Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Pakai High Heels Memang Menyebalkan, tapi Aku kan Jadi Cantik

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
21 Juli 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Mulai dari dampak buruk kesehatan sampai petisi penolakan, high heels seolah pantas menjadi musuh. Tapi, memangnya pakai high heels semenyebalkan itu, ya?

Bulan lalu, beredar kabar bahwa pekerja wanita di Jepang beramai-ramai membuat petisi menolak penggunaan high heels sebagai salah satu “seragam” kantoran. Menanggapi petisi ini, seorang menteri di pemerintahan Jepang menyebutkan bahwa sesungguhnya kewajiban bagi karyawan perempuan untuk pakai high heels di tempat kerja bertujuan dua alasan, yaitu: 1) agar diterima secara sosial; dan 2) agar diperlukan dalam pekerjaan.

Petisi penolakan ini bernama #KuToo, yang berasal dari kata “kutsu” (sepatu) dan “kuutsu” (sakit). Bertujuan untuk melawan praktik penggunaan sepatu hak tinggi, petisi ini telah ditandatangani lebih dari 19.000 orang.

Seolah-olah kembali ke tahun 2016, seorang pembalap bernama Nicola Thorp juga pernah merilis petisi serupa gara-gara dirinya dipulangkan oleh pihak kantor setelah ia menolak menggunakan sepatu hak tinggi. Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan kemudian, diskriminasi di tempat kerja memang diakui ada, tapi pemerintah menolak mengadakan undang-undang yang melarang perusahaan mewajibkan karyawan perempuan memakai high heels.

Tapi pertanyaannya, apakah benar pakai high heels semenyebalkan itu???

Teman saya, Kamboja, bekerja di sebuah bank swasta. Setiap hari, dandanannya harus kece dan rapi, dari atas sampai bawah. Selain rambutnya harus klimis, sepatunya pun mesti menarik: sepatu hak tinggi alias pakai high heels.

Tapi, selama hampir tiga tahun bekerja di sana, saya nggak pernah mendengar Kamboja mengeluh soal high heels. Saat ditanya, ia cuma menjawab, “Loh, bukannya semua kerjaan sekarang pakai sepatu hak tinggi, ya?”

Sudah jelas bahwa Kamboja nggak pernah main ke Kantor Mojok dan melihat bahwa karyawan-karyawan perempuannya—semacem saya—dateng pakai sandal jepit dan ujung-ujungnya semua alas kaki dilepas sebelum masuk ke dalam. Tapi yang menarik dari jawaban Kamboja adalah kesimpulan yang bisa saya tarik: bagi Kamboja, nggak ada yang aneh dengan pakai high heels.

Bukan rahasia lagi, pakai high heels memang punya banyak dampak buruk untuk kesehatan. Tapi, pertama-tama, Kamboja justru mengakui bahwa dengan high heels, ia merasa percaya dirinya tumbuh pesat. Dengan penampilan yang rapi, high heels membuat kakinya lebih jenjang kayak kaki anggota SNSD.

Kedua, sepatu hak tinggi ternyata baik untuk perkembangan sikap tubuh. Dengan pakai high heels, postur tubuh—mau nggak mau—harus lebih sempurna: punggung tegak, pundak tegap. Akibatnya, keluhan encok atau boyokan alias sakit pinggang pun berkurang. Pokoknya, kalau pakai high heels, rasanya langsung jadi model yang lagi jalan di catwalk, gitu, lah!

Ketiga, pakai sepatu hak tinggi bermanfaat juga untuk melatih otot vagina, layaknya senam kegel.

Eh, eh, gimana maksudnya? Kapan-kapan saja kita bahas soal ini—daripada tulisan ini dimasukkin ke rubrik Penjaskes, ya kan???

Saya pernah juga bekerja sebagai guru di sebuah SD dan SMP. Untuk mendukung penampilan, setiap kali berjalan-jalan ke toko sepatu, saya pasti memilih sepatu hak tinggi, alih-alih sandal jepit kesukaan. Apa alasannya?

Ya demi tuntutan kerja, lah. Kan biar (((profesional)))!!!!!11!!!!1!!

Iklan

Meski disebut banyak kerugiannya untuk postur kaki hingga memunculkan petisi penolakan, akui sajalah bahwa high heels sedikit banyak membuat rasa pede muncul sekian persen. Yaaah, setidaknya, kalau pakai high heels, rasanya jadi lebih cantik, gitu—lebih “perempuan”!

Setidak-tidaknya (lagi), high heels juga membantu kita merasa lebih tinggi, apalagi kalau kita adalah satu-satunya orang pendek di antara orang-orang berbadan tinggi (yang kadang super menyebalkan karena ikut-ikutan pakai high heels juga sampai badannya tinggi banget kayak pohon pinang).

Yaaah, yang namanya hak tinggi itu memang selalu menyenangkan, sih. Maksud saya, kalau pakai sepatu hak tinggi aja membuatmu merasa bahagia, apalagi kalau punya hak yang tinggi dalam sebuah hubungan yang komunikasinya lancar, sambil terus menjalankan kewajiban secara seimbang untuk saling mengasihi?

Ah, indah banget kayaknya~

Terakhir diperbarui pada 12 Agustus 2021 oleh

Tags: #KuTooJepangpakai high heelspetisi tolak high heelssepatu hak tinggi
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

kerja di Surabaya dengan gaji Jepang. MOJOK.CO
Sosok

Pertama Kali Lamar Kerjaan dari Job Fair di Surabaya, Nggak Nyangka Bisa Dapat Cuan Senilai Perusahaan di Jepang

26 Juni 2025
Orang Kebumen pertama kali ke Jepang, bingung perkara toilet MOJOK.CO
Catatan

Orang Kebumen Pertama Kali Nginep di Jepang: Bingung Cara Pakai Toilet sampai Cebok Pakai Botol Air

14 Juni 2025
Gaji Caregiver di Jepang Besar, tapi Melelahkan dan Penuh Fitnah.MOJOK.CO
Ragam

Kepahitan Kerja di Jepang yang Nggak Pernah Diceritakan Influencer, tapi Masih Lebih Menjanjikan Ketimbang di Indonesia

18 Februari 2025
Gaji Caregiver di Jepang Besar, tapi Melelahkan dan Penuh Fitnah.MOJOK.CO
Ragam

Rp40 Juta Ludes demi Bisa Kerja di Jepang, Sekadar Jadi Tukang Ngecat dan Pasang Genteng

11 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.