MOJOK.CO – Jutaan orang memendam perasaan dalam diam. Menyatakan cinta bagi mereka tidak pernah jadi perkara mudah. Tapi percayalah, sekali menyatakan maka kelegaannya lebih menyenangkan dari mabok kuaci.
Saat SMA, saya pernah menyukai kakak kelas. Ini tergolong hal yang sangat biasa yang dialami bocah remaja puber. Saya sudah jadi seorang pengagum rahasia alias secret admirer walau saya belum kenal betul dengan si kakak kelas yang namanya… hmmm jangan disebutkan karena dia sudah bahagia.
Seperti cinta lugu kebanyakan orang, memandanginya dari jauh sudah merupakan privilese yang membuat saya semangat. Berteman dengannya di Facebook sudah bikin saya jingkrak-jingkrak. Di tahun kedua, saya pernah mengorbankan diri jadi anak rajin dan mengikuti kelas olimpiade. Ya, karena ada dia. Saya tidak pernah menyangka akhirnya saya dapat nomor ponselnya. Pencapaian yang sangat indah bagi jiwa-jiwa cemen.
Mulai dari bertukar buku dan literatur, saya jadi tahu kalau si Mas ini hobi menggambar. Alamak, semua buku halaman kosong penuh dengan gambar. Gambar yang bagi si Mas ini coretan nggak berguna bagi saya justru sebuah cara untuk mengingatnya. Singkat cerita kami dekat dalam lingkar diskusi ngalor-ngidul dan dialah orang yang mengajari saya menyenangi film, sampai sekarang. Lewat dia saya berlatih membuat script, storyboard, dan merealisasikannya dalam gerak visual.
Tapi sudahlah, kami tidak berjodoh yang dan sampai sekarang saya tidak pernah menyatakan perasaan. Sesal memang tiada arti, uhuy. Tapi mau bagaimana lagi, kalau menyatakan sekarang saya takut dikira mencoba menciptakan prahara dalam rumah tangga orang. Lagi pula saya sudah tidak lagi berharap.
Perasaan seperti ini memang kelihatan konyol dan sepele. Tapi kenyataannya, ini bisa bertahan hingga bertahun-tahun lamanya. Saya dulu senang membuat tulisan bodoh dan puisi tentangnya. Saya menyebut si kakak kelas dengan panggilan “Fluks”. Karena bagi saya, dia adalah sebuah aliran deras yang terus-menerus menerjang tanpa dia pernah tahu.
Menyatakan cinta tidak pernah mudah. Saya lebih memilih belajar lagi tabel periodik yang membuat saya mantap masuk IPS ketimbang bilang jujur tentang perasaan. Bukan karena saya perempuan, tidak diperlukan indikator jenis kelamin untuk mengukur keberanian seseorang. Mau perempuan atau laki-laki, menyatakan cinta selalu jadi perkara rumit. Apalagi kalau si dia hanyalah seorang teman, bahkan seorang kenalan yang kehadirannya kita nikmati dari kejauhan.
Saya pernah kenal seorang yang paling bernyali dalam sejarah percintaan. Dia pernah nekat bilang suka pada seorang cowok saat mereka sedang piknikan rame-rame di pantai. Si cowok yang lagi main gitar seketika langsung berhenti dan diam agak lama. Kejadian ini memalukan memang, tapi tetap yang paling berani dalam versi menyatakan cinta. Padahal dia tahu cintanya tidak mungkin terbalas karena si cowok sudah punya pacar.
Intinya meski sulit, menyatakan cinta memang layak dicoba. Terutama bagi mereka yang sudah memendamnya terlalu lama. Apa tidak capek menutup-nutupinya terus? Kalau keadaannya sudah telanjur kayak saya nggak bakal ada kesempatan lagi loh. Yang dikejar adalah kelegaan setelah menyatakan, bisa saling memiliki itu bonus. Ya ketimbang baper pas reuni sekolah kelak kan.
Semoga tulisan saya yang satu ini nggak jadi gosip di grup Line alumni SMA.
BACA JUGA Nggak Usah Terbeli oleh Romantisme Jogja. Asline Biasa Wae, Lur atau artikel AJENG RIZKA lainnya.