MOJOK.CO – Seharusnya PM Selandia Baru, tidak buru-buru meminta maaf. Belajarlah dulu dari pejabat-pejabat di Indonesia dalam mengelola kesalahan.
Apes betul Jacinda Ardern, Perdana Menteri (PM) Selandia Baru, ketika tertangkap kamera tidak mengenakan masker ketika berswafoto dengan pendukungnya di Palmerston North. Apalagi selain tanpa memakai masker, PM Selandia Baru juga ketahuan tidak jaga jarak.
Informasi ini didapatkan ketika kantor berita setempat Newstalk ZB, mengunggah foto Ardern yang tersenyum dengan beberapa pekerja konstruksi bangunan. Selain Ardern, pendukungnya pun tak mengenakan masker.
PM Jacinda Ardern admits she ‘made a mistake’ with group photohttps://t.co/zGGKmLZoM2 pic.twitter.com/SoCjrzSIft
— Newstalk ZB (@NewstalkZB) September 21, 2020
Menyadari kesalahannya tersebut, Ardern segera meminta maaf secara terbuka. “Di foto itu, saya melakukan kesalahan,” kata Ardern.
“Ya, saya seharusnya bergerak lebih jauh ke depan dan saya seharusnya meminta mereka untuk menjauh dari saya.”
Kesalahan dan permintaan maaf ini tentu saja mengganggu persiapan pemilihan di Selandia Baru bagi Ardern dan tim suksesnya. Sebab, seperti yang diketahui, Ardern merupakan salah satu calon terkuat untuk memimpin Selandia Baru periode ke depan. Apalagi dirinya sedang unggul dalam jajak pendapat karena dianggap sukses menekan persebaran Covid-19 di negaranya.
Sikap legowo Ardern ini sepertinya kurang bisa diterima kalau dirinya—misalnya—mencalonkan diri di Indonesia. Tanpa ditekan siapa-siapa, eh langsung minta maaf. Aneh sekali. Ente kenapa sih, Dern?
Hal yang ente lakukan ini kan berbanding terbalik dengan cara pejabat di Indonesia meminta maaf usai melakukan kesalahan.
Seperti ketika Bupati Klaten bagi-bagi bantuan untuk masyarakat misalnya, sambil diam-diam melakukan kampanye terselubung. Seperti bantuan hand sanitizer yang ditempeli “Bantuan Bupati Klaten” dan sempat viral itu.
Awalnya, Bupati Klaten sempat menyanggah bahwa ini bukan kesalahannya. Bahkan si bupati menuding ada pihak-pihak yang sengaja ingin menjatuhkannya. Baru setelah didesak oleh publik si bupati pun meminta maaf.
Dilandasi kisah semacam itu, seharusnya Ardern, PM Selandia Baru, jangan buru-buru menyampaikan permintaan maaf. Belajarlah dulu dari cara Bupati Klaten mengelola kontroversi. Diperam pelan-pelan, tidak langsung dievaluasi.
Apalagi, saat masih di tengah-tengah isu kontroversi, Bupati Klaten malah sempat bikin seremoni mengumpulkan keluarga PDP Covid-19 untuk dikasih bantuan secara langsung. Ajaib kan? Geregetnya maksimal.
Nah, belajar dari cara Bupati Klaten ini, ada baiknya Ardern menunggu dulu sampai ledakan protes publik menggema. Gunakan kabar kontroversial ini untuk curi-curi panggung dulu.
Lagian kan, siapa tahu, iya, siapa tahu… masyarakat di negara ente sebenarnya nggak begitu ngeh dengan kabar bahwa PM Selandia Baru tidak mengenakan masker. Bisa aja rakyat Selandia Baru nggak aktif-aktif amat di media sosial jadi nggak semuanya tahu kabar ini.
Terlebih, ketimbang kesalahannya, prestasi Ardern sebagai PM Selandia Baru dalam menangani Covid-19 kan cukup baik. Jadi rasa-rasanya permintaan maaf yang terlalu cepat ini terlalu sembrono. Nggak mencerminkan cita rasa pejabat yang punya kuasa. Ealah, baru segitu aja udah minta maaf. Dasar cupu.
Apa PM Selandia Baru ini tidak tahu, bahwa di Indonesia ada juga lho pejabat daerah yang sempat mengancam akan memecat puluhan tenaga medis. Hal ini terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah, Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Alasan ancaman pemecatan ini karena para tenaga medis melayangkan aksi protes dengan cara mogok kerja.
Aksi mogok kerja dari tenaga medis ini sendiri diawali dari protes yang tidak direspons positif. Menurut para tenaga medis, APD yang terbatas dan gaji yang sangat minim (750 ribu per bulan), dinilai tidak sebanding dengan risiko dalam menangani pasien Covid-19. Selain itu, para tenaga medis juga meminta transparansi soal dana intensif yang dijanjikan.
Bupati Ogan Ilir sendiri merasa gerah dengan protes para tenaga kesehatan di daerahnya, apalagi sampai pakai aksi mogok segala. Menurut Pak Bupati, semua tuntutan para tenaga medis itu tidak punya dasar yang kuat. Apalagi, aksi mogok itu mengancam keselamatan pasien di rumah sakit tersebut.
Dari sana kontroversi pun mengemuka dan sempat meluas, namun bukannya meminta maaf atau mencoba mencari jalan tengah, pihak Bupati Ogan Ilir justru yang menerima permintaan maaf dari para tenaga medis di daerahnya. Setiap tenaga medis yang diancam dipecat ini pun membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Sebuah hal yang mungkin bisa ditiru oleh Ardern selaku PM Selandia Baru. Sebagai pejabat yang dihormati, ada baiknya bukan PM Selandia Baru yang pertama melakukan meminta maaf.
Lagian, dari foto yang tersebar itu bisa kelihatan kok, bagaimana PM Selandia Baru sebenarnya cuma melayani pendukungnya untuk berswafoto. Dengan begitu, seharusnya yang meminta maaf itu adalah pendukungnya, bukan PM Selandia Baru.
Kan memang sudah tugas beliau melayani rakyat Selandia Baru… termasuk ketika diminta swafoto bareng.
Dari Bupati Ogan Ilir pula, PM Selandia Baru bisa belajar soal mentalitas menjadi korban.
Seperti ketika sang bupati mengundang wartawan ke rumahnya pada Juli 2020 silam. Begitu wartawan sudah berkumpul di rumahnya, ternyata Bupati Ogan Ilir menyampaikan bahwa dirinya positif Covid-19.
Ibarat cara PM Selandia Baru meminta maaf karena kelupaan pakai masker itu adalah kesalahan amatir, cara pejabat di Indonesia seperti Bupati Ogan Ilir ini levelnya udah makrifat bintang lima.
Lah piya? Bukannya bikin press release yang disebar melalui email atau pesan WhatsApp, Bupati Ogan Ilir malah bikin konferensi pers ke awak media… yang lucunya, para wartawannya betulan datang dooong.
“Dari hasil swab test di RS Bhayangkara Palembang yang keluar tadi pagi, saya positif Covid-19. Kepada orang yang pernah kontak dengan saya supaya melakukan isolasi dan swab test,” ujarnya ramah sambil mengenakan masker pada Juli 2020 silam.
Dan meskipun sudah melakukan itu semua, Bupati Ogan Ilir tak juga meminta maaf kepada masyarakat atas aksi beraninya itu. Kenapa? Ya karena beliau ini adalah korban. Pihak yang paling dirugikan dalam kasus Covid-19 ini. Jadi ya, wajar dong kalau beliau nggak bisa dituntut macam-macam.
Nah, pelajaran berikutnya yang bisa ditiru oleh PM Selandia Baru adalah pahamilah mentalitas menjadi korban. Ini ilmu penting yang sangat dikuasai oleh pejabat-pejabat di Indonesia.
Misalnya, bisa saja Ardern minta fotonya yang tak mengenakan masker itu dianggap sebagai pencemaran nama baik. Lalu balik menuding ada konspirasi yang digunakan lawan politik untuk meruntuhkan reputasinya. Tinggal hubungi kuasa hukum, laporkan saja. Beres perkara. Nggak perlu minta maaf deh.
Hanya saja harus dipastikan dulu, Selandia Baru itu punya UU ITE atau belum? Kalau belum, mungkin Selandia Baru bisa studi banding dulu ke Indonesia.
BACA JUGA Netizen Asyik Bandingkan Penanganan Pandemi di Indonesia dengan China, Vietnam, dan Selandia Baru dan tulisan Ahmad Khadafi lainnya.