MOJOK.CO – SKCK yang bersih atau tidak pernah dipenjara bukan jaminan rekam jejak hukummu bersih. Bisa jadi kamu sudah pernah jadi terpidana di usia belasan.
Mengapa bisa demikian?
Karena sejumlah pelanggaran aturan lalu lintas tergolong tindak pidana ringan. Dengan kata lain, jika kamu pernah ditilang dan pernah ngambil SIM/STNK/kendaraan bermotor yang ditahan di pengadilan negeri, kamu adalah mantan terpidana.
Memang, dalam hukum lalu lintas, ada dua jenis pidana, yakni tindak pidana pelanggaran dan tindak pidana ringan.
Perbedaan tindak pidana pelanggaran dibanding tindak pidana ringan, yang pertama tidak ada ancaman hukuman penjara, sedangkan yang kedua diancam hukuman pidana penjara (atau bahasa undang-undangnya, “hukuman kurungan”) maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp75 juta. Terima kasih Hukum Online sudah bikin saya jadi pintar hukum.
Beberapa penyebab tilang lalu lintas yang paling sering terjadi, misalnya:
Pertama, tidak dapat menunjukkan SIM (bodo amat deh SIM-nya ketinggalan di rumah kek, kebawa mantan dan nggak berani ngambil kek). Menurut UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, keteledoran ini diancam pidana kurungan 1 bulan dan/atau denda maksimal Rp250 ribu.
Kedua, tidak punya SIM. Ini lebih parah ancaman hukumannya. Kata UU yang sama di Pasal 281, hukumannya penjara 4 bulan dan/atau denda maksimal Rp1 juta. Njir, ngeri ya.
Ketiga, kalau itu kendaraan nggak punya STNK, ancaman pidananya 2 bulan penjara atau denda Rp500 ribu. Seandainya pas razia, STNK sih ada tapi ketinggalan (alasan yang paling sering dipakai), ancamannya 1 bulan penjara dan/atau denda Rp250 ribu.
Lanjutannya masih panjang. Ngelanggar rambu? Dua bulan penjara atau denda Rp500 ribu. Nerobos lampu merah? Sama.
Deretan perbuatan melanggar aturan lalu lintas lain yang diancam penjara dan/atau denda uang antara lain: nggak pake pelat nomor; tidak mematuhi arahan polantas; nggak pake spion; nggak pake helm; lampu mati; sen mati; speedometer mati; nyetir sambil mabuk; nyetir sambil berantem dengan pacar sehingga tidak konsen mengemudi; nggak pake sabuk pengaman; merusak/mengganggu fungsi jalan; mengganggu fungsi rambu, marka, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan… banyak banget pokoknya.
Tapi yang kita juga perlu tahu, pemerintah yang nggak becus bikin jalan juga bisa dilaporkan ke polisi sebagai perbuatan melanggar hukum. Sebab, menurut UU LLAJ Pasal 273, penyelenggara jalan uang tidak segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak sehingga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas bisa dipidana…
- penjara 6 bulan atau denda maksimal Rp12 juta jika ada korban luka ringan/kerusakaan kendaraan dan/atau barang;
- penjara 1 tahun atau denda maksimal Rp24 juta jika ada korban luka berat;
- penjara 5 tahun atau denda maksimal Rp120 juta jika ada korban meninggal.
Lalu siapa yang dilaporkan? Tergantung lokasi jalan. Jika terjadi di jalan nasional, pihak yang dilaporkan adalah pemerintah pusat. Jika di jalan provinsi, pemerintah provinsi. Jika di jalan kabupaten, pemerintah kabupaten. Dan jika di jalanan kota, pemerintah kota.
Walau jutaan orang Indonesia tidak menyadari mereka pernah jadi terpidana, mereka tetap harus tahu bahwa melakukan tindak pidana tidak berarti bakal langsung ditahan (yang mana “ditahan” beda dari “dipenjara”). Seorang tersangka (orang yang baru disangka melakukan kejahatan tapi belum terbukti) baru bisa ditahan jika dugaan perbuatannya itu diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau lebih.
Sekian penjelasan dari Mojok.co rasa Hukum Online sore ini.
BACA JUGA Profesor Hukum Ditilang Polisi: Tak Seorang pun Mau Dipermalukan di Ruang Publik atau artikel apalah-apalah lainnya di rubrik POJOKAN.