Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Kenapa Bilang “Aku Pengin Mati” Padahal Jokes Bunuh Diri Itu Nggak Lucu?

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
17 Februari 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kalimat “Aku pengin mati” seolah normal-normal saja di tengah society, baik untuk dituliskan di media sosial atau diucapkan secara langsung. Duh!

Di bangku SMA, seorang laki-laki menelepon saya. Saya terkejut setengah mati waktu laki-laki yang menelepon ini, kakak dari seorang kawan—namanya Lita—memberi tahu bahwa Lita baru saja masuk rumah sakit karena upaya bunuh diri. Kabarnya, beberapa hari terakhir, ia tak mau keluar kamar dan menolak makan.

“Aku kira dia baik-baik saja. Aku dengar dia suka menelepon seseorang. Itu kamu?”

“Iya,” jawab saya, gemetaran. Lita selalu menelepon untuk bercerita tentang betapa jahatnya hidup padanya saat itu. Usianya masih belia—kelas 9 SMP—tapi sudah terlibat dalam hubungan abusive dengan pacarnya.

“Kemarin siang aku nggak dengar apa-apa. Aku dobrak saja pintunya dan tangannya sudah berdarah,” tambah laki-laki di ujung telepon, setelah saya bertanya lagi apa yang terjadi.

Beberapa kali, Lita berkata, “Aku pengin mati,” dan secara mati-matian pula saya membesarkan hatinya untuk tidak benar-benar melakukan hal tersebut. Kami tidak berada di kota yang sama, jadi satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah menemaninya lewat telepon.

Saya ingat, patah hati saya tahun lalu juga sangat mengguncang jiwa, sampai-sampai yang bisa saya katakan selama beberapa hari hanyalah, “Aku pengin mati, beneran, aku pengin mati,” sambil menolak makanan apa pun yang disodorkan kawan saya. Dan, saya mengatakannya sepenuh hati—saya merasa bahwa mati adalah cara terbaik untuk mengakhiri penderitaan.

Lita, saya, dan banyak orang lain di luar sana memang pernah merasakan itu: jatuh di lorong gelap yang seperti tanpa ujung dan tidak ada harapan untuk bangkit. Meski banyak orang bersedia datang membantu, kami merasa tak ada tali untuk dipanjat keluar dari jurang. Pada titik ini, mati terasa jauh lebih masuk akal daripada melanjutkan hidup yang penuh sakit hati.

Tidak perlu patah hati untuk menjadi rapuh dan sekelam itu. Di luar sana, kalau kita mau membuka mata, ada banyak kasus depresi yang mendorong orang merasa ingin mati. Masih ingat kasus bunuh diri member SHINee, Jonghyun, kan? Atau, General Manager JKT48, Jiro-san?

Naaaah, masalahnya, sekarang ini, kalimat “Aku pengin mati” seolah menjadi santapan yang normal-normal saja di tengah society, baik untuk dituliskan di media sosial atau diucapkan secara langsung. Capek kuliah, langsung pengin mati. Nggak bisa nonton konser Blackpink, langsung pengin mati. Gebetan nggak balas chat, pengin mati juga.

Maksud saya, bukankah perasaan “ingin mati” itu candaan yang sama sekali nggak enteng dan lucu?

Sebuah penelitian dari The American Foundation for Suicide Prevention menyebutkan bahwa ada 117 orang mati bunuh diri setiap harinya. Selain itu, ada pula 25 kasus percobaan bunuh diri yang terjadi pada masa yang bersamaan.

Angka di atas menunjukkan bahwa setiap harinya, ada banyak sekali orang terdampak dengan fenomena bunuh diri. Hal ini pun mulai menjadi sorotan di Indonesia. Beberapa minggu lalu, misalnya, lini masa dikejutkan oleh kasus bunuh diri seorang netizen yang diketahui menuliskan kesedihannya di akun Twitternya.

Kesehatan mental dan bunuh diri sering kali menjadi topik yang tak populer untuk dibicarakan. Rasanya, perbincangan tentang hal tersebut adalah sesuatu yang tabu dan mengerikan, sampai-sampai lebih baik disembunyikan dalam-dalam, padahal bisa saja beberapa di antara kita butuh berkomunikasi lebih jauh.

Iklan

Riskannya bunuh diri dari keadaan “Aku pengin mati” bagi orang-orang yang berada dalam masa-masa depresi atau kesehatan mental yang tidak stabil mestinya membuat kita jadi paham bahwa jokes bunuh diri tak punya nilai lucu sama sekali.

Apa, coba, manfaatnya mengeluh dan bilang “ingin mati” cuma karena artis idolamu digosipkan pacaran sama model??? Apa pula faedahnya ngomel-ngomel dan bilang “pengin mati” waktu kamu kehabisan tiket nonton premiere film yang sudah lama kamu incar???

Pada taraf yang lebih jahat, ada juga orang-orang yang tega melempar jokes-nya ke orang lain dengan bunyi semacam, “Aneh banget, sih, kamu. Mati aja sanah” dan sebagainya. Duh, memangnya kamu sudah benar-benar memahami kondisi psikis si penerima jokes-mu kalau dilempar kalimat seperti itu??? Apakah itu bijaksana, hey, Manusia-manusia budiman???

Ingat mati memang perlu, tapi, FYI aja, merasa ingin mati hanya karena lelah pada hal-hal sepele, atau menyuruh orang mati hanya karena cara pandangnya berbeda dengan kita (hah, kita???), sungguh menjengkelkan untuk didengar.

Maksud saya—memangnya kamu sudah tahu rasanya kehilangan orang terdekat karena kematian??? Hmm??? Sudah belum???

Kalau belum, biar saya beri tahu: rasanya sakit sekali.

Jadi, yaah, daripada melestarikan rasa sakit hanya karena jokes yang tidak lucu dan bisa berpotensi mendorong orang lain untuk benar-benar bunuh diri, kenapa tidak mengunci mulut dari kata-kata sampah semacam itu? Plus, kalau kamu lagi capek banget sampai umub, alih-alih menekankan diri untuk “merasa ingin mati”, kenapa kamu tidak mengalihkannya ke hal lain??? Misalnya, ingin… ingin menikah, gitu???

Yah, paling-paling nanti kamu juga tetap bakal diceramahi—ceramah soal rintangan-rintangan hidup yang menanti selepas ijab kabul. Mamam~

Terakhir diperbarui pada 12 Agustus 2021 oleh

Tags: aku pengen matidepresiingin bunuh diriingin menikahjokes bunuh dirikesehatan mental
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

Program PIJAR sebagai upaya Pemerintah Kota Semarang atasi persoalan gangguan kesehatan mental remaja MOJOK.CO
Kilas

PIJAR: Gerakan agar Para Remaja di Semarang Tak Merasa Sendirian, Biar Tak Alami Gangguan Kesehatan Mental

15 Oktober 2025
Para pembicara di “Sarasehan” dengan tajuk Generasi Emas: Mengenal Akar Kenakalan Remaja dan Solusinya yang diadakan oleh Al Kahfi Cabang Surabaya 3. MOJOK.CO
Kilas

Miris Melihat Remaja Terjerumus dalam Jurang “Kegelapan”, Yayasan Al Kahfi Ajak Ratusan Pelajar SMA Surabaya Menemukan Jati Diri

13 Agustus 2025
Teman Manusia Jogja ajak menengok anak kecil dalam diri kita yang dewasa MOJOK.CO
Kilas

Teman Manusia Jogja Ajak Tengok Anak Kecil dalam Diri Dewasa Kita, Tanggalkan Beban untuk Lebih Kuat Jalani Kehidupan

23 Juli 2025
Lulus dari UAD, Jogja pindah ke Bangka untuk bangun karier sebagai psikolog. MOJOK.CO
Sosok

Jogja bikin Saya Sadar “Kebobrokan” di Kampung Halaman hingga Punya Motivasi untuk Membangun Karier sebagai Psikolog

30 Mei 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.