Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Ejekan Rasialis ‘Monyet’ Menjadi Alat Perlawanan Minke-Minke Abad 21

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
19 Agustus 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Ejekan rasialis ke orang Papua malah jadi senjata makan tuan.

“Kami dipandang monyet. Dan monyet-monyet itu akan segera turun ke jalan.”

Buah pisang merupakan salah satu simbol ejekan rasialis paling universal. Tak perlu banyak kata-kata, tak perlu banyak argumentasi, cukup lemparkan satu buah pisang maka kamu sudah bisa melakukan ejekan rasialis paling sadis yang bisa kamu harapkan.

Itulah yang dilakukan suporter Villareal pada malam 27 April 2014. Melempar pisang ke arah Dani Alves di sudut lapangan Stadion El Madriga. Alih-alih mengamuk, Dani Alves terlihat santai, tidak ada respons yang diharapkan

Padahal silogisme dari lemparan pisang itu tak jauh-jauh dari ini: Dani Alves berkulit gelap, dia layak kalau makan pisang, karena pisang adalah makanan monyet.

Dani Alves tak mungkin tak paham. Si pelempar pisang memang sedang memancing emosinya. Merusak konsentrasinya. Kalau Dani Alves mengamuk karena merasa dilecehkan lalu sampai memboikot pertandingan, misi si pelempar pisang sukses besar.

Uniknya, Alves malah mendatangi buah pisang tersebut. Bukan, bukan untuk dilempar balik ke tribun penonton atau marah-marah. Dengan enteng Alves memakannya dengan lahap. Seolah mengejek balik si pelempar pisang, “Memang kenapa kalau saya doyan pisang? Pisang itu bagus untuk atlet seperti saya.”

Tak selang berapa lama, Alves langsung mengeksekusi tendangan sudut dan membantu kemenangan Barcelona atas Villareal dalam pertandingan tersebut. Semuanya berakhir dengan menggembirakan. Si tukang rasis mendapatkan kekalahan tim jagoannya. Hukuman bagi Villarreal pun datang dari Federasi Liga Spanyol.

“Menurutku, sikap negatif harus dibalas dengan sikap positif. Itu menciptakan perbedaan dibanding membalas (perilaku rasial) dengan cara lain,” kata Alves setelah aksi luar biasanya itu.

Perasaan dongkol suporter Vilarreal itu ternyata juga sedang mendera banyak warga Indonesia saat ini. Lima tahun sejak kejadian Dani Alves, kita sebagai orang Indonesia patut khawatir. Terlebih mereka yang punya sikap rasial terhadap saudara-saudara Papua.

Di tengah-tengah kepungan aparat keamanan, ormas, dan warga di Asrama Papua Surabaya pada Jumat (16/8), teriakan rasialis muncul menyakiti gendang telinga. Saat sudah menyerah, mahasiswa asal Papua digelanggang ke Mapolres Surabaya karena kasus yang tidak terkonfirmasi kebenarannya.

Polisi mulai pada nongol di berita, mereka bilang makian2 rasial kemarin itu hoaks pic.twitter.com/7otOyls185

— Bhagavad Sambadha (@fullmoonfolks) August 19, 2019

Hanya berdasarkan dari sebuah video yang tersebar melalui grup WhatsApp, sekelompok ormas mengepung asrama mahasiswa Papua Barat di Surabaya. Para mahasiswa di asrama tersebut dituduh melakukan pelecehan terhadap bendera merah putih pada Hari Kemerdekaan Indonesia.

Iklan

Tidak main-main, selain dikepung ormas, 43 mahasiswa Papua di dalamnya juga ditembak gas air mata berkali-kali. Sampai kemudian puluhan mahasiswa Papua ini menyerahkan diri. Sebelum menyerahkan diri itulah kemudian terdengar kalimat menyakitkan dari arah massa.

“Anjing! Babi! Monyet! Keluar lu kalau berani! Hadapi kami di depan!” Itu belum ditambah lima mahasiswa yang terluka karena serangan aparat ke dalam asrama.

Meski akhirnya mahasiswa-mahasiswa Papua ini tak ditahan dan dikembalikan lagi ke asrama, tak pelak, respons ejekan rasialis itu menyebar ke mana-mana. Dan bukannya takut atau menyerah, beberapa aktivis Papua menggunakan ejekan ini sebagai senjata baru yang jauh lebih dahsyat.

“Kami dipandang monyet. Dan monyet-monyet itu akan segera turun ke jalan. Anda yang merasa harga diri hancur segera gabung.” Tentu dengan pesan provokatif selanjutnya, “Kita akan desak Indonesia tinggalkan kami.” Ini belum dengan poster lain seperti, “Bersatulah monyet-monyet, lawan bangsa manusia yang menjajah!”

Zen RS, dalam tulisannya “Melawan Rasialisme dengan Mimikri”, pernah memandang bahwa cara Dani Alves yang memakan pisang sebagai simbol ejekan rasialis di atas tadi merupakan wujud nyata konsep “mimikri” dari teoritikus poskolonialisme dari India, Homi K. Bhaba.

Pada kasus Alves, dia tidak tunduk dengan sematan simbol pisang sebagai makanan monyet. Alves cuek saja, dan memilih memakannya. Melakukan mimikri terhadap si pengejek, tapi sebenarnya sedang melakukan perlawanan.

Setali tiga uang, mimikri yang dilakukan aktivis Papua ini juga muncul dari penggunaan kata “monyet” yang mereka pakai sendiri. Digunakan dalam rangka konsolidasi massa, bahkan digunakan berkali-kali di poster-poster aksi.

Mereka menyesuaikan dengan stigma buruk yang dilekatkan secara semena-mena. Alih-alih menyerah dengan ejekan tersebut, ejekan “monyet” justru menjadi pesan yang punya daya kejut tak main-main.

Senjata yang “diberikan” oleh para tukang rasis itu mendapatkan balasannya pada Senin Pagi (19/08/2019). Kerusuhan muncul di Manokwari, Ibu Kota Provinsi Papua Barat. Kobaran api dan asap hitam menghias awan-awan perlawan warga Papua di atas Gedung DPRD Makowari. Sebuah reaksi kemarahan karena perilaku rasialis yang terjadi di Surabaya.

Besok, anak-anak muda Papua bakal turun ke jalan untuk aksi damai. Mereka namakan aksi mereka: Monyet Aksi. Mereka akan menjadikan ‘monyet’ sebagai simbol perlawanan. Kok gw merinding ya, semoga gak ada yang terluka. Semoga gak ada wartawan yang diciduk, terutama wartawan OAP. pic.twitter.com/p6RkutyEYT

— febriana firdaus (@febrofirdaus) August 18, 2019

Apa yang dilakukan saudara-saudara Papua ini memang jauh lebih ekstrem ketimbang cara Dani Alves melawan suporter Villareal. Tapi semangat kedua tak jauh-jauh amat. Ketika Dani Alves tidak masalah memakan pisang yang dilemparkan kepadanya, di sisi yang sama aktivis Papua tak masalah pula mendapatkan senjata cuma-cuma dari para pengejeknya dengan kata “monyet”-nya.

Menjadi aneh tentu saja kalau ejekan rasialis ini muncul di negeri seperti Indonesia. Sebab, kalau melihat ke belakang, masyarakat yang mengejek seperti kita ini sebenarnya juga punya pengalaman yang sama traumatisnya dengan perilaku rasial—setidaknya hampir satu abad yang lalu.

Kita bisa berkaca pada wujud Tirto Adhi Soerjo, seorang pribumi Jawa tokoh pers nasional, yang digambarkan ke dalam karakter bernama “Minke” oleh Pramoedya Ananta Toer dalam Bumi Manusia.

Apa pengejek “monyet” ini tahu kalau nama Minke diambil dari kata “monkey” oleh Pram, karena orang-orang peranakan Eropa sering mengejek “monkey” kepada pribumi? Apa pengejek “monyet” ini tak tahu kalau hampir satu abad lalu nenek moyang kita juga pernah mendapatkan ejekan serupa?

Lalu oleh Pram, perlawanan ini dinarasikan dengan cara “mimikri” Homi K. Bhaba. Seolah tunduk pada stigma, padahal itu bagian dari cara melawan dengan sebaik-baiknya, dengan sehormat-hormatnya. Bahkan pihak yang dilawan pun tak sadar kalau sedang diejek balik. Sampai-sampai akhirnya menjadi embrio kemerdekaan Indonesia bertahun-tahun setelahnya.

Ironisnya, pengalaman traumatis tersebut malah digunakan kembali belakangan ini. Bukan untuk siapa-siapa, tapi digunakan untuk menyerang saudara sendiri. Sambil tetap harap-harap cemas, kalau saudara yang sudah diejek ini tetap mau jadi satu bangsa, meski sudah dikatai “monyet” sedemikian rupa oleh Minke-Minke Indonesia abad ke-21.

Terakhir diperbarui pada 19 Agustus 2019 oleh

Tags: Homi K. BhabamimikriMinkePapuapramrasial
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Rugi Buka SPBU di Papua? DPR Bisanya Cuma Omong Kosong MOJOK.CO
Esai

Rugi Buka SPBU di Papua? Kalau DPR Menantang, Korporasi Bisa Menantang Balik karena DPR Cuma Bisa Melempar Retorika

3 Oktober 2025
Sejarah Indonesia Berisi Kekerasan dan Negara Paksa Kita Lupa MOJOK.CO
Esai

Sejarah Indonesia Berisi Luka yang Diwariskan dan Negara Memaksa Kita untuk Melupakan Jejak kekerasan itu

30 September 2025
Raja Ampat, Amazon Laut Papua Rusak karena Tambang Nikel MOJOK.CO
Esai

Anak Muda Raja Ampat Menantang Tambang Nikel: Ketika Tambang Nikel Merusak Amazon Laut Milik Rakyat Dunia

5 Juni 2025
Ketika Negara Membungkam: Fakta Kelam Peristiwa Genosida Papua 1977
Video

Ketika Negara Membungkam: Fakta Kelam Peristiwa Genosida Papua 1977

3 Mei 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.