MOJOK.CO – Orang kurus cenderung merasa lebih sehat daripada orang yang punya barat badan berlebih. Padahal risiko stroke urusannya bukan cuma soal berat badan.
Selama ini muncul stigma kalau gejala darah tinggi, jantung, atau stroke hanya bisa menyerang orang yang punya berat badan berlebih. Stigma ini kemudian sering bikin orang kurus jadi salah kaprah sampai melupakan bahwa dirinya juga punya risiko yang sama.
Sebelum melebar ke mana-mana, kamu perlu tahu dulu, gimana sih kita bisa tahu berat badan ideal? Salah satu cara yang bisa dipakai adalah menghitungnya menggunakan indeks massa tubuh (BMI).
Cara menghitungnya cukup mudah. Tinggi badan seseorang dikonversi dulu ke hitungan meter. Lalu dikuadratkan untuk dibagi dengan berat badan.
Ambil contoh. Seseorang memiliki berat badan 50 kg dengan tinggi 160 cm. Pertama ukuran cm kita konversi ke meter. Maka kita punya 1,6 meter.
Lalu hasil ini dikuadratkan (atau pangkat dua) jadi 1,6 kali 1,6, hasilnya 2,56. Hasil ini lalu kita pakai untuk membagi berat badan. Yaitu angka 50 kg dibagi 2,56 hasilnya 19,5.
Berat badan : (tinggi badan2) = massa tubuh
Nah, kategorisasi BMI ini menyebut kalau indeks kita di bawah 19 maka artinya kita berada dalam kategori kurus. Jika ada di antara 19-24,9 maka kita masuk ke kategori ideal. Sedangkan jika indeks kita hasilnya 30 atau lebih dari itu, maka itu artinya kita masuk pada kategori obesitas.
Indeks Massa Tubuh
<19 = Kurus
19-24,9 = Ideal
>30 = Obesitas
Oleh karena itu, orang-orang kurus adalah mereka yang memiliki indeks massa tubuh di bawah 19. Jika seseorang tinggi badannnya 160 cm dan berat badannya kurang dari 45 kg, maka bisa dikatakan orang ini sedang kurus-kurusnya.
Gejala darah tinggi, jantung, atau stroke memiliki banyak faktor. Bahwa berat badan yang berlebih memang menjadi salah satu penyebab, itu tidak berarti kalau kelebihan berat badan menjadi satu-satunya faktor.
Masalahnya, orang kurus cenderung merasa lebih sehat ketimbang kawan-kawannya yang punya barat badan berlebih. Padahal pandangan seperti ini sebenarnya malah keliru brutal. Sebab, orang gemuk malah cenderung hati-hati dengan makanan.
Misalnya, orang gemuk justru membatasi diri untuk makan sate kambing. Ya karena sadar dirinya gemuk, dan kegemukan membawa risiko penyakit yang ngeri-ngeri sedap.
Di sisi lain, orang gemuk cenderung memperhatikan alarm-alarm dalam tubuhnya. Seperti habis makan sedikit daging kambing, dirinya merasa sedikit pusing lalu menghentikan aktivitas makannya secara seketika.
Sebaliknya, orang kurus malah terbiasa mengira dirinya sehat-sehat saja. Alarm dalam tubuhnya jadi tidak diperhatikan betul-betul karena merasa tidak punya risiko penyakit seperti orang gemuk. Pandangan semacam ini jelas sangat berbahaya.
Paling tidak kita bisa melihat, seseorang yang kurus bisa kena gejala darah tinggi, penyakit jantung, atau stroke karena masalah berikut ini:
Kurang olah raga
Aktivitas fisik dengan olahraga sebenarnya merupakan cara terbaik untuk mengurangi risiko penyakit jantung atau gejala darah tinggi. Dengan olah raga, selain tubuh kita fit, jantung akan terbiasa memompa dengan cepat dan pembuluh darah akan semakin lancar karena tubuh “terlatih” untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh.
Jarang berolahraga berisiko membuat pembuluh darah jadi penuh lemak karena tidak dibiasakan dialiri darah dengan cepat. Dengan jarang olahraga detak jantung juga tidak dibiasakan untuk bekerja secara ekstrem saat olahraga.
Seperti pipa air yang ketumbuhan lumut di dalamnya. Kalau jarang digunakan, pipa air bisa tersumbat. Masih mending kalau cuma pipanya yang tersumbat, lha kalau pompa airnya sampai rusak kan jadi masalah besar.
Ini akan jadi masalah ketika tubuh tiba-tiba membutuhkan aliran darah yang kencang (bisa karena stres atau tubuh sedang butuh bergerak cepat secara mendadak), maka serangan jantung atau pembuluh darah bermasalah bisa terjadi. Hal-hal semacam ini jelas tidak ada urusannya dengan barat badan seseorang.
Kurang tidur dan keseringan begadang
Tidur merupakan salah satu cara tubuh mengistirahatkan seluruh jaringan-jaringannya. Meski kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, namun rata-rata manusia dewasa membutuhkan tidur 7-9 jam setiap hari.
Masalahnya durasi tidur ini tidak bisa dilakukan sembarang waktu. Misalnya kamu begadang semalaman, lalu kamu melakukan balas dendam tidur di siang hari. Meski durasi tidurnya sama-sama 7-9 jam, tapi kualitas tidur balas dendam itu tidak bakal bisa menggantikan jatah tidur malammu.
Jika dilakukan tidak dalam jangka waktu yang kelewat lama, aktivitas ini mungkin tak begitu terasa dampaknya. Tapi jika dilakukan dengan cukup intens, masalah-masalah kesehatan akan lebih mudah menyerang.
Dari yang sepele seperti tubuh secara biologis mengalami penuaan dini sampai risiko jantung dan darah tinggi. Dan sekali lagi, hal ini tidak ada urusannya dengan kurus atau gemuknya seseorang.
Pola makan yang tidak sehat
Pola makan yang buruk tidak benar-benar bisa direpresentasikan dengan kurus atau gemuknya seseorang. Bisa jadi orang yang memiliki pola makan sehat tubuhnya tetap gemuk-gemuk saja. Sebaliknya, ada juga orang yang punya pola makan ambyar, tapi tubuhnya tetap saja kurus.
Selain soal olahraga dan kurang tidur, pola makan juga menjadi faktor yang penting. Orang yang terlalu sering makan daging tanpa diimbangi sayur jelas punya risiko lebih tinggi penyakit jantung, darah tinggi, atau stroke. Sebaliknya, orang yang keseringan makan sayur (mineral dan vitamin) tanpa diasup oleh protein-protein dan karbohidrat juga bisa kena darah rendah.
Artinya, keseimbangan gizi makanan juga punya peran penting. Sebab, sebagai bahan bakar yang digunakan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh, makanan juga akan mempengaruhi sebugar atau sesehat apa dirimu—selain soal pola tidur dan kebiasaan berolahraga.
BACA JUGA Ketika Kutu Sarcoptes Scabies Si Biang Gudik di Pondok Pesantren Selalu Ikut Ngaji atau tulisan di rubrik Penjaskes lainnya.