2022 oleh

Tags: IndonesiaMegawati
Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

bakso lagi

Menu di Warung Makan Itu Beragam, Tapi Kenapa yang Selalu Dipesan Bakso Lagi?

5 September 2019
Melepas Penat dengan Berkemah ala Warlok Queensland Australia Mojok.co

Pengalaman Melepas Penat dengan Camping ala Warlok Queensland Australia

6 Oktober 2025
Karakter Susanti Sebenarnya Bukti Serial “Upin Ipin” Kurang Serius Menghadirkan Representasi Indonesia dalam Cerita Mojok.co

Karakter Susanti Sebenarnya Bukti Serial “Upin Ipin” Kurang Serius Merepresentasikan Indonesia dalam Cerita 

11 Maret 2025
Dear Trans7, kalau Menayangkan MotoGP Mbok Ya Sampai Selesai! terminal mojok.co

Tuan Rumah MotoGP dan Kekhawatiran Rossi Sakit Perut

23 Juli 2019
liga 2 judi bola shin tae-yong konstitusi indonesia Sepakbola: The Indonesian Way of Life amerika serikat Budaya Sepak Bola di Kampung Bajo: Bajo Club dan Sejarahnya yang Manis terminal mojok.co

Sepak Bola Indonesia Sudah Bermasalah dari Hulunya: Curhatan Pemain Tarkam

7 Desember 2020
Membayangkan Serial TV Upin Ipin Nggak Tayang di Indonesia, Hidup Banyak Orang akan Suram  Mojok.co

Membayangkan Serial TV Upin Ipin Nggak Tayang di Indonesia, Hidup Banyak Orang akan Suram 

3 Juli 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

15 Desember 2025
Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

16 Desember 2025
Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

18 Desember 2025
Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

17 Desember 2025
Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

20 Desember 2025
Dosen Bukan Dewa, tapi Cuma di Indonesia Mereka Disembah

4 Hal yang Perlu Kalian Ketahui Sebelum Bercita-cita Menjadi Dosen (dan Menyesal)

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.