ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Pojokan

Butuh Pembenaran kalau UU KPK Memang Perlu Revisi? Kayak Gini Argumennya

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
18 September 2019
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Memang kenapa sih kalau DPR RI ngebut mengesahkan revisi UU KPK? Kenapa seolah-olah DPR kayak dimusuhi banget gitu sih? Suudzon semua pasti ini.

Alhamdulillah. Setelah melalui waktu 15 hari yang singkat dan penuh dengan sentimen negatif dari publik, akhirnya DPR RI bersama Pemerintah berhasil mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan cukup paripurna saat Sidang Paripurna.

Sejak tanggal 3 September 2019, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar dua rapat tentang revisi UU MD3 dan UU KPK. Lalu setelah revisi ini disepakati di Baleg, DPR melanjutkan untuk menggelar rapat revisi UU KPK menjadi RUU Inisiatif DPR pada 5 September 2019.

Melansir dari laporan Tirto, rapat ini hanya berlangsung selama 20 menit dengan semua anggota DPR (hanya 70-an orang), dan semua anggota DPR langsung menyatakan “setuju”. Tak sampai seminggu kemudian, draf revisi UU KPK ini sudah sampai ke Presiden Jokowi. Lalu semua begitu cepat diproses sampai akhirnya revisi ini diketok palu pada 16  September 2019.

Semua dilakukan dengan cepat, sedikit transparan, dan tak perlu melibatkan pihak KPK sama sekali. Benar-benar sebuah terobosan revolusioner.

Masalahnya, sentimen negatif langsung muncul dari publik berhari-hari ini. Mengingat ada dugaan bahwa revisi UU KPK ini merupakan bentuk pelemahan. Lho, lho, ente semua jangan ngomong sembarangan ya. Revisi ini dilakukan dengan penuh kesadaran dan hati nurani. Semata-mata agar KPK makin kuat ke depannya.

Ini kan udah sesuai dengan pepatah kita sejak lama, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Dengan bergabungnya KPK menjadi Lembaga Eksekutif di bawah Dewan Pengawas. DPR dan KPK akan semakin akrab dan punya kemistri ke depannya. Aksi-aksi pencegahan akan bisa diperkuat ketimbang aksi tangkap tangan.

Makanya itu, kalau udah diawasi begini kan jadi adem nanti. Dewan Pengawas yang ditunjuk Presiden bisa tahu KPK lagi mengawasi siapa. Nggak jadi OTT deh. Dicegah deh akhirnya status koruptornya.

Kalau menurut laporan dari KataData, dari 2004 sampai September 2018, KPK memang dikenal galak sekali sama DPR RI. Jadi kedua lembaga ini memang harus “didamaikan”. Lha gimana? Tercatat ada sampai 229 anggota DPR dan DPRD yang terciduk KPK karena kasus korupsi dan suap. FYI aja sih, itu angka yang paling banyak di antara oknum lembaga negara lainnya sih.

Jadi, udah deh, jangan suudzon dulu sama DPR RI. Mereka ini sudah bekerja mati-matian. Coba bayangkan, mereka kerja cepat hanya dalam 15 hari untuk mengesahkan revisi UU KPK. Ini jelas sebuah capaian yang patut diapresiasi. Bahkan saking cepetnya, publik sampai belum bisa merespons dengan argumentasi yang proposional untuk melawan.

Pantes lah kalau publik pembela KPK layak dikatain, “Ealah, kalian aja belum baca isi drafnya. Belum meneliti detail isi draf UU KPK-nya kok.” Ya gimana bisa baca dan mengkaji kalau waktunya singkat banget begini, Bambaaang?

Lho, lho, tapi nyatanya DPR RI bisa tuh mempelajari dan bikin draf itu dengan singkat? Artinya DPR lebih jago dari rakyat kebanyakan. Jadi hilangkan deh penghakiman-penghakiman seolah-olah DPR itu sedang berupaya melemahkan KPK. Itu narasi sesat. Sst, hati-hati, dianggap makar lho ente nanti.

Kinerja yang sangat cepat ini seolah menjawab tudingan rapor merah DPR RI yang pernah dilaporkan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Di mana dalam periode 2014-2019 daftar RUU prioritas berjumlah 55 RUU dan baru selesai 2 RUU saja pada akhir 2018 silam.

Jika ditambahkan dengan revisi UU KPK, artinya sudah ada 3 RUU yang disahkan. Eit, eit, tunggu dulu, revisi UU KPK ini nggak termasuk prioritas ding. Jadi nggak bisa masuk itungan tadi.

Tapi kan ini jadi tanda kalau DPR RI itu nggak doyan pencitraan. Semua RUU tetep dikerjain meski itu bukan termasuk RUU prioritas yang mereka tetapkan sendiri. Hanya selesai dalam kurun waktu 2 minggu lebih dikit lagi. Luwar biyasa memang Wakil Rakyat kita satu ini. Mengerjakan sesuatu yang bukan prioritas, dengan mengabaikan 50-an RUU yang ditetapkan prioritas oleh mereka sendiri.

Di sisi lain, menanggapi soal bakal dibentuknya Dewan Pengawas, ahli hukum Dr. Refly Harun sempat menyebut, dalam wawancara bersama CNN, bahwa penggunaan kata “Dewan Pengawas” ini misleading.

“Karena ternyata ini bukan hanya pengawasan, tapi perizinan. Jadi isinya bukan hanya pengawasan tapi juga perizinan. Dewan Perizinan. Jadi yang namanya Dewan Pengawasan dalam RUU ini, dia memberikan izin untuk tiga kegiatan yang penting bagi KPK. Yaitu, izin penyadapan, izin penggeledahan, dan penyitaan,” kata Dr. Refly Harun.

Hal yang menurut Dr. Refly Harun bakal merumitkan birokrasi dalam penanganan kasus korupsi. Karena baru kali ini Dewan Pengawas punya kuasa langsung untuk mengintervensi kinerja lembaga yang diawasi.

Di sisi lain, Tama Satryan Langkun dari Indonesia Corruption Watch (ICW), melihat bahwa di negara mana pun di dunia, Lembaga Independen Negara itu tidak memerlukan Dewan Pengawas. Sebab, Lembaga Independen Negara seperti KPK sudah memiliki kewenangan membentuk Komite Etik yang melibatkan masyarakat.

Lho, lho, Bang Tama ini bagaimana. Kan itu dulu, ketika KPK masih sebagai Lembaga Independen Negara. Dengan disahkannya revisi UU KPK ini, KPK kan nanti akan menjadi Lembaga Eksekutif. Pegawainya pun akan diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

DPR RI juga nggak sebodoh itu dong bikin Lembaga Independen punya Dewan Pengawas. Kalau kayak gitu, nanti dari KPAI dan KPI juga bakal harus dibikin Dewan Pengawas dong. Makanya itu, bebarengan dengan aturan didirikannya Dewan Pengawas, KPK diubah dulu menjadi lembaga eksekutif.

Nah, kalau udah begitu kan KPK sudah bukan Lembaga Independen lagi nih. Kalau melakukan penindakan independen sih masih, tapi secara struktural kan KPK menjadi bagian dari Pemerintah. Dan ketika ia nggak independen, jadi ya boleh dong kalau diawasi oleh Dewan Pengawas. Hadeh. Masa logika begini aja nggak paham seeh.

Jadi DPR RI nggak salah dong soal ini. Semua sudah sesuai prosedur kok. Lagian toh, kalau memang rakyat banyak yang nggak terima, tinggal ajukan saja judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Beres to?

Orang kalau diajukan ke MK juga anggota DPR udah mulai kukut masa baktinya. Biar itu jadi urusan anggota DPR RI periode selanjutnya. Hm, jenius bener memang Wakil Rakyat kita satu ini. Salut.

BACA JUGA Surat Terima Kasih untuk DPR dan Jokowi atas Revisi UU KPK atau baca tulisan Ahmad Khadafi lainnya.

Terakhir diperbarui pada 18 September 2019 oleh

Tags: dprKPKrevisi uu kpk
Iklan
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Demokrasi Belum Terselamatkan Meski DPR Tunda Rapat Paripurna Revisi UU Pilkada, Ada Siasat Lain.MOJOK.CO
Aktual

Demokrasi Belum Terselamatkan Meski DPR Tunda Rapat Paripurna Revisi UU Pilkada, Ada Siasat Lain

23 Agustus 2024
Ringkasan PERINGATAN DARURAT Putusan MK terkait Pilkada 2024 yang Diabaikan DPR MOJOK.CO
Aktual

Runtutan di Balik Trendingnya “PERINGATAN DARURAT”: DPR Tolak Putusan MK, Upaya Muluskan Kaesang untuk “Berkuasa”?

21 Agustus 2024
verifikasi administrasi kpu mojok.co
Kotak Suara

4 Temuan KPU Saat Verifikasi Administrasi Bacaleg DPR RI, Hampir 90 Persen Tak Penuhi Syarat

27 Juni 2023
Sejumlah Menteri Terjerat Korupsi, Dewan Guru Besar Minta KPK Tak Tebang Pilih. MOJOK.CO
Kilas

Sejumlah Menteri Terjerat Korupsi, Dewan Guru Besar Minta KPK Tak Tebang Pilih

17 Juni 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
hari-hari terberat jokowi papua revisi uu kpk ruu pks ruu kuhp dpr menteri baru

Hari-hari Terberat Presiden Jokowi

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Upaya Merawat Candi Borobudur di Magelang agar Bisa Bertahan 2000 Tahun Lagi. MOJOK.CO

Upaya Merawat Candi Borobudur agar Bisa Bertahan 2000 Tahun Lagi

13 Mei 2025
Calon Orang Sukses Jogja Sekolahya di Sekolah Favorit MOJOK.CO

Calon Orang Sukses di Jogja Biasanya Pernah Belajar di Sekolah Favorit

10 Mei 2025
Hal-hal menyebalkan yang melekat pada mahasiswa UIN MOJOK.CO

Jadi Mahasiswa UIN Merasa Rendah Diri karena Kena Banyak Label Menyebalkan

13 Mei 2025
Jalan-jalan di Candi Borobudur, Magelang. MOJOK.CO

Pengalaman Pertama ke Borobudur Sendirian terasa Aneh, tapi Berkat “Orang Baru” Perjalanan Saya Jadi Berkesan

14 Mei 2025
Waisak 2025, Candi Borobudur.MOJOK.CO

Persiapan Waisak 2025 di Candi Borobudur Sudah 80 Persen, Panitia Sediakan Layanan Kesehatan Gratis

10 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.