MOJOK.CO – Keperawanan masih menjadi nilai penting bagi banyak orang. Perempuan yang tidak perawan dianggap hina, bahkan diberikan ‘tanda-tanda’ tersendiri.
“Jari kelingkingku ditekan sedikit keras. Aku teriak. Sakit. Tapi dia senang. Katanya, itu tanda aku masih perawan. Dia bilang, kalau aku biasa-biasa saja, berarti aku sudah nggak perawan.”
Pengalaman di atas terjadi secara nyata. Seorang teman menjalin hubungan dengan kekasihnya, hanya untuk menghabiskan waktunya ditanya-tanya apakah dirinya masih perawan. Si kekasih membaca artikel soal ciri-ciri perawan yang (katanya) bisa dilihat dari segi fisik, mulai dari dahi, jari tangan, hingga cara berjalan, lalu memutuskan untuk menguji seluruh data itu pada teman saya.
Padahal, kalau dipikir secara logika, apa hubungannya jari kelingking dengan keperawanan, coba?
Keperawanan, hingga saat ini, masih menjadi nilai penting yang super-duper mutlak bagi banyak orang. Perempuan yang tidak perawan dianggap hina dan harus dihindari, bahkan sampai diberikan ‘tanda-tanda’ tersendiri, yang kemudian berkembang di masyarakat.
Namun, benarkah seluruh anggapan soal mitos keperawanan ini valid dan bukan sekadar mitos?
Mitos keperawanan yang paling banyak beredar, pertama, adalah soal selaput dara yang tidak berdarah saat berhubungan seks untuk yang pertama kali. Padahal, penjelasan lebih lengkap mengenai mitos ini pun tak kalah sering beredarnya di banyak sumber: selaput dara memiliki ketebalan yang berbeda dan bisa robek akibat kegiatan yang tidak berbau seksual sama sekali, termasuk olahraga atau bahkan kecelakaan.
Kedua, perempuan yang dianggap memenuhi ciri-ciri perawan adalah perempuan yang tidak berjalan mengangkang. Dengan kata lain, kalau kamu ngangkang, bisa-bisa kamu dituduh tidak perawan.
Entah dari mana mitos ini bermula, yang jelas ia telah cukup mengakar kuat di masyarakat. Padahal, cara berjalan seseorang tak ada hubungannya dengan keperawanan, Gaes-gaesku. Sebaliknya, ia dipengaruhi oleh bentuk tulang kaki, tulang pinggul, hingga lingkar paha. Ngerti, kan?
Yang tak kalah lucu, ketiga, perempuan yang dianggap tidak perawan adalah perempuan yang…
…berwajah kusam.
Iya, kamu tidak salah baca—mitos ini benar-benar ada. Perempuan dengan wajah kusam dianggap jauh dengan keperawanan begitu saja. Padahal, bagaimana bisa seseorang mengaitkan dua hal ini, sementara kusam atau tidak kusamnya wajah sangat dipengaruhi oleh pola makan, vitamin, hormon, hingga kosmetik? Anda ini mau sok tau soal ciri-ciri perawan atau jualan skincare?
Keempat, bentuk tubuh yang membesar adalah tanda seseorang tak lagi perawan.
Via Vallen pernah mengeluhkan anggapan masyarakat yang menyebutkan perempuan bertubuh gemuk dianggap tak lagi perawan, bahkan sudah mempunyai anak. Ukurang pinggul yang membesar pun mewarnai daftar mitos keperawanan yang umum kita dengar. Padahal. FYI aja nih, selain akibat kehamilan, ukuran pinggul yang besar juga dipengaruhi gaya hidup dan faktor makanan—jadi bukan urusan seks doang penyebabnya!
Kelima, ciri-ciri perawan, katanya sih, bisa dilihat dari keadaan payudara dan pantat perempuan. Konon, keduanya bakal terlihat kendur kalau si perempuan tak lagi perawan. Padahal…
…ya apa hubungannya, sih, Malih??? Memangnya situ belum tahu, ya, kalau ada saja orang berpayudara kendur dan dia masih perawan? Lagi pula keadaan fisik seseorang sangat mungkin dipengaruhi faktor lain selain hubungan seksual, termasuk faktor keturunan, usia, gizi yang dikonsumsi, hingga keadaan hormon dan lemak dalam tubuh.
Masih berhubungan dengan payudara, keperawanan dinilai erat hubungannya dengan warna puting perempuan. Disebutkan, perempuan dengan puting berwarna merah muda tentu masih perawan, tidak seperti perempuan dengan puting hitam yang jelas tidak perawan.
Pertanyaannya: memang bisa, ya, seorang perempuan berganti warna puting payudara hanya dalam satu malam, misalnya jika ia perawan, menikah, lalu berhubungan seksual dengan suami, dan paginya langsung mendapati putingnya berubah hitam??? Begitukah maksudnya???
Duh, Saudara-saudara sekalian, perlu kita pahami bersama, keadaan puting sesungguhnya bisa berubah secara alami, tergantung peristiwa biologis yang dialami pemiliknya. Bahkan sejatinya, puting tidak mengalami perubahan warna—aerolanya saja yang berubah.
Masih banyak mitos-mitos keperawanan yang lain, yang beredar luas di antara kita. Entah bagaimana sistemnya, ciri-ciri ini seolah ingin ‘menelanjangi’ perempuan lewat apa yang terlihat oleh mata untuk kemudian diberi label sebebasnya.
Sudahlah, daripada pusing mikirin ciri-ciri perawan dan menilai jelek perempuan-perempuan yang ‘terindikasi’ tanda-tanda ini, mendingan kita belajar untuk saling percaya. Eaaa~