Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Saat Orang Tua Jadi Beban Anak Pertama, Rasanya Campur Aduk

Prima Sulistya oleh Prima Sulistya
6 Maret 2021
A A
Dilema Jadi Anak Ketika Orang Tua Nggak Jujur Punya Utang MOJOK.CO Saat Orang Tua Jadi Beban Anak Pertama, Rasanya Campur Aduk

Dilema Jadi Anak Ketika Orang Tua Nggak Jujur Punya Utang MOJOK.CO Saat Orang Tua Jadi Beban Anak Pertama, Rasanya Campur Aduk

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Saat kita dewasa, kita dihantam kenyataan menyakitkan: ternyata ada yang namanya orang tua jadi beban anak.

Banyak anak pertama yang mungkin pernah merasakan momen kaget. Kaget ketika di satu titik, mereka tahu masalah-masalah orang tua mereka, dan karena sudah tahu, mereka mau tidak mau, sengaja dilibatkan atau tidak, jadi harus membantu mengatasi masalah itu. Menyelesaikannya.

Bagaimana tidak kaget. Saya sendiri, hingga usia pertengahan 20-an, menganggap orang tua sebagai sosok manusia super yang tidak pernah punya masalah. Atau kalaupun punya masalah, saya selalu merasa mereka bisa mengatasinya. Saya senantiasa menyangka mereka pasti tahu jalan keluar dari problem apa pun yang mereka hadapi.

Belakangan, seiring usia saya bertambah saya jadi tahu kenyataannya. Orang tua saya tidak sekuat itu. Kadang mereka butuh bantuan. Dan orang terdekat mereka biasanya adalah anak-anak mereka yang sudah dewasa. Terutama sekali anak pertama.

Saya lumayan sering mendengar curhatan teman-teman, sebenarnya dari anak keberapa pun, namun paling banyak disuarakan sesama anak pertama, tentang betapa stres mereka yang menyembul saban malam kerap karena ulah orang tua. Biasanya yang paling pelik adalah masalah keuangan, lebih khusus lagi perkara terlilit utang.

Saya sangat bersyukur orang tua saya tipikal pasangan sederhana, cenderung pelit bahkan, yang masih mandiri secara finansial. Mereka masih kuat cari makan sendiri, masih sanggup merenovasi rumah, juga tak harus terseok-seok kalau sekadar mengadakan pesta pernikahan anak. Saya dengar-dengar, mereka juga sudah mempersiapkan warisan tanah dan rumah untuk anak-anak. Itu membuat saya berterima kasih sekali, masih diberi privilese dapat warisan yang kini makin sulit didapat anak-anak seumuran saya.

Masalah yang membuat saya kadang resah cenderung perkara kecil memang, tapi tetap saja mengganggu pikiran. Misalnya, sejak setahun lalu di tangan bapak saya muncul benjolan. Semua anak sudah memintanya periksa ke dokter. Ia memang melakukannya, sampai dokter menyarankan untuk biopsi.

Biopsi adalah tindakan mengambil sedikit daging tumbuh yang muncul secara abnormal. Daging itu kemudian diteliti di lab untuk ditentukan apakah merupakan jaringan kanker.

Bapak saya mandek sampai di situ. Ia tidak mau dibiopsi, tapi di sisi lain kerap mengaduh bahwa tangan yang ada benjolannya itu kadang terasa pegal. Saya sendiri waswas karena trauma mengingat almarhum seorang teman. Sebelum ketahuan terkena kanker paru-paru, di punggungnya muncul benjolan, tapi ia benci dokter dan karena itu memilih pengobatan alternatif. Ketika kondisinya makin payah, teman-teman memaksa membawanya ke rumah sakit. Ternyata benjolan itu akibat kanker paru-paru yang diam-diam ia idap. Sayang sekali, karena sudah sangat lama didiamkan, kanker itu ditemukan sudah di tahap stadium IV.

Saya sangat berharap benjolan di tangan Bapak cuma tumor biasa, seperti yang pernah saya sendiri alami. Dan kini, tiap ada kesempatan, kami anak-anaknya masih merayu Bapak untuk tak takut dioperasi benjolannya itu.

Begitulah. Soal kesehatan, mendadak orang tua saya jadi seperti balita. Takut ke dokter.

Ada teman yang pernah curhat, ia juga anak pertama. Ia pusing bukan kepalang karena baru sadar bahwa ibunya kekanak-kanakan.

Padahal selama ini ia mengenal ibunya sebagai sosok mandiri, bahkan keras kepada anak-anaknya. Satu masalah keluarga membuat si ibu jadi mulai berani curhat kepada teman saya. Dari sana terungkap, ibunya tipikal orang yang mudah baper, gampang ngambek, dan kerap membuat keputusan secara emosional. Sifat itu membuat si ibu belakangan sering bertengkar dengan adik-adik teman saya. Teman saya jadi dilema. Mau menasihati, merasa tak sopan. Mau mendiamkan, kasihan pada adik.

Ia tak tahu harus berbuat apa.

Iklan

Kasus lain kadang soal hubungan orang tua yang mendingin setelah anak-anak keluar rumah. Umumnya karena bapak sibuk di luar, sementara ibu tiba-tiba dihajar kesepian. Selama ini sibuk jadi rumah tangga, kini tak ada lagi yang perlu diurus. Keduanya jadi mulai sering bertengkar. Salah satu cerita paling parah, bapak teman saya cari pelarian ke perempuan lain. Di usia harusnya sedang bersantai menemani cucu bermain, orang tua teman saya malah terancam bercerai.

Namun, sejauh yang saya tahu, kasus terpelik selalu mengenai keuangan. Karena capainya bukan cuma perasaan, tapi juga fisik.

Seorang teman bercerita, suatu ketika ayahnya mengadu bahwa ia baru saja salah berinvestasi. Ditipu, yang akibatnya bukan untung, malah jadi berutang dalam jumlah besar. Satu-satunya rumah akan disita bank jika utang itu tidak dilunasi.

Ia jelas pusing sekali. Ayahnya sudah pensiun. Tak punya pemasukan untuk membayar. Ibunya sejak dulu tak bekerja, jadi ibu rumah tangga. Tak bisa pula ia mengandalkan dua adiknya, sebab yang tua justru masih menggelendot pada orang tua padahal sudah menikah. Sementara yang kecil masih sekolah.

Ia sendiri sebenarnya berpenghasilan lumayan, tapi kondisinya sudah menikah. Ada anak kandung yang perlu dipikirkan masa depannya juga.

Teman saya tak punya pilihan. Ia terpaksa melego harta untuk menutup utang itu. Suaminya marah, tapi juga tak bisa berbuat apa-apa. Di matanya, masa depan terasa sangat suram. Sedihnya, ia tak diizinkan untuk mengeluh apalagi menyerah.

Karena kejadian itu, ia bilang kepada saya untuk mengawasi orang tua saya. Ia berteori, orang tua yang baru pensiun punya kecenderungan ingin memulai investasi, dan biasanya niat itu cuma bermodal dengar-dengar cerita orang. Mudah ditipu.

Kisah-kisah orang tua jadi beban, ditambah pengalaman sendiri, adalah realitas baru buat saya. Kadang saya merenung di malam hari, mengeluh sendirian tentang betapa sulit menjadi orang dewasa. Dulu waktu SD saya ingin segera SMA biar dibolehkan pacaran, sekarang saya ingin balik lagi ke SD dan merasakan bahagia sesederhana membaca majalah Bobo.

Bagaimanapun, yang terjadi sudah terjadi. Yang bisa dilakukan hanya menghadapinya. Entah apa banyak yang merasakannya, tapi jadi anak pertama artinya mustahil bisa masa bodoh pada problem keluarga.

Adalah hal yang meringankan ketika masalah-masalah keluarga bisa diobrolkan dengan orang tua. Saya bersyukur itu bisa terjadi. Pun adik-adik saya sudah bekerja semua, mandiri, serta cukup waras untuk diajak bicara. Kami kerap ngobrol langsung maupun lewat grup WhatsApp jika ada masalah. Masalah itu kemudian dibagi untuk dipecahkan bersama. Ada yang sudah bisa diselesaikan, ada yang masih dipecahkan. Tapi paling tidak orang-orang di sini jadi tak merasa sendirian.

Yang bikin saya prihatin, tak semua teman sesama anak pertama punya keleluasaan itu. Ada yang tipenya tidak bisa bilang “tidak” ke orang tua. Ada yang gengsian, kadung mempercayai dirinya harus tampil sebagai anak pertama yang kuat dan selalu bisa jadi jujukan. Ada juga yang komunikasi antarkeluarganya kacau sehingga dia mau ngomong apa pun, semua orang selalu bergerak sendiri-sendiri dan memperparah kondisi.

“Kalau aku,” kata saya kepada teman yang semalam curhat bagaimana orang tua jadi beban, “di masalah kayak gitu biasanya negur orang tuaku.” “Karena bisa jadi mereka nggak sadar apa yang mereka lakukan salah.”

“Ora mungkin aku iso!” sergahnya. Orang tuanya bukan tipe yang mau-mau saja ditegur anaknya. Saya jadi overthinking, jangan-jangan orang tua saya pernah tidak terima saat saya tegur? Hahaha.

Curhatan semalam berlalu tanpa solusi. Katanya, tak apa sih, ia cuma ingin cerita. Saya jadi merenung lagi. Ah, sungguh misteri kehidupan…. Ternyata ada ya masalah-masalah seperti ini. Kenapa dulu tidak ada orang yang bilang? Rasanya pun semua buku yang saya baca nihil bicara hal beginian.

Entah apa lagi nanti, hal mengejutkan yang harus dihadapi. Ketika fase hidup kita sendiri naik jadi orang tua, punya anak, mulai sakit-sakitan, teman-teman meninggal, dicap ketinggalan jaman, dan… dianggap beban oleh anak sendiri.

Mungkin dari sekarang saya harus menyiapkan mental dari yang remeh-remeh dulu. Misal bila kelak ditegur anak muda, “O.K. Milenial!”

BACA JUGA Membuat Orang Tua Bersedih Tidaklah Seburuk Itu dan esai-esai Prima Sulistya lainnya.

Terakhir diperbarui pada 12 Oktober 2021 oleh

Tags: anakanak pertamabebankeluargaorang tua
Prima Sulistya

Prima Sulistya

Penulis dan penyunting, tinggal di Yogyakarta

Artikel Terkait

Bagian terberat orang tua baru saat hadapi anak pertama (new born) bukan bergadang, tapi perasaan tak tega MOJOK.CO
Catatan

Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega

18 Desember 2025
Perayaan Mati Rasa. MOJOK.CO
Catatan

Memahami Beban Anak Sulung yang Penuh Luka dan Sembuh berkat Kejujuran

17 Februari 2025
Hasto Wardoyo batasi penjualan miras di Yogyakarta karena kasus penusukan santri krapyak. MOJOK.CO
Kilas

Gerombolan Pemuda Mabuk Tusuk Santri Krapyak, Hasto Minta Penjualan Miras Dibatasi

26 Oktober 2024
Benarkah Jogja Cocok Ditinggali Oleh Para Pensiunan yang Ingin Menghabiskan Masa Hidupnya?
Video

Benarkah Jogja Cocok Ditinggali Oleh Para Pensiunan yang Ingin Menghabiskan Masa Hidupnya?

17 Juni 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

UGM.MOJOK.CO

UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

18 Desember 2025
Pamong cerita di Borobudur ikuti pelatihan hospitality. MOJOK.CO

Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna

16 Desember 2025
borobudur.MOJOK.CO

Borobudur Moon Hadirkan Indonesia Keroncong Festival 2025, Rayakan Serenade Nusantara di Candi Borobudur

15 Desember 2025
Sirilus Siko (24). Jadi kurir JNE di Surabaya, dapat beasiswa kuliah kampus swasta, dan mengejar mimpi menjadi pemain sepak bola amputasi MOJOK.CO

Hanya Punya 1 Kaki, Jadi Kurir JNE untuk Hidup Mandiri hingga Bisa Kuliah dan Jadi Atlet Berprestasi

16 Desember 2025
Teknisi dealer Yamaha asal Sumatera Utara, Robet B Simanullang ukir prestasi di ajang dunia WTGP 2025 MOJOK.CO

Cerita Robet: Teknisi Yamaha Indonesia Ukir Prestasi di Ajang Dunia usai Adu Skill vs Teknisi Berbagai Negara

16 Desember 2025
Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat "Suami" bahkan "Nyawa" Mojok.co

Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”

19 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.