Era Purbaya: Keseimbangan fiskal dan perlindungan IHT padat karya
Setelah menjabat sebagai Menteri Keuangan, Purbaya segera menunjukkan arah kebijakan yang berbeda. Akal sehat bisa menilai bahwa Purbaya memikirkan dengan matang cara mencegah kematian sumber kehidupan jutaan petani. Kebijakan beliau menitikberatkan pada keseimbangan antara penerimaan negara, kesehatan, dan perlindungan terhadap tenaga kerja serta petani.
Misalnya: Kebijakan cukai tidak naik (berkaitan dengan stabilisasi)
Purbaya memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai pada tahun 2026. Kebijakan ini merupakan angin segar bagi industri dan petani tembakau. Dan jelas, angin segar untuk kewarasan bangsa Indonesia sebagai negara yang hidup dari hasil bumi.
Purbaya secara eksplisit menyatakan bahwa kebijakan fiskal tidak boleh membunuh industri rokok, terutama industri padat karya (Sigaret Kretek Tangan atau SKT) yang menjadi penyerap tenaga kerja terbesar. Dia berpandangan, selama belum ada program yang mampu menyerap tenaga kerja, yang terancam menganggur akibat penutupan IHT, industri ini harus dijaga. Ini langkah mulia yang seharusnya mendapat dukungan semua orang waras.
Purbaya juga menegaskan perlunya keseimbangan kebijakan antara kesehatan dan kebutuhan penghidupan masyarakat. Beliau bahkan sempat mengkritik tarif cukai rokok yang terlalu tinggi sebelumnya, menyebutnya “Firaun,” menunjukkan pandangan bahwa kenaikan cukai yang ekstrem tidak proporsional dan menekan rakyat.
Dengan menahan kenaikan cukai, Purbaya berharap harga rokok legal menjadi lebih terjangkau. Ujugnnya, dapat memangkas pangsa pasar rokok ilegal. Dia juga berkomitmen untuk memperketat pengawasan dan memberantas rokok ilegal secara extra ordinary, melibatkan aparat penegak hukum dan e-commerce.
Serangan pihak anti-rokok kepada Purbaya
Kebijakan Purbaya yang pro padat karya dan petani ini justru menuai serangan. Beliau mendapatkan kritik keras, dan bahkan simbol protes, seperti pengiriman karangan bunga ke kantornya, dari kalangan yang berfokus pada isu kesehatan dan pengendalian konsumsi.
Pihak anti-rokok yang sangat fokus pada pengendalian prevalensi merokok memandang keputusan tidak menaikkan cukai sebagai kemunduran dalam upaya kesehatan masyarakat. Mereka berargumen bahwa penahanan cukai akan membuat rokok menjadi lebih terjangkau, terutama bagi remaja, sehingga berpotensi meningkatkan jumlah perokok.
Serangan ini dinilai oleh sebagian pihak telah menyakiti hati petani tembakau dan buruh. Seolah-olah malah mengabaikan aspek mata pencaharian dan keberlangsungan hidup mereka.
Purbaya menanggapi kritik tersebut dengan tegas. Dia mempertanyakan apakah pihak pengkritik memiliki program nyata untuk menciptakan lapangan kerja pengganti bagi jutaan orang yang hidup dari IHT jika industri ini mati.
Oleh sebab itu, niat mulai untuk menyelamatkan sumur kehidupan jutaan petani harus mendapat dukungan total. Sangat aneh ketika kebijakan ala preman Sri mendapat dukungan. Padahal jelas dia mematikan sumber pangan e wong cilik.
Mendukung Purbaya bukan lantas mendukung perusakan kesehatan. Mendukung Purbaya adalah mendukung kebijakan yang lebih manusiawi. Sebuah kenyataan yang tidak kita temukan dari aksi premanisme menteri keuangan terdahulu.
Rekap:

Penulis: Yamadipati Seno
Editor: Rizky Prasetya












