Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Neo-Tiger Parenting: Dulu Punggung Dicambuk, Sekarang Mental Dibuat Remuk

Rizky Prasetya oleh Rizky Prasetya
19 Februari 2020
A A
tiger parenting pengasuhan galak gaya orang tua asia asian parent menekan anak untuk mengejar prestasi cara mendidik orang tua dan anak mojok.co

tiger parenting pengasuhan galak gaya orang tua asia asian parent menekan anak untuk mengejar prestasi cara mendidik orang tua dan anak mojok.co

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Masa kini kita tidak hanya mengenal Neo-Orde Baru, tapi juga neo-tiger parenting. Anak memang tidak dididik dengan tangan besi, tapi tekanannya masih sama.

Kalau ada kasus guru main tangan ke murid, orang-orang bakal membandingkan dengan masa-masa bagaimana mereka sekolah dan dididik orang tua. Mereka bakal cerita kalau jaman mereka sekolah kalau nakal digebuk penggaris besi sepanjang Ruyi Jingu Bang (tongkat Sun Wukong), ada yang dilempar sandal, ada yang dipecut dengan sabuk.

Orang tua jaman dulu mungkin mengira mereka sedang mendidik pendekar.

Setelah itu, mereka membandingkan kalau anak sekarang lembek, dikit-dikit lapor, dikit-dikit nangis. Dicubit, nangis. Dikeplak, nangis. Dibentak, nangis. Ditinggal nikah, nangis. Pokoknya lembek. Anak jaman dulu lupa kalau semua orang punya breaking point-nya sendiri. Intinya mereka selalu memercayai: jaman dulu lebih ngeri.

Mereka sepertinya luput tentang satu hal, generasi kini sebenarnya menghadapi tekanan yang sama dengan generasi terdahulu. Mereka mungkin tidak disabet dengan tongkat ketika berbuat salah atau dididik dengan makian, tapi mereka dididik dengan siksaan yang sama. Fenomena itu dinamai tiger parenting.

Meski namanya tiger parenting, kita belum pernah liat macan mendidik anaknya dengan ngelempar sikat kumbahan ke kepalanya. Tiger parenting yang ini maksudnya jenis pengasuhan orang tua kepada anak yang mengedepankan kedisiplinan dan aturan superketat biar anaknya meraih prestasi di bidang akademik. Dalam kamus tiger parenting dikenal istilah tiger mother yang diperkenalkan oleh Profesor Amy Yuan dalam memoar Battle Hymn of Tiger Mother. Katanya sih, gaya pengasuhan ini terinspirasi dari ajaran Konfusius.

Karena mengedepankan pendidikan, tiger parenting jadi identik dengan aturan ketat biar anak belajar, belajar, belajar. Budaya ini dipraktikkan sangat ketat di kalangan orang tua di China. Dalam adegan film Free to Play tuh contohnya, ada adegan orang China berkata bahwa mereka hanya boleh membawa pulang piala juara 1. Soalnya kalau selain itu, piala bakal dibuang di tempat sampah bandara.

Pendidikan anak model seperti ini menekan anak untuk selalu peduli dengan pendidikan dan meminta mereka mengabaikan hal lain di luar akademis. Ketika ekspektasi tidak terpenuhi, hukuman menanti. Persis seperti bagaimana orang tua jaman dulu mendidik anak dengan hukuman jika anak berbuat di luar apa yang orang tua perintahkan. Dan hukuman itu selalu identik dengan hukuman fisik.

Tapi jaman sudah beralih, dan hukuman fisik kepada anak-anak sekarang dikutuk. Bagi yang pro hukuman, mereka menganggap hal itu akan menjadikan mereka menjadi lembek. Tapi bagi yang kontra, mereka tidak ingin anak tumbuh dengan trauma dan luka di masa lalu. Dua pihak tersebut sepertinya lupa bahwa sekarang era neo-tiger parenting, dan cara mendidiknya saja yang beda, efeknya tetap sama.

Anak dari masih janin udah diajak ngobrol bahasa Inggris di rumah. Umur 5 disuruh les piano dan balet. Gedean dikit, mereka dimasukkan ke les bela diri atau masuk SSB. Untuk jaman sekarang, hal itu diapresiasi sebagai langkah orang tua menyiapkan anak untuk sukses di masa depan. Nah, sekarang coba pakai nalarmu, bukankah penderitaannya sama?

Anak kecil hingga remaja waktunya dirampas untuk so-called persiapan masa depan. Saya tahu kalau les-les itu bagus, tapi ketika memberi tekanan anak untuk ikut les ini itu tanpa menanyai apa mereka mau dan butuh les, itu sama saja penyiksaan. Mau jaman dulu atau sekarang, anak tetap dipaksa untuk meraih mimpi orang tuanya yang tidak tercapai.

Memang tidak ada penggaris mendarat di punggung dan bekas cubitan merah di paha, tapi fisik dan batin anak tertekan setiap hari. Luka yang dibuat tetap sama, hanya tempatnya saja yang berbeda. Tidak berlebihan kalau ini disebut neo-tiger parenting. Sebab, orang tua tetap memaksakan anak melampaui batas hanya untuk mengejar kebanggaan. Kebanggaan siapa? Ya orang tuanya lah.

Pada akhirnya, yang dialami anak jaman dulu dan sekarang ya sama. Kalau dulu badannya digebuk, sekarang batinnya yang diremuk. Jumlah les yang banyak dan harus ditempuh seorang anak tidak ubahnya digebuki tiap hari oleh kahanan. Saya sendiri nggak bisa bayangin andai saya masih sekolah di masa kini dan harus ikut banyak les tersebut. Meskipun saya mengalami masa di mana saya selalu dihajar orang tua, saya tetap yakin bahwa dipaksa mengikuti banyak kegiatan efeknya sama.

Selama hidup di Asia, kita bakal susah lepas dari kecenderungan menerapkan tiger parenting kepada anak. Bentuknya berubah, efeknya tetap sama. Bagi kalian yang berencana punya anak, pahami bahwa anakmu bukanlah perpanjangan tangan untuk meraih mimpimu.

Iklan

BACA JUGA Jokowi Polah, Kaesang Pangarep yang Kena: Derita Anak Bungsu dan artikel menarik lainnya di POJOKAN.

Terakhir diperbarui pada 19 Februari 2020 oleh

Tags: anakChinakonfusiustiger parenting
Rizky Prasetya

Rizky Prasetya

Redaktur Mojok. Hobi main game dan suka nulis otomotif.

Artikel Terkait

Jawa Tengah dan Fujian China kerja sama untuk penguatan sektor kelautan dan perikanan MOJOK.CO
Kilas

Kerja Sama Jawa Tengah dan Fujian China, Kuatkan Sektor Kelautan dan Perikanan

24 Juni 2025
ibu di upn jogja.MOJOK.CO
Catatan

Di Trotoar Dekat UPN Jogja, Seorang Ibu Setia Menanti Anak Lelakinya yang Hilang Sejak 13 Tahun Silam

20 Maret 2024
Pekerja Jogja Pilih Tak Mau Punya Anak Demi Hidup yang Tak Miskin MOJOK.CO
Ragam

Pekerja Jogja Pilih Tak Mau Punya Anak Demi Hidup yang Tak Miskin

17 Maret 2024
tk mahal di Jogja seharga honda beat.MOJOK.CO
Ragam

Biaya TK Swasta di Jogja Bisa Dapat 2 Honda BeAT, Orang Tua Pas-pasan Banting Tulang Demi Masukkan Anak

26 Januari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.