Pemerintah DKI Jakarta sedang dibikin puyeng sama DWP alias Djakarta Warehouse Project. Hal ini karena adanya laporan soal penjualan minuman keras di dalam venue Festival Electronic Dance Music yang digelar di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat itu.
Sebelumnya, gelaran DWP 2017 selama dua hari, 15 dan 16 Desember 2017 lalu itu sempat menjadi bahan perdebatan karena mendapat protes dan penolakan dari sejumlah ormas karena dianggap sebagai acara yang memfasilitasi mabok-mabokan, maksiat, serta disebut dapat merusak moral bangsa.
Pemerintah DKI Jakarta bahkan sampai diminta untuk tidak memberikan izin pada penyelenggaraan acara tersebut.
Pada akhirnya, Pemerintah DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta tetap memberikan izin untuk penyelenggaraan DWP dengan memastikan tidak akan ada minuman keras di dalam DWP 2017.
“Enggak boleh, minuman keras kan beralkohol. Pokoknya itu (DWP) sesuai peraturan yang berlaku. Enggak ada penjualan minuman keras,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Tinia Budiati.
Namun apa daya. Pemerintah toh kecolongan juga. Di lokasi pada hari pertama gelaran DWP 2017, setidaknya terdapat lima titik tempat penjualan minuman keras. Kelima tempat itu tersebar di sejumlah titik yang dekat dengan panggung.
Di tempat penjualan minuman itu terpampang harga bir dan minuman beralkohol. Bir dijual seharga 3-3,5 token dan minuman beralkohol botolan seharga 2,5-27 token. Kemudian untuk satu tokennya dibanderol dengan harga Rp40.000.
Yah, mau bagaimana lagi? Bagi banyak anak muda, mendengarkan musik elektronik DJ ajep-ajep seperti yang tersaji di DWP memang paling cucok ya sambil mabok. Dan buat bisa mabok, minumnya tentu saja minimal harus bir. Bukan Marimas, Ale-Ale, apalagi Es sirop Sarsaparila.