MOJOK.CO – Daripada anak-anak tahu telur plastik itu berisi makanan dan mainan? Jangan-jangan Anda yang mengenalkan Kinder Joy kepada mereka? Hayo, coba diingat-ingat….
Sore hari sepulang kerja, seperti biasa saya meluangkan waktu saya yang sangat berharga untuk stalking Facebook. Dari timeline sore itu yang lebih dipenuhi postingan dari media online prestisius seperti Mojok, saya menemukan tulisan yang membuat dahi mengernyit. Tulisan tersebut tidak lain dan tidak bukan tentang pelakor alias PEmbuat LAKnat ORangtua yang bernama Kinder Joy.
Mengapa mainan berkedok jajanan atau jajanan berkedok mainan ini saya sebut pembuat laknat orangtua, tulisan itu sudah menjelaskannya dengan baik. Tapi, sayangnya, tulisan itu maupun curhat viral seorang bapak-bapak yang minta Kinder Joy diturunkan dari rak pajang depan kasir sama-sama berat sebelah. Apa iya histeria anak-anak pada telur plastik ini semata karena peletakannya di minimarket? Apa semua orangtua suci dan Indo-Alfa saja yang penuh dosa?
Coba kita analisis bersama.
Ketika seorang anak tantrum alias nangis, merengek, guling-guling, dan sejenisnya, semua pasti ada alasannya. Kebanyakan kasus yang ditemui adalah karena anak-anak belum mampu mengenali atau mengungkapkan emosi yang ada di dalam dirinya dengan baik sehingga hanya bisa mengeluarkan apa yang mereka bisa seperti berteriak atau guling-guling.
Kondisi tersebut diperparah dengan sikap orang-orang dewasa di sekitarnya yang tidak sabar atau merasa malu diperhatikan orang-orang saat anak mengamuk, seakan mereka berkata, “Bisa didik anak nggak sih, kok sampai ngamuk-ngamuk begitu,” sehingga mencari jalan pintas dengan mengalah atau membentak anak agar diam.
Nah, soal Kinder Joy ini, silakan Bapak dan Ibu telisik, bagaimana awal mula si telur-teluran ini bisa membuat anak Anda tantrum? Apakah karena saat itu Anda terdesak oleh pandangan orang di sekitar dan akhirnya menuruti apa yang didemokan anak Anda? Atau sebelumnya Anda memang janji membelikan Kinder Joy, atau hal lain, namun tak pernah ditepati sehingga memicu rasa frustrasi pada anak saat permohonan Kinder Joynya ditolak?
Kedua, pernahkah Anda memikirkan bagaimana si anak tahu bahwa telur-teluran yang dipajang di rak minimarket itu adalah jajanan berkedok mainan yang harganya tidak masuk akal? Dan, bagaimana mereka sampai gandrung luar biasa pada telur berisi dua suap cokelat susu dan mainan kecil itu, melebihi es krim atau cokelat lain yang bahkan dijajarkan di rak yang sama?
Jangan-jangan Anda yang mengenalkannya? Hayo diingat-ingat.
Untuk poin kedua ini, saya sebagai orangtua mendapati bahwa kegandrungan tersebut ada karena suatu waktu anak-anak saya pernah minta dibelikan. Awalnya, saya berpikir nggak masalah karena hanya sesekali. Tapi, ketika mereka mulai mengganti es krim dengan Kinder Joy, saya mulai curiga.
Setelah pembelian yang kesekian, saya benar-benar memperhatikan anak saya dan saya agaknya tahu jawabannya. Anak-anak ini suka dengan kejutannya. Anak-anak memang dianugerahi rasa penasaran yang luar biasa, yang sebetulnya itu adalah satu dari kualitas penting bagi anak. Rasa penasaran itu bisa berkembang dengan baik dengan didikan yang tepat. Salah asuh bisa mengubah rasa penasaran menjadi hasrat kepo urusan orang sehingga menghabiskan waktu stalking di medsos (eh, ini orangtuanya sih).
Anak-anak ini suka dengan perasaan deg-degan saat membuka si telur itu. Bahkan perhatian mereka selalu jatuh pada mainannya dulu daripada ke cokelat susunya. Apa pun mainannya, mereka suka karena itu kejutan. Ini sebenarnya lumrah bin normal. Mirip kita-kita orang dewasa yang juga suka dapat kejutan dan penasaran dengan urusan orang, apalagi yang ditutup-tutupi. Hehehe.
Ketiga, tahukah Anda bahwa kegandrungan anak-anak juga disponsori oleh media sosial seperti YouTube yang mereka akses dari gadget yang diberikan oleh orangtua, yang artinya juga disponsori oleh Anda sebagai orangtua. Coba tengok daftar tonton YouTube mereka. Anak yang keranjingan Kinder Joy bisa jadi menonton video-video yang mana Kinder Joy dipertontonkan dan ditelanjangi (baca: dibuka kemasannya).
Saya menemukan preseden ini pada anak-anak saya. Saya tengok history YouTube yang mereka tonton di layar TV, ternyata sebagian besar video-video endorse Kinder Joy. Ya, kalau begini, tanpa dipajang di rak minimarket pun anak saya akan merengek minta Kinder Joy. Buktinya, dia juga minta pergi ke Kerajaan Arendelle setelah menonton film “Frozen”.
Keempat, apakah sebagai orangtua kita telah memberikan pemahaman yang cukup kepada anak mengenai untung dan rugi membeli Kinder Joy? “Mana ngerti anak-anak dibilangin,” pasti ada pembaca yang akan menyanggah dengan kalimat tersebut. Tentu saja tidak mengerti jika Anda menjelaskannya dengan teori ekonomi ala Rhenald Kasali atau Sri Mulyani. Makanya, sekali-kali itu main sama anak, biar gaul, biar tahu bagaimana anak kita berpikir tentang sesuatu yang diinginkannya. Jangan-jangan kita sendiri tidak punya pertimbangan saat mau membeli sesuatu, asal kepengin saja. “Ih, lucu…” (padahal nggak butuh), “Wih lagi diskon…” (padahal di rumah punya selusin), dan seterusnya. Hayooo ngaku….
Setelah empat poin di atas, kini saatnya bagi Anda orangtua yang anaknya tantrum gara-gara Kinder Joy mencari akar permasalahan sebelum memberi laknat pada telur plastik ini. Jangan-jangan, menyalahkan minimarket yang memajang si telur di rak depan kasir sama seperti menyalahkan tukang balon dan mainan yang berkerumun di tempat hajatan atau depan sekolah? Kalau bisa diumpamakan seperti itu, ibu-ibu yang jualan pasti paham di mana letak sesat logikanya.
Hehehe.