MOJOK.CO – Hasil quick count Kota Makassar jadi satu-satunya daerah yang memenangkan kotak kosong. Meski begitu usaha mengawal kemenangan kotak kosong masih jadi langkah yang sulit, sebab KPU Kota Makassar melarang perhitungan resmi diliput oleh wartawan.
Bagi banyak orang, kemenangan kotak kosong versi hitung cepat di Pilkada kota Makassar merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Ia jadi simbol perlawanan masyarakat terhadap legitimasi politik yang memang menyebalkan dan memuakkan.
Akan tetapi, tentu saja selalu ada pihak yang tak suka dengan kemenangan kotak kosong ini. Maklum saja, fenomena ini memang tak bisa dimungkiri semakin menebalkan rasa tidak percaya masyarakat terutama kepada partai politik.
Banyak pihak yang menganggap kemenangan kotak kosong ini begitu penting, sehingga perlu dikawal sampai akhir.
Meski begitu, ternyata proses dan kerja pengawalan “kemenangan” kotak kosong ini cukup berat. Di Makassar, wartawan ternyata dilarang meliput proses rapat pleno rekapitulasi perhitungan suara di beberapa kecamatan yang dilaksanakan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) se-Kota Makassar.
Di beberapa kecamatan tempat dilaksanakannya rapat pleno penghitungan suara, wartawan dilarang masuk ruangan rapat oleh polisi dan petugas yang berjaga kendati sudah menunjukkan kartu pers. Tak jelas apa alasan pelarangan peliputan tersebut, namun yang pasti, larangan tersebut konon berasal dari KPU Makassar.
Ketua PPK Tamalate Syarifuddin, misalnya, menjelaskan bahwa yang bisa memasuki ruangan rekapitulasi hanyalah dari saksi dari tim pasangan calon, PPK, KPPS dan Panwas.
“Mohon maaf media (wartawan) tidak bisa. Kami juga cuma menjalankan instruksi dari KPU,” ujar Syarifuddin.
Hal ini tentu menjadi sebuah pertanyaan besar, sebab pelarangan peliputan rapat pleno tersebut jelas-jelas melanggar Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Pelarangan peliputaran rapat pleno penghitungan suara ini langsung disikapi dengan protes oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, sebab pelarangan tersebut memang menghalangi tugas pers untuk mengambil data informasi, mengolah hingga menyiarkan informasi kepada publik.
“Pelarangan itu melanggar kebebasan Pers dalam melakukan pemberitaan kepemiluan Pilkada bersih, adil, damai dan jujur. Apalagi, aturan dalam PKPU menjelaskan itu terbuka untuk umum,” ujar Ketua AJI Makassar, Qodriansyah Agam Sofyan.
Jika memang benar KPU melarang jurnalis untuk meliput rapat pleno penghitungan suara, maka KPU sudah melakukan blunder besar, sebab pelarangan ini tentu bakal semakin membulatkan tekad masyarakat Makassar untuk semakin membenci legitimasi politik yang ada. Bahkan pada titik tertentu, masyarakat mungkin akan membenci KPU itu sendiri.
Bukan mustahil, di Pilkada Makassar mendatang, TPS bakal kosong melompong. Sebab peristiwa ini bisa bikin masyarakat Makassar tidak percaya lagi dengan pemilihan yang diadakan KPU sehingga lebih memilih duduk di rumah untuk mencoblos dirinya sendiri. (A/M)