MOJOK.CO – Capek hidupnya dinyinyiri, Salmafina memutuskan untuk unhijrah. Ya wajar sih. Emang sulit ngadepin kelakuan Balahijrah yang terus-terusan ngoreksi penampilan pakai slogan afwan sekadar mengingatkan”
Dua hari lalu, saya lihat ramai-ramai orang berkomentar di Instagram tentang keputusan Salmafina untuk melepaskan jilbabnya. Salmafina memutuskan untuk (((unhijrah))) karena tidak kuat dengan komentar-komentar netizen tentang hidupnya.
Saya sedih sekali mendengar hal ini. Bukan, bukan sedih karena Salmafina melepas jilbab, tapi sedih melihat bagaimana Alma hidupnya jadi tersiksa karena followersnya.
Lha gimana nggak tersiksa. Sempat dipuja-puja karena jadi ikon hijrah dan nikah muda, dalam waktu yang nggak terlalu lama malah balik dihujat karena keputusannya untuk cerai dengan suaminya Taqy Malik. Eh udah cerai pun, hidupnya masih diatur-atur juga sama followersnya.
Kalau kalian ngintip instagramnya, kalian bisa dengan mudah menemukan komentar-komentar nyelekit kayak gini:
“ITU KERUDUNGNYA NGGAK MENUTUP DADA ASTAGFIRULLOH UKHTI”
“YA AMPUN UKHTI, LEBIH CANTIK KALO BERJILBAB SYAR’I LAGI”
Dan yang paling kocak adalah, di salah satu postingan foto doi yang lagi olahraga, sempat-sempatnya ada yang komen “ITU KOK PAKAI BAJU KETAT? ASTAGFIRULLOH UKTHIII, AURAT, DOSA”. Sebentar, sebentar. Salmafina memang merubah cara berpakaiannya setelah bercerai dengan mantan suaminya. Dari yang Syar’i ke pakaian biasa yang jilbabnya udah nggak lagi menutup dada. Tapi mon maap ni ukhti, emang ada yha yang olahraga pakai gamis??? Hmm???
Ya siapa sih yang nggak kesel kalo hidupnya terus-terusan dikomentarin kayak gitu?
Yang saya tahu, alasan orang-orang kayak Salmafina dan banyak muslim kelas menengah kota memutuskan untuk hijrah adalah karena mereka merasa lelah dan jengah dengan kehidupan bebas kota.
Mereka mencari ketenangan dan teman-teman baru yang bisa mendukung, menguatkan, dan membantu mereka jadi orang yang lebih baik. Karena mereka nggak nemu hal itu di pergaulan mereka sebelumnya, makanya mereka cari itu lewat agama.
Eh jebul pas udah hijrah, bukannya dapat ketenangan, orang-orang malah nuntut mereka untuk langsung berubah jadi lebih sempurna…
Hampir di setiap kegiatan, pasti aja ada yang komen “Afwan, sekadar mengingatkan”. Kalau ada satu hal yang nggak sesuai dengan ajaran, lansung buru-buru dihakimi “loh, udah berjilbab kok kelakuannya kayak gitu?”
Seolah-olah hidup orang yang hijrah itu salah terus makanya harus terus dinasehatin dan diingatkan. Yha jelas toh, siapa yang nggak gerah kalo hidupnya dikomentari terus?
Jadi ya nggak usah heran kalo banyak yang kabur dan pada unhijrah.
Ini nih yang bikin banyak yang sebel sama Balahijrah dan akhirnya bikin banyak orang yang antipati sama kata hijrah itu sendiri. Apa itu disebutnya? Yhaa Hijrah Snob.
Sayang sekali gerakan hijrah ini jadi kontraproduktif padahal niat ukhti-ukhti Balahijrah yang gemar sekali berdakwah ini sangat baik.
Eh seriusan!
Kalian tahu nggak alasan kenapa mereka sangat peduli apakah seseorang udah hijrah apa belum–dan selalu terlihat ngotot ketika ngasih tahu–tentang hijrah itu?
Ya itu karena mereka pengin berlomba-lomba dalam kebaikan. Mereka nggak pengin masuk surga sendirian, makanya mereka berusaha ngajak-ngajak orang lain dengan caranya yang menyebalkan itu.
Saking baik dan pedulinya sama orang-orang yang belum/baru hijrah, tak jarang mereka ikut-ikutan mengurusi ranah pribadi. Mengomentari apa pun yang kita lakukan, dan tak jarang membawa dalil-dalil galak tentang dosa dan neraka–untuk memastikan bahwa yang kita lakukan sudah Syar’i dan sesuai pedoman yang diajarkan pada mereka.
Bagi mereka, mengomentari dengan nyinyir kehidupan orang lain yang belum/baru berhijrah adalah sebuah upaya saling menasehati dalam kebaikan.
Yhaa niatnya emang baik. Tapi sayangnya…
….kebanyakan dari Balahijrah yang ada di social media itu, adalah Balahijrah yang baru hijrah juga, tapi udah merasa jadi manusia suci tanpa dosa. Hijrahnya mereka jadinya cuman di permukaan.
Karena masih awam—yang mereka tahu—ukuran soleh dan solehah seseorang yang paling penting itu dilihat dari penampilannya. Mereka nggak tahu kalau ada tataran hijrah lebih tinggi, hijrah pemikiran dan perilaku. Makanya banyak Balahijrah yang kelihatan nggak punya adab, Eh.
Makanya, jangan heran kalau bagi mereka, melepas penutup kepala sama artinya dengan pindah agama… Mereka nggak mau tahu apa yang jadi pertimbangan dan alasan ketika seseorang melakukan hal itu. Lalu secara membabi buta mendakwahinya dengan ayat-ayat yang menunjukkan perintah berjilbab, keutamaan berjilbab, dan dosa-dosa yang ditanggung perempuan yang tidak berjilbab.
Padahal, aslinya mereka ya nggak benar-benar tahu apakah mereka lebih baik dari yang dinasehati atau bukan. Lagipula, penutup kepala nggak menentukan bagaimana isi kepala seseorang kok. Dan nggak ada dalil yang menyebutkan bahwa Jilbab adalah satu-satunya ukuran apakah seseorang lebih baik secara spiritual.
Malah sebaliknya. Dengan kita terus menasehati secara membabi buta, bukankah saat itu kita merasa paling benar dan paling tahu? Bukankah artinya saat itu kita sedang merasa sombong?
Hayolohhh sombong itu dosa juga loh!1!
Sebaiknya, daripada repot-repot nyinyir nasehatin orang lain, mari sama-sama kita berkaca. Jangan sampai demi mengejar pahala saling mengingatkan dalam kebaikan, kita mendapat dosa sombong dan dosa menyakiti hati orang lain.
Dan ya nggak usah ribut-ribut dan dibesar-besarkan juga kalo Salmafina memutuskan melepas jilbabnya.
Lepas pasang jilbab tuh nggak apa-apa kok, yang penting bukan lepas pasang kepala aja. Hiii serem~
Lagian, kayak kita nggak pernah lepas pasang jilbab aja… Ngaku aja, kita juga nggak sesuci itu kok. Buktinya hampir setiap hari kita lepas jilbab. Iya, waktu mandi!