MOJOK.CO – Veronica Koman dijadikan tersangka karena dianggap menyebarkan hoaks soal Papua. Sayangnya, polisi tidak menunjukkan letak hoaksnya.
Veronica Koman, pengacara kemanusiaan yang sering menjadi pendamping aktivis Papua, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur dengan tuduhan menyebar hoaks yang memprovokasi kerusuhan di Papua dan Papua Barat. Veronica dijerat polisi dengan pasal berlapis empat, mulai dari UU ITE, KUHP, UU tentang Peraturan Hukum Pidana, hingga UU tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Dilansir Tirto, Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan Rabu lalu menyebut dua contoh twit Veronica yang tergolong hoaks dan memprovokasi, yakni “Ada mobilisasi umum aksi monyet turun jalan besok di Jayapura” dan “Polisi mulai menembaki ke dalam Asrama Papua, total tembakan sebanyak 23 tembakan, termasuk tembakan gas air mata [….].” Namun, kami belum menemukan penjelasan mengapa dua twit tersebut disebut hoaks.
Seperti diketahui, Veronica Koman memang kerap mencuitkan perkembangan informasi yang tengah terjadi di Papua melalui akun Twitter-nya @VeronicaKoman. Dilansir dari CNN Indonesia, sebelum aktif menyuarakan isu Papua, ia dikenal sebagai salah seorang pengacara publik di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Ia tercatat mulai aktif di sana menangani kasus-kasus yang melibatkan kelompok marjinal sejak 2014. Beberapa kali mendampingi kasus Papua membuatnya mulai fokus dengan persoalan wilayah ini. Itulah mengapa setelah keluar dari LBH Jakarta ia dikenal menjadi pendamping hukum sejumlah kasus yang menimpa mahasiswa Papua.
Penetapan Veronica Koman menjadi tersangka ini menuai pro dan kontra. Ada yang setuju-setuju saja dengan hal tersebut. Semisal mantan aktivis kita yang kini menjabat Komisaris Utama PT Adhi Karya Fadjroel Rachman. Lewat Twitter-nya @fadjroeL, ia meng-quote twit berita penetapan tersangka Veronica dengan ditambah cuitan, “Berani pulang enggak @VeronicaKoman? Menghadapi semua dugaan pidana yang diumumkan Kepolisian Jawa Timur itu? Ngomong2 dapat beasiswa darimana mbak? Cc: @DivHumas Polri.”
Sementara itu Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid berpendapat, “Kriminalisasi Veronica Koman akan membuat orang lain takut untuk berbicara atau menggunakan media sosial untuk mengungkap segala bentuk pelanggaran HAM terkait Papua. Kalau tuduhan polisi adalah Veronica memprovokasi, maka pertanyaan yang harus dijawab oleh polisi adalah siapa yang telah terprovokasi untuk melanggar hukum akibat dari postingan Veronica di Twitter tersebut?”
Menurut Usman, dikutip dari Kompas.com, harusnya polisi melakukan klarifikasi jika menemukan informasi kurang akurat. Ia juga meminta, ke depannya Polri bisa menghormati kemerdekaan berpendapat di muka umum termasuk di media sosial dengan tidak mudah menjerat pidana kepada orang-orang yang bersuara lantang.
Pendapat Usman ini bisa dipahami. Apalagi mereka mengatakan bahwa Veronica sudah menyebar hoaks melalui postingan-postingannya. Sayangnya, kepolisian tidak menunjukkan di mana letak hoaksnya. Eh, ujug-ujug Veronica malah langsung ditetapkan sebagai tersangka dengan sebegitu mudahnya.
Penetapan Veronica Koman sebagai tersangka, menambah daftar orang-orang yang juga telah dijadikan tersangka karena dianggap harus bertanggung jawab soal kasus Papua ini. Di antaranya, tujuh mahasiswa Papua dan Surya Anta Ginting, juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP). Mereka ditangkap karena dianggap melakukan makar saat melakukan aksi solidaritas di depan Istana pada 28 Agustus.
Hm, masak iya sih mengibarkan bendera kejora bisa disebut makar? Gimana, Mbak Aprilia, apa perlu definisi “makar” kita bahas di rubrik Versus? (A/L)
BACA JUGA Dijepret Pasal Karet Makar atau artikel rubrik KILAS lainnya.