MOJOK.CO – Kata-kata mengharukan Steve Blues Clues memang bikin fans banjir air mata saking rindunya kita. Halah, Dora The Explorer aja disia-siakan.
Cerita kemuakan saya dengan Dora The Explorer bermula ketika sedang ngemong adik sepupu yang ketika itu masih piyik. Ia begitu bersikeras pengin nonton televisi yang menampilkan Dora dan kawan-kawan sedang berpetualang, manjat pohon, cari pantai, tiba-tiba ada rubah pencuri. Udah gitu si adik sepupu ini setiap hari menontonnya, setiap hari. Kalau acara belum mulai, dia nggak mau makan. Kalau acara selesai, dia mau nonton lagi.
Yang bikin saya kesal sama Dora The Explorer adalah karena si bocah gembil ini cerewet betul. Sedikit-sedikit tanya peta, sedikit-sedikit tanya di mana pantainya, mana kalau ada pencuri, responsnya lemot banget , keburu harta bendanya satu ransel dicolong, baru sadar. Saya nggak bisa bohong, saya gemas. Suara Dora itu lho… melengking, cerewet banget. Ditambah ekspresi mukanya yang seolah kayak orang nggak ada salah. Lama-lama tayangan ini punya citra yang begitu annoying di kepala saya.
Setelah dewasa, Dora The Explorer jadi lelucon bocah-bocah sepantaran saya. Bahkan Dora versi ndugal-nya, terasa lebih believable bagi kami, rekan segenerasi. Lho kamu nggak tahu Dora versi ndugal? Nih, saya kasih tahu.
Lupakan dulu soal Dora. Kemarin, Steve Blues Clues “merusak” tren di internet karena kemunculannya dalam format bapak-bapak tengah menyapa semua penontonnya yang kini sudah seusia saya. Semua orang terharu, termasuk saya yang walau bukan fans berat Blues Clues saya turut terbawa nostalgia soal betapa cepat waktu berlalu.
“…we started out with clues and now it’s what? Student loans and jobs and families…
“…I guess I just wanted to say, that after all these years. I never forgot you. Ever.”
Ah, Bapack Steve bisa aja bikin terharu, Pack. Dulu nebak-nebak buah manggis, ikut berinteraksi memecahkan kasus bocah yang nggak seberapa misterius itu, lalu sekarang saya lagi berkutat sama masalah pekerjaan dan rencana berkeluarga yang belum kesampaian juga. Menyaksikan Steve Blues Clues ngomong begitu, rasanya kayak ketemu kawan lama yang sempat hilang nggak ada kabar. Kemudian dia datang dengan kata-kata yang begitu menyentuh dan bilang kalau dia nggak pernah lupa saat-saat menyenangkan dulu. Rasanya lengan ini ingin saya bentangkan jauh sampai Amerika buat memeluk Bapack Steve, makasih sudah membawakan tayangan detektif ala-ala Blues Clues.
Sebentar….
Kalau dipikir-pikir, saya kok jadi agak bias nih. Saya begitu respek sama Blues Clues, tapi benci banget sama Dora. Maaf ya, Sis Dora, tapi memang inilah yang saya rasakan. Padahal keduanya adalah tayangan yang punya struktur sama. Sebuah tayangan edukasi anak prasekolah yang dibalut dengan dialog-dialog interaktif. Baik Blues Clues maupun Dora The Explorer, keduanya pakai pengulangan untuk memperkuat pembelajaran. Memancing nalar bocah untuk turut terlibat dalam pemecahan masalah. Blues Clues pernah jadi tayangan favorit anak dan menang penghargaan sana-sini. Ia pernah dinobatkan jadi tayangan paling banyak disukai anak-anak sampai pada 2011, Dora The Explorer memecahkan rekor mereka. Ah…!
Saya, dan sebagian dari kamu, yakin betul lebih senang nonton Blues Clues ketimbang Dora. Sampai banyak rumor dan teori konspirasi yang beredar setelah Steve nggak lagi memandu acara Blues Clues. Ada yang bilang Steve meninggal juga, beneran deh. Sayangnya semua jenis overthinking netizen terhadap Steve dan Blues Clues ditepis dengan epik. Steve pergi dari tayangan ini ya memang karena sudah saatnya. Blio pengin meneruskan hidup, kuliah, menjalani hidup selayaknya warga negara Amerika, dan cari duit lebih banyak. Kita nggak bisa selamanya lihat muka Steve di Blues Clues karena blio juga menua. Tayangan ini ditujukan untuk anak-anak dan sudah saatnya kru serta aktornya regenerasi. Sesimpel itu. Steve meninggalkan Blues Clues karena memang sudah saatnya dia pergi. Yang penting, kembalinya blio dengan kata-kata teduh bikin kita penuh kelegaan.
Kita begitu mencintai Blues Clues sampai nggak sadar kita begitu sentimen ketika tayangan serupa yang menggantikannya adalah Dora The Explorer. Sayangnya, kecintaan dan kebencian kita terhadap keduanya hanyalah sebuah isu generasi.
Kita tumbuh bersama Blues Clues dengan segala format visualnya yang begitu. Sedangkan sebagian dari generasi setelah kita, lebih akrab dengan Dora The Explorer yang sepenuhnya animasi. Keduanya nggak bisa dibandingkan sisi demi sisi karena usia audiens ketika menonton sudah tak lagi sama. Udah beda target generasi. Skeptis sama Dora adalah hal yang wajar karena kita bukan lagi anak-anak usia prasekolah yang butuh hiburan begitu. Sedangkan bocah kayak sepupu saya tadi juga bakal mencak-mencak kalau nonton Blues Clues. Mereka mungkin bakal merasa aneh kenapa ada manusia ngobrol sama kartun dan kenapa setting-nya di rumah, nggak di hutan-hutan, nggak di pantai kayak Dora The Explorer. Ini memang murni masalah generasi.
Jadi, sembari kita nostalgia dan belajar move on dari Blues Clues, biarkanlah adik-adikmu, sepupumu, anak tetangga, dan bocah-bocah lainnya nonton Dora The Explorer. Lha ketimbang mereka nontonin seleb TikTok joget nggak jelas di televisi, nggak ada faedahnya juga kan.
BACA JUGA Larva, Kartun Tanpa Kata-kata Asal Korea yang Selalu Bikin Ketawa atau artikel AJENG RIZKA lainnya.