MOJOK.CO – Dari Jogja menuju Jember, saya memutuskan naik KA Logawa. Sebuah keputusan yang bikin saya menyesal. Tiket mahal, fasilitas bikin sesal.
Akhir Agustus lalu saya mendapat undangan untuk mengikuti sebuah kegiatan di Jember. Sebelumnya, saya pernah ke Jember bersama beberapa orang menggunakan sepeda motor matik. Tapi, karena kali ini berangkat sendiri, saya memutuskan untuk naik kereta api saja. Dan pilihan jatuh ke KA Logawa.
Kalau ngomongin kereta api, saya cukup trauma dengan tipe ekonomi Bengawan yang dulu saya naiki dari Jogja ke Jakarta. Cuma, untuk rute Jember namanya bukan Bengawan, melainkan kereta api Sri Tanjung. Keduannya memang sangat murah tapi mesti war beberapa minggu, bahkan bulan, untuk mendapatkan tiket kereta ini.
Karena harganya yang relatif murah, kereta ini juga sangat menyiksa karena kursi yang tegak, formasinya bertiga, dan berhadap-hadapan. Sudah begitu, jarak tempat duduk satu dengan yang lainnya sangat sempit sehingga membuat lutut bersenggolan dengan penumpang lain.
Karena ada trauma itu, saya kapok naik kereta api ekonomi. Nah, untuk ke Jember ini, saya menemukan di Traveloka ada kereta api namanya KA Logawa. Sedikit informasi bahwa KA Logawa memiliki dua tipe, bisnis dan ekonomi. Untuk rutenya, KA Logawa melayani rute dari Purwokerto-Ketapang (Banyuwangi).
Trauma, tapi mau bagaimana lagi akhirnya naik KA Logawa dari Jogja ke Jember
Saya coba riset dengan mencari ulasan dari berbagai sumber yang ada di internet. Dari berbagai ulasan yang saya dapat, KA Logawa tipe ekonomi terbilang nyaman. Banyak yang memberi nilai baik dan merekomendasikan kereta api ini untuk perjalanan jauh seperti dari Jogja menuju Jember.
Tidak perlu berpikir panjang, saya lekas memesan tiket KA Logawa. Kala itu, untuk rute Stasiun Lempuyangan Yogyakarta-Stasiun Kalisat Jember, saya mendapat harga Rp320.000 ditambah ada premi asuransi seharga Rp24.000, biaya jasa Rp4.500, dan biaya pemesanan Rp7.500. Jadi total Rp356.000.
Lantaran harganya cukup mahal untuk saya, ya saya menaruh ekspektasi akan memperoleh layanan dan fasilitas yang oke. Jauh dari KA Bengawan maupun Sri Tanjung yang bikin saya trauma. “Selamat tinggal kereta api yang menyiksa,” batin saya waktu itu.
Baca halaman selanjutnya: Trauma lagi karena kereta api ekonomi.
Kondisi yang sedikit berbeda dengan kereta ekonomi biasa
Hari keberangkatan tiba. Pukul 09:20 WIB, KA Logawa tiba di Stasiun Lempuyangan. Kebetulan saya mendapat bagian duduk di gerbong yang paling ujung. Setelah saya masuk ke dalam, ekspektasi saya di awal itu hancur.
“Ini mah sama dengan kereta api Bengawan yang dulu saya naiki dari Jogja ke Jakarta!” Batin saya waktu itu.
Setelah saya rasakan dan cermati betul, perbedaan antara Bengawan/Sri Tanjung dengan KA Logawa ini cuma tempat duduknya sudah dua-dua.. Kursi agak sedikit empuk dan miring. Tidak tegak lurus.
Padahal, secara harga, jelas keduanya jauh berbeda. Kalau ekonomi Bengawan/ Sri Tanjung di bawah Rp100.000. Sedangkan untuk KA Logawa mencapai Rp356.000. Harusnya kalau cuma memberikan fasilitas seperti itu, harga kereta api Logawa maksimal Rp170.000, bukan malah lebih dari tiga kali lipatnya.
Karena tidak terlalu berbeda itu, jujur saja, selama perjalanan dari Jogja menuju Jember, saya cukup tersiksa. Apalagi waktu yang saya pilih adalah pagi hari, mau tidur juga susah karena malamnya saya begadang sampai subuh.
Begitu bisa tidur pun tidak lama saya langsung terbangun. Merasakan kepala dan leher pegal akibat duduk di kursi kereta itu.
Saya hanya sedikit lega begitu kereta berhenti di Stasiun Gubeng Surabaya. Sebab di sini saya bersama penumpang lainnya diberi waktu istirahat cukup lama. Kira-kira 40 menit. Saya pun menghabiskan 2 batang kretek tangan di tempat ini. Tidak ada pemberhentian yang lama lagi bagi penumpang selain di Stasiun Gubeng, Surabaya.
Jangan beli makan di kereta
Setelah beres 40 menit istirahat, kereta kembali melaju. Karena di Gubeng itu saya kesulitan mencari makan, saya memutuskan untuk membeli makan di kantin kereta. Sebelumnya, saya tidak pernah beli makan di dalam kereta. Harganya pasti mahal dan saya malas.
Dan, ternyata dugaan saya itu benar. Ketika membeli makan dengan menu air putih dan ayam geprek, saya harus merogoh uang Rp53.000. Tapi tidak apa-apa. Daripada sudah tidur tersiksa, masih ditambah kelaparan dalam kereta.
Di sepanjang perjalanan dari Surabaya ke Jember itu, saya coba ke toilet untuk sejenak melepas penat dan membuang air kecil. Toilet di sini kalau dibilang bersih tidak salah, tapi kalau wangi kok saya rasa kok nggak juga.
Mending naik bus ketimbang KA Logawa
Hingga pukul 19:20 WIB tibalah saya di tujuan akhir: Stasiun Kalisat. Jujur saya pribadi merasa kapok setelah naik KA Logawa.
Saya juga sempat melakukan perbandingan harga tiket antara bus dan kereta. Dibanding menaiki bus, KA Logawa jauh lebih mahal. Harga tiket bus Eka Eksekutif cuma Rp220.000 dan Bus Mira Rp170.000.
Dari pengalaman itu, ke depannya, saya akan menimbang-nimbang lagi untuk menggunakan kereta ekonomi untuk perjalanan jauh. Mending naik kelas eksekutif. Tapi, jelas, kalau mau baik eksekutif, harganya pasti mahal. Makanya, saya rasa, untuk saat ini, lebih enak dan murah kalau naik sleeper bus.
Biarlah saya jadi kaum mendang-mending. Tapi begitulah hal yang saya rasakan dan alami. Naik kereta tidak selamanya menyenangkan, apalagi kereta api ekonomi. Saya malah heran, dengan harga segitu, kok bisa ada yang merekomendasikan KA Logawa. Nggak masuk akal!
Penulis: Khoirul Atfifudin
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Kenangan Naik Kereta Api Logawa Waktu Kecil: Jajan Pecel di Atas Kereta hingga Kemalingan Barang Bawaan dan catatan penyesalan lainnya di rubrik OTOMOJOK.
