MOJOK.CO – Gaji karyawan ya seharusnya berupa uang. Sebab, beli beras dan bayar sewa kos juga pakai uang, bukan pulsa, bukan barang.
Seorang netizen curhat di Twitter soal kebingungannya mencairkan pulsa. Pulsa yang ia miliki senilai lebih dari Rp1,5 juta itu sebenarnya adalah gaji karyawan yang sedang menyamar. Pulsa dijadikan pengupahan atas apa yang ia kerjakan. Banyak netizen lain yang turut menyumbangkan emosi dan kepo instansi mana yang benar-benar ngawur itu.
Jog Tolong yang pake telkomsel kalau butuh pulsa beli di aku yaa. Nanti bayarnya sesuai nominal aja gapapa 😭. Gajiku bulan ini soalnya berupa pulsa tsel ini, aku sedih 😭. pic.twitter.com/21KxHGE8ii
— BASE JOGJA /delvote on (@jogmfs) August 29, 2021
Ending-nya, netizen yang curhat di Twitter mengaku bahwa pulsa itu bukanlah sebuah upah atau gaji karyawan yang dibayarkan suatu perusahaan besar kepadanya. Pulsa yang ia dapat adalah bayaran gaji atas penelitian yang ia lakukan. Kejadian ini bahkan sempat bikin orang-orang skeptis, sebenarnya beneran nggak sih ada perusahaan yang membayar gaji karyawannya pakai pulsa? Kalau beneran kejadian, apakah ini salah?
Terlepas dari kebenaran cerita si sender, pembayaran gaji karyawan berupa pulsa dan barang produksi sebenarnya adalah isu lama. Banyak perusahaan yang curang dan mengaku tidak mampu menggaji karyawannya, lalu mengonversikan nominal gaji dengan barang lain. Peristiwa-peristiwa seperti ini wajar jika memicu kemarahan, bayangkan saja karyawan yang telah bekerja sebulan penuh, lalu menerima upah dalam bentuk bukan uang. Kecewa saja nggak cukup, ada rasa marah bercampur dendam yang juga bakal muncul.
Cerita lain, ada sebuah perusahaan yang menggaji karyawan mereka dengan keramik. Hal ini dilakukan perusahaan dengan alasan mereka sudah tidak mampu menggaji karyawan dengan uang. Keramik adalah hasil produksi perusahaan tersebut, dan keramik pulalah yang akhirnya dibayarkan ke karyawan pembuat keramik tersebut. Lah, kocak.
Dari segi etika, membayar gaji karyawan dengan bentuk selain uang adalah tindakan yang ngawurnya selangit. Pulsa dan barang seperti keramik bukanlah alat tukar yang bisa digunakan untuk transaksi. Seseorang bekerja tentu demi mendapat uang, bukan untuk mendapat pulsa dan keramik yang harus mereka jual lagi baru berubah jadi uang. Lain halnya jika pulsa atau barang yang diberikan ke karyawan dimaksudkan sebagai tunjangan atau tambahan penghasilan di luar gaji pokok. Ini baru wajar dilakukan.
Gaji karyawan berupa uang adalah hak yang jika dalam prosesnya dilakukan tidak sesuai perjanjian kerja, perusahaan bisa dituntut. Seseorang yang digaji dengan barang produksi seperti cerita soal keramik di atas, berhak atas upah berupa uang, perusahaan bisa kena sanksi jika tidak menepati. Jika sender mengaku bahwa pulsa tersebut adalah upah penelitian, tetap saja ia berhak menuntut pembayaran berupa uang. Aturan ini diberlakukan dalam pasal 1(30) UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”
Mengacu pada peraturannya, upah atau gaji karyawan ya memang harus berbentuk uang. Bukan pulsa, bukan kuota internet, apalagi barang. Logikanya sederhana saja, kita tidak mungkin pergi ke Indomaret membawa satu kotak Beng-beng untuk ditukarkan dengan dua bungkus rokok. Alat pembayaran yang sah di Indonesia adalah uang, bukan barter. Ketika salah satu pihak tidak menyetujui transaksi, transaksi tidak bisa dilakukan sengeyel apa pun kita menukar Beng-beng dengan rokok. Lagi pula, sistem konversi seperti ini cenderung tidak terukur. Jika gaji karyawan yang harus diterima sebesar Rp1,5 juta ditukar pulsa dengan besaran yang sama, ini jelas nggak adil. Mengkonversi pulsa ke dalam mata uang bisa tereduksi dengan pajak dan potongan.
Sayangnya, ada sisi lain dari peraturan soal gaji karyawan berupa uang ini, Meskipun definisinya begitu jelas, UU Ketenagakerjaan dan PP Pengupahan memberikan definisi pekerja atau buruh dengan kalimat yang agak sedikit berbeda.
“Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Istilah “imbalan dalam bentuk lain” yang tertera di atas tidak dijelaskan secara lebih rinci sehingga banyak mengundang kesalahpahaman. Walaupun begitu, pekerja yang merasa tidak menerima gaji atau upah dengan semestinya layak menuntut hak mereka. Minimal secara mufakat, upah harus disepakati dengan jelas. Sedangkan perusahaan ngawur yang menggaji karyawan dalam bentuk selain uang, juga layak menerima sanksi dan tuntutan.
BACA JUGA Buka-bukaan soal Gaji Dosen PNS, Dosen Tetap Non-PNS, dan Dosen Luar Biasa atau artikel AJENG RIZKA lainnya.