MOJOK.CO – Mentang-mentang golongan darahnya golongan darah A, orang-orang ini pun bagai terobsesi mendapat nilai A di semua lini kehidupan. Duh!
Kamar saya berantakan penuh kertas laporan suatu hari. Tugas kuliah kadang-kadang memang menjengkelkan, tapi harus tetap dikerjakan. Demi kesempatan mendapat gelar di masa depan, saya mengerjakan semua detail laporan secara teliti satu per satu.
Saya selesai mengerjakan laporan dalam beberapa jam. Apa? Kelamaan? Wah, sepertinya kamu nggak tahu kalau orang di samping saya—teman sekelas saya—baru selesai mengerjakan tugas berjam-jam setelah saya tinggal makan, tidur, salat, makan, tidur, nyuci motor, pindah kosan, dan lain-lain.
[!!!!!11!!!!1!!!!]
Bukan, teman saya tadi—sebut saja namanya Anggrek—bukan termasuk orang yang daya berpikirnya lemah. Sebaliknya, ia cerdas setengah mati dan pasti bisa menyelesaikan soal sesulit apa pun sambil bersin.
Hal yang membuatnya perlu menghabiskan waktu sampai 30 tahun lama sekali hanya demi menyelesaikan tugasnya adalah—tidak lain dan tidak bukan…
…sisi perfeksionis dalam dirinya sendiri!!!!1!!11!!
Jadi, Saudara-saudara, selama 30 tahun tadi mengerjakan tugasnya, Anggrek ternyata terus-terusan memperbaiki apa yang ia rasa salah dari pekerjaannya: teori A, teori B, judul buku referensi, bahkan hal-hal paling remeh sekalipun, seperti huruf “t” yang garisnya terlalu pendek, caranya menulis huruf “k” saat disambung dengan huruf lain, atau garis yang tidak lurus di kertas folionya.
“Aku rasa, nilaiku bakal jelek, deh, Li,” begitu katanya suatu hari, saat kami selesai mengerjakan kuis di kampus. Seharian, dia uring-uringan karena kepikiran jawaban nomor 9 yang menurutnya agak aneh, lalu merutuki dirinya sendiri karena bakal dapat nilai jelek. Dua hari kemudian, Bu Dosen kembali mengajar sambil membagikan hasil kuis.
Anggrek mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Di DHS pun, nilainya tercatat A. Anggrek senyum-senyum cantik. Saya gondok setengah mati.
Maksud saya, kenapa sih Anggrek harus bersikap seperfeksionis itu dari dulu??? Apakah ia terobsesi mendapatkan nilai A dalam hal apa pun sebagaimana … golongan darahnya???
Ya, ya, ya, Pemirsa sekalian: Anggrek dalam kisah di atas adalah manusia dengan golongan darah A. Seperti penilaian di manapun yang menggunakan standar A, B, C, D, E, bahkan K, huruf A biasanya melambangkan nilai yang sempurna, tertinggi, dan tanpa cacat. Setelah saya pikir-pikir lagi, kayaknya ini cocok banget gila anjir af sama karakter si Anggrek yang maunya apa-apa paling benar dan sesuai pada tempatnya, persis kayak nasihat Bu Guru soal buang sampah.
TapI, meskipun Anggrek—dan jutaan orang dengan golongan darah A lainnya—bisa senyum-senyum dan merasa bahagia tiap kali mendapatkan hal-hal sempurna, ada juga setumpuk orang yang geleng-geleng kepala memandanginya—kadang-kadang sambil ngempet pengin jitak. Ha gimana lagi—mereka itu kalau mikir suka ke mana-mana dan super-overthinking duluan!
Kunci motor Anggrek pernah hilang dan dia panik setengah mati. Kami menghabiskan lama cuma untuk bolak-balik antarkelas dan menemani dia membongkar tasnya yang isinya ngalah-ngalahin keperluan rumah tangga 1 RT—gede banget. Saya mencoba menawarkan diri memeriksa isi tasnya, tapi Anggrek menggeleng dan meneruskan mencari kunci dalam tasnya.
Ah, saya lupa—dia cuma percaya pada dirinya sendiri, seperti tipikal orang golongan darah A lainnya.
Lalu, apakah akhirnya kuncinya ketemu? Iya, setelah hampir satu jam, ia baru menyadari kuncinya ada di kantong sisi kiri tasnya.
Anggrek dan kerja kelompok bukanlah paduan yang tepat. Sebagai orang golongan darah A yang kebanyakan mikir, ia sering bersikap berlebihan, misalnya mengkhawatirkan template Power Point dan efek animasi setiap barisnya, siapa yang bertugas jadi moderator, bagaimana kalau kami nggak bisa menjawab pertanyaan dari peserta, dan bahkan—kalau perlu—ia akan membuat naskah dialog yang harus kami ucapkan saat hari presentasi tiba agar semuanya berjalan lancar.
Iya, anak golongan darah A memang sukanya sok-sok ngerencanain gitu, tuh. Bagus, sih; kalau masalah presentasi aja direncanakan sampai detail, apalagi rencana masa depan, ya, kan? #eh.
Saking sukanya berencana dan banyak mikir, anak golongan darah A seperti Anggrek ini kadang menjadi orang yang sensitifnya ngalah-ngalahin orang berzodiak Pisces. Cuma karena temannya nggak sengaja nggak menyebut namanya saat sedang menyapa, Anggrek bisa langsung muram seharian penuh karena merasa dirinya tak diingat siapa-siapa di dunia ini. Merasa tidak pantas dikenang. Merasa tak berkawan. Kesepian. Ditinggalkan. Hadeeeh!!!
Yaaah, berteman dengan Anggrek yang karakter golongan darah A-nya kadang-kadang cukup annoying ini memang sedikit mengesalkan, apalagi kalau dia sudah mulai panik dan mikirin kata-kata orang. Saya nggak kebayang kalau si Anggrek jadi selebgram—bisa-bisa tiap bulan dia menjual dan membeli akunnya sendiri kayak Awkarin waktu dulu itu, dengan tujuan “menjadi diri yang baru” saking nggak kuatnya sama hujatan netizen.
Tapi, yah, karena Anggrek baik, harus saya akui tipe darah A yang ia miliki juga punya pengaruh yang menyenangkan: ia tempat curhat yang bisa diandalkan dan sangat setia kawan.
Setengah tahun lalu, saya berada pada titik terendah dalam hidup dan refleks menulis pesan untuknya di WhatsApp: “I just broke up.”
Kurang dari semenit, Anggrek menuliskan balasan, “Besok aku ke sana,” tanpa basa-basi bertanya apakah saya baik-baik saja (karena dia tahu saya tidak baik-baik saja), bahkan jika itu berarti dia harus menempuh perjalanan dari Semarang ke Jogja naik bus yang terkadang membuatnya mabuk darat.
Ah, golongan darah A. Kamu nyebelin, tapi mana bisa, sih, kita hidup tanpa kamu? Eaaa~