Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Anies dan Kartu-Kartu Politik yang Hidup Kembali

Puthut EA oleh Puthut EA
18 Oktober 2017
A A
anies sandi

anies sandi

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Istilah pribumi dalam pidato pertama Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI langsung menjadi sorotan publik. Sudah banyak paparan soal kata itu, tapi yang kurang adalah konteks politik kenapa ketika kata tersebut diucapkan, sampai menjadi topik panas.

Viralnya kata pribumi selain memang kekeliruan diksi yang fatal, juga tidak bisa dilepaskan dari konteks politik kiwari negeri ini. Hal itu pula yang terjadi, jika mau melihat dengan jernih, pada Ahok dalam persoalan penyebutan salah satu ayat Al-Quran. Tanpa konteks politik pilkada DKI, ucapan Ahok bisa jadi hanyalah buih biasa saja yang cepat meletup lalu tenang kembali.

Dengan demikian, manakala pendukung Anies meminta publik melihat istilah pribumi dalam konteks ucapan utuh, wajar itu langsung dijawab dengan lantang oleh pendukung Ahok: mestinya ucapan Ahok juga dilihat dalam konteks yang tepat. Apalagi tahun lalu Anies sempat menyatakan bahwa pemimpin harus memperhatikan kata-katanya.

Sesungguhnya hal yang tidak bisa ditolak dari panasnya perdebatan soal istilah pribumi selain kekeliruan diksi ialah belum redanya perseteruan antara barisan pendukung Anies dan barisan pendukung Ahok. Jika diperluas, sampai pada barisan pendukung Prabowo dan barisan pendukung Jokowi.

Faktor itulah yang berpotensi terus tegang di masa mendatang. Maka, tolong dicatat baik-baik: seruan agar situasi reda dan adem hanyalah seruan yang diteriakkan di dalam air. Ketegangan ini akan terjadi terus, mungkin sampai pilpres 2019. Apa pun yang dilakukan oleh elite politik, apalagi Anies, berpotensi menjadi bensin bagi pertikaian politik semacam ini.

Masalah menjadi makin panas karena di luar dugaan, sambutan publik atas pelantikan Anies-Sandi juga luar biasa. Hal ini mungkin tidak pernah dibayangkan oleh pendukung kubu yang berseberangan. Tiga peristiwa terjadi dalam satu rentetan: karangan bunga untuk Anies membeludak, pelantikannya menyita perhatian, dan kekeliruannya dalam memilih kata menjadi topik panas.

Saya kira wajar jika sambutan publik yang gempita di luar dugaan kubu yang berseberangan dengannya. Dan sambutan semacam ini tentu saja membawa ancaman, atau setidaknya kekhawatiran: Anies menghidupkan dua kartu politik penting di negeri ini, yakni kartu politiknya sendiri dan kartu Prabowo Subianto.

Sebagai inkamben, dengan modal kinerja yang cukup bagus, ditambah dukungan dari berbagai partai politik, seakan pilpres 2019 boleh dibilang sudah separuh selesai: Jokowi akan menyusul SBY memerintah negeri ini selama dua periode.

Tapi, politik kadang memberikan kejutan-kejutan kecil dan besar. Belum lama ini ada istilah “Jokowi Effect” atas kemenangan tripel Jokowi dalam waktu singkat: pilwali Solo yang kedua, pilgub DKI, dan pilpres RI. Pengamat politik mungkin berpikir hal seperti ini hanya mungkin diraih oleh Jokowi. Tapi, melihat antusiasme publik di pelantikan Anies-Sandi, hal ini bisa saja terulang kembali. Terlebih jika dalam waktu singkat Anies bisa mengelola performa politiknya di depan publik Indonesia.

Namun, bukankah Anies memang piawai dalam soal ini? Bukankah dia sudah membuktikan jauh-jauh hari bahwa ia mampu melakukan branding politik yang ciamik? Semua yang disentuhnya bisa tampak layak beli. Dari mulai program Indonesia Mengajar, TurunTangan, menjadi salah satu jubir kampanye Jokowi-JK, lalu menjabat mendikbud, dan kemudian memenangi pertarungan politik pilgub DKI. Bahkan ketika Anies tidak menjadi mendikbud pun, mungkin dialah satu-satunya yang langsung mendapatkan sorotan publik sehingga berbagai media massa antre mewawancarainya dan publik memonitor perkembangannya.

Dalam konteks semacam itulah menjadi wajar jika pihak pendukung Jokowi waswas. Anies mungkin dalam pilpres 2019 tidak akan menjadi capres, tapi tidak tertutup kemungkinan dia akan menjadi cawapres Prabowo. Dua kartu yang kembali hidup dan kemudian bersatu; seperti dua kartu Joker di tangan seorang penjudi: kartu apa pun yang diambil berpotensi ditutup dengan kemenangan.

Berlebihankah analisis ini? Bisa jadi, iya. Hanya saja, yang tidak bisa ditolak adalah sambutan publik, hidupnya lagi kartu politik Anies dan Prabowo, juga kekhawatiran dari kubu pendukung Jokowi. Siapa yang bisa membantah ketiga hal itu? Apalagi beberapa survei belakangan ini tak begitu bagus buat Jokowi.

Balik lagi ke risiko situasi politik ke depan: hal yang sungguh jelas adalah kebisingan politik bukannya reda, malah akan bertambah. Anies harus lebih siap, apa pun yang akan dilakukannya berpotensi dijadikan bahan serangan. Ini sudah bukan soal dia menang pilgub DKI, melainkan dia yang sudah menjadi “ancaman” baru dalam rivalitas politik dengan Jokowi.

Memang ada sih potensi lain. Bisa saja justru Anies maju menjadi capres sendiri, atau justru menjadi cawapres bagi Jokowi. Tapi, apakah Prabowo akan seapes itu? Ya nggak tahuuu … awuwuwuuu!

Iklan

Dari semua kemungkinan dan perhitungan di atas, kuncinya tergantung pada kepiawaian Anies. Apakah dia menganggap bahwa mesin politik yang dulu dipakai di laga Jakarta masih relevan dipakai untuk 2019? Ataukah mau diperluas lagi? Pilihan itulah yang akan menentukan dalam satu tahun ini, apakah Anies mampu menggosok performa politiknya lebih kinclong atau tidak.

Kedua ialah kinerja Anies dalam hal tata kelola Jakarta. Kalau dia sanggup membuat terobosan cepat, pemenuhan janji kilat, dan keberanian mengambil keputusan yang agak nekat—dalam hal reklamasi, misalnya, Anies akan menerima panen performa politik yang lebih hebat.

Jadi, jika Anies ditanya peluangnya ikut meramaikan bursa pilpres-wapres 2019 lalu menjawab bahwa urusannya sekarang ini adalah menunaikan janji-janji politiknya, anggaplah itu mirip dengan 2013 ketika Jokowi ditanya kemungkinannya ikut berlaga di pilpres yang dijawabnya, “Nggak mikiiir, nggak mikiiiiiir!”

Eits, tapi jangan lupa, ada satu kartu lagi yang hidup, yang tidak disadari atas kemenangan Anies: kartu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Kenapa bisa begitu? Ya coba pikir saja sendiri. Masak hal seperti itu saja bergantung pada analisis Kepala Suku?

Terakhir diperbarui pada 27 Juni 2019 oleh

Tags: Anies BaswedanAnies-SandiGubernur JakartajokowiPilpres 2019prabowoPribumi
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO
Esai

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
kapitalisme terpimpin.MOJOK.CO
Ragam

Bahaya Laten “Kapitalisme Terpimpin” ala Prabowonomics

21 Oktober 2025
Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Hentikan MBG! Tiru Keputusan Sleman Pakai Duit Rakyat (Unsplash)
Pojokan

Saatnya Meniru Sleman: Mengalihkan MBG, Mengembalikan Duit Rakyat kepada Rakyat

19 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.