MOJOK.CO – Terasa ada yang janggal dari permintaan maaf Sandiaga Uno setelah melangkahi makam Kiai Bisri Syansuri. Khusnudzon, begini cara memahaminya.
Ketika tidak ada adu ide yang menyenangkan untuk diikuti sepanjang kampanye Pilpres 2019, Sandiaga Uno menjadi sebuah oase. Oase hiburan, tentu saja, bukan pameran ide yang menarik, apalagi menggugah. Dimulai dari retorika tempe setipis atm, tempe sebesar tablet, petai jadi hiasan kepala, pameran keseimbangan di sebuah makam, dan yang terakhir: melangkahi makam.
Tak main-main, makam yang ia langkahi adalah makam Kiai Bisri Syansuri, salah satu pendiri Pondok Pesantren Denayar, Jombang yang legendaris itu. Kiai Bisri itu, kalau kamu masih belum tahu, adalah salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama. Nah, kalau Nahdlatul Ulama kan tidak perlu dijelaskan lagi.
Video Sandiaga Uno yang melangkahi makam Kiai Bisri tersebar secepat kilat. Di video tersebut, sebetulnya, juga terlihat Prabowo Subianto. Bedanya, Prabowo terlihat paham adab ziarah makam. Beliau melipir, memutar sedikit supaya tidak perlu melangkahi makam. Nah, si Sandiaga Uno, entah kesambet apa, mengayunkan kaki dengan ringan, melangkahi makam Kiai Bisri.
Apa ya Sandiaga Uno itu tidak pernah ziarah makam? Ya bisa jadi. Sebagai santri post Islamisme, tentunya Sandiaga Uno paham dengan adab dan sopan santun ketika ziarah makam. Gelarnya saja sudah santri. Lha wong yang bukan santri saja tahu betul kalau melangkahi makam itu perbuatan yang sangat tidak sopan. Ya kecuali gelarnya itu anu anu saja.
Ahmad Khadafi, salah satu redaktur Mojok menulis bahwa “Kesopanan itu jadi representasi paling dekat dengan akhlak. Kalau orang kok sopan santunnya nggak ada–masyarakat akan menilai orang ini bermasalah soal tingkah laku. Dan ketika yang melakukan sosok seperti Sandiaga, efeknya pun jadi berlipat ganda sampai ke mana-mana.”
“Satu hal yang jelas dari pemandangan itu: Sandiaga memang nggak biasa ziarah ke makam. Dan karena nggak biasa, ya dia nggak tahu. Yang saya herankan adalah, jika memang Sandiaga nggak biasa ke makam, kenapa dia nggak bertanya dulu ke tim suksesnya; apa saja sih adab dan sopan-santun kalau kita sedang ziarah? Ketidaktahuan yang malah benar-benar jadi bumerang,” lanjut Ahmad.
Masuk akal, bukan argumen dari Ahmad Khadafi? Nanti dulu.
Argumen Ahmad Khadafi ini dimentahkan secara telak. Oleh siapa? Ya Sandiaga Uno sendiri. Sebagai orang yang bersalah, sudah lazimnya meminta maaf. Tentu saja, permintaan maaf Sandiaga ini kita terima. Namun, tolonglah, bersabarlah dengan saya. Kita simak ucapan permintaan maaf Sandi.
“Pertama-tama, ya tentunya permohonan maaf. Manusia itu pasti ada khilaf. SAYA HAMPIR TIAP HARI ZIARAH KUBUR DAN SELALU ADA PEMANDUNYA. Tadi saya ziarah kubur juga ada pemandunya. Dan tanpa mau menyalahkan siapa-siapa, saya harus berani mengambil risiko bahwa ini kesalahan dari saya,” kata Sandiaga ketika diwawancara usai acara dialog dan ngopi bareng wirausaha milenial di Warkop 45 Jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru, Riau.
Tolong perhatikan betul penggalan kalimat yang ditulis kapital. “SAYA HAMPIR TIAP HARI ZIARAH KUBUR DAN SELALU ADA PEMANDUNYA.” Jadi, Sandiaga ini sangat rajin mengunjungi makam. Beliau bahkan bilang “hampir setiap hari”. Bisa kita bayangkan, setiap dua hari sekali, Bang Sandi datang ke makam. Hampir setiap hari, bung. Edan, sangat masuk akal. Selama ini Bung Sandi memang selow nampaknya. Selain kampanye, beliau rutin ke makam. Hobi kayaknya.
Nah, sebagai orang yang “hampir setiap hari” datang ke makam, kok bisa Bung Sandi khilaf melangkahi makam? Karena dilakukan setiap hari, seharusnya, beliau sudah khatam dengan adab dan sopan santun ziarah makam. Bahkan, tidak perlu pakai pemandu sekalian. Lha wong hampir setiap hari je.
Tapi baiknya, sebagai manusia dengan akal yang sehat, mari kita khusnudzon. Ada beberapa cara memahami permintaan maaf Sandiaga Uno yang sangat masuk akal ini.
Pertama, bisa jadi Bung Sandi ke makam buat cari wangsit. Maklum, sampai saat ini, elektabilitas Prabowo dan Sandiaga tertinggal agak jauh dari Jokowi/Ma’ruf Amin. Bisa jadi, saking penat isi kepala karena memikirkan elektabilitas, Sandiaga menjadi khilaf. Hmm…lumayan masuk akal.
Kedua, bisa jadi Bung Sandiaga Uno pakai aplikasi Go Send. Jadi, bukan Bung Sandi yang datang ke makam, tetapi “tanah makam” yang dibawa ke rumah Sandi untuk “didoakan”. Dengan begitu, Pak Sandi bisa “berziarah kubur hampir tiap hari”. Pakai tanpa petik biar kamu semua tahu kalau ini satir saja. Sekarang ini banyak yang susah memahami dan menertawakan sebuah guyonan.
Ketiga, bisa jadi Sandiaga Uno pakai yang namanya VR atau Virtual Reality. Pakai kacamata simulasi yang canggih itu. Namanya santri milenial, beliau memaksimalkan teknologi yang sophisticated. Simulasi ziarah kubur. Terdengar sangat keren. Sungguh revolusioner.
Well, pada akhirnya, ini mungkin saja, sih. Bung Sandiaga Uno perlu latihan berbicara di depan publik. Apalagi ketika situasi spontan, bukan ketika mau debat capres-cawapres saja. Biar nggak salah bicara dan bikin Mojok Institute girang karena dapat bahan tulisan.