MOJOK.CO – Jauh-jauh dari Bandung, Lina ditampakkan bayangan hitam saat nonton tivi. Waktu mau tidur, eh malah ada suara ketawa yang mengerikan. Kan jadi takut!
“Kamu lagi ngapain?”
Malam itu hampir pukul 1, tapi tiba-tiba ponselku berbunyi. Sahabatku, Lina, menelepon mendadak setelah mengirim pesan soal “bayangan hitam yang aneh”.
“Mau tidur. Kenapa?”
“Jangan dulu. Temenin aku. Plis,” jawab Lina.
Suara Lina agak ketakutan. Ini sebenarnya pengalaman yang agak aneh kalau diceritakan, dan kurasa kamu bakal menganggapnya cerita fiksi, tapi sungguh—ini terjadi.
Lina adalah orang Bandung. Dia punya sahabat dekat bernama Tari. Bersama Tari—kata Lina—ia pergi ke rumah nenek Lina hari itu.
Nenek Lina tinggal di kota tetangga Bandung, tapi Lina tidak mau memberi tahuku apa namanya. Katanya, dia ingin merahasiakan nama kotanya, kalau-kalau aku memasukkannya ke rubrik Malam Jumat (yang benar-benar kulakukan sekarang). Dari Bandung, jaraknya dekat; cuma 45 menit naik motor.
Tapi, tunggu dulu. Waktu 45 menit tadi hanya jarak antara Bandung dan kota si nenek. Dari tengah kota menuju rumah nenek, Lina harus menempuh waktu yang lebih panjang, yaitu mencapai 2 jam.
“Kamu harus ngelewatin hutan, kebun, kampung gitu. Sepi—yah, kamu tahu kan gimana rasanya kalau masuk desa? Ini desa terpencil banget!
“Di sana nggak ada lampu jalan. Kalau mau keluar malem-malem, atau sore-sore deh, kamu harus pakai senter.”
Diceritakan Lina, setelah perjalanan panjang, ia sampai juga di rumah neneknya. Rumahnya besar, tapi halamannya lebih besar. Saking besarnya, jarak rumah nenek dan rumah tetangga pun kian luas—dan inilah yang dianggap Lina menjadi creepy.
“Biasanya, kalau aku tidur di rumah Nenek, malam pertamanya pasti aku nggak bisa tidur walaupun udah ngantuk. Tapi gimana lagi, aku harus anter sesuatu—titipan Ibu,” terang Lina. Ia juga bercerita bahwa neneknya tinggal sendiri karena sang Kakek sudah meninggal 5 tahun lalu.
“Nenek senang aku datang, bawa temen pula. Katanya, rumah jadi ramai. Kami daritadi sore nonton tivi soalnya nggak mungkin jalan-jalan. Dari sebelum Magrib, kampung udah sepi. Nggak ada orang keluar sama sekali.
“Kami nonton sampai malam, jam delapanan, dan waktu itulah aku mulai ngerasa ada sesuatu…”
“Tunggu,” potongku, “temenmu udah tidur?” tanyaku mendadak, teringat soal Tari yang nggak ada suaranya dari sejak menit pertama. Lina bilang, betul, Tari sudah tidur, dan dia belum, makanya memutuskan untuk meneleponku.
“Waktu di depan tivi, aku ngelihat ada bayangan hitam sekelebat yang lewat-lewat gitu, Li.”
“Mungkin salah lihat?” saranku. Lina berdeham lagi, lalu berkata, “Setelah jam delapan, aku sama Tari balik ke kamar dan kami ternyata sama-sama melihat bayangan hitam itu. Rasanya nyata banget, lebih nyata daripada kalau kita ngebayangin lihat bayangan hitam waktu lagi di rumah sendiri.
“Nggak berapa lama,” sambung Lina, “kami jadi mengantuk. Mungkin sekitar hampir jam 11. Aku lihat, Nenek masih nonton tivi di ruang tengah. Tapi tiba-tiba, ada suara ketawa. Asli, ketawanya kayak di sinetron horor. Ngikik gitu!
“Aku sama Tari langsung lihat-lihatan karena itu bukan suara Nenek dan karena kami baru cerita soal bayangan hitam. Aku lihat lagi, Nenek malah udah tidur di depan tivi. Tivinya mati. Suara ketawa tadi datangnya dari luar jendela. Kami langsung memastikan jendelanya terkunci, gordennya tertutup.”
“Terus?” kejarku.
“Kami tidur. Tari ketakutan, jadi langsung merem dan nggak mau diajak ngobrol. Sekarang udah ngorok. Aku nggak bisa tidur. Dan tadi…”
Lina nggak melanjutkan kata-katanya.
“Tadi apa?”
“Dari jendela ada suara ketukan. Aku takut, Li, masih keinget soal bayangan hitam juga. Sumpah ini keueung banget.”
“Apaan keueung?”
“Ngeriii, bahasa Sunda—eh kamu lagi di mana, sih? Sama siapa?”
“Di kosan, sendirianlah. Kenapa?”
Lina diam saja. Aku memanggilnya, tapi dia cuma berdeham dan bilang, “Coba cek WhatsApp, aku baru kirim sesuatu.”
Sambil menyalakan loudspeaker, aku membuka aplikasi WhatsApp dan mengarah ke kolom chat dari Lina. Isinya mendadak membuatku kaget:
“Aku dengar suara cowok di sana, dari teleponmu. Nggak jelas ngomong apa, tapi suaranya jelas banget, kayak lagi di sebelahmu.”
Kali ini aku yang diam, teringat tiga hari lalu, waktu menelepon temanku yang lain, temanku mengatakan hal yang persis sama: ada suara laki-laki dari arahku, padahal kosku adalah kos putri dan aku selalu menelepon di jam-jam sepi begini.
Sial. Yang pertama takut, kan, Lina, tapi kenapa sekarang jadi aku yang merinding?! (A/K)
BACA JUGA Kuntilanak Siang Hari yang Sempet-sempetnya Nyamar Jadi Anak Magang