MOJOK.CO – Inilah pengalaman saya menggunakan bus Cititrans dari Jakarta menuju Jogja. Ini adalah balas dendam atas kemiskinan yang dulu pernah saya rasakan.
Saya memang tidak terlalu sering menyambangi Jakarta. Seumur hidup, paling hanya hitungan jari saja pergi ke sana. Itu saja hanya untuk melepas penat dengan menyaksikan acara musik di JIExpo Kemayoran.
Selain itu, ada keterbatasan biaya yang membuat saya jarang pergi dari Jogja, misalnya, menyambangi Jakarta. Makanya, saya jadi sering naik Kereta Api Ekonomi Bengawan. Itu lho, kereta dengan harga tiket di bawah Rp80 ribu dengan kursi yang menyiksa. Kursi dengan desain tegak, keras, dan berdempetan dengan penumpang lainnya.
Hingga suatu ketika, saya sudah memiliki pendapatan yang lebih dari cukup, tepatnya di akhir 2024. Saya merasa ingin “balas dendam” terhadap situasi tadi. Balas dendam dengan menaiki transportasi nyaman. Bukan kereta eksekutif/bisnis, melainkan sebuah bus dari Grup Blue Bird: Cititrans.
Blue Bird memang perusahaan yang sudah cukup lama. Tapi mengenai bergabungnya Cititrans ke dalam Blue Bird ternyata baru di 2019. Seiring berjalannya waktu, Cititrans terus melakukan ekspansi rutenya. Praktisnya, saat ini, rute Cititrans ada di Jakarta-Surabaya-Malang, Jakarta-Jogja, dan Bandung-Jogja. Masing-masing rute tentu saja harganya berbeda.
Nah, kala itu saya membeli tiket bus Cititrans melalui aplikasi Redbus seharga Rp450 ribu untuk keberangkatan dari Jakarta ke Jogja. Harga yang bagi saya pribadi cukup mahal. Tapi ya nggak papa, saya optimis kalau mahalnya bus ini sebanding dengan pengalaman yang saya dapatkan.
Mendengar cerita sedih sebelum bus naik Cititrans
Singkatnya, setelah suatu acara Jakarta beres, saya naik Gojek dari JIExpo menuju terminal Pulogebang, Jakarta Timur. Dari sana, saya akan pulang ke Jogja.
Saya sampai di Pulogebang sekitar kira-kira pukul 03:00 WIB. Berhubung saya lelah dan butuh tidur dan tidak memesan penginapan, musala terminal menjadi alternatif untuk tidur. Tiba-tiba waktu menunjukan pukul 06:00 WIB. Bergegas saya menuju titik keberangkatan Cititrans. Saya harus siap 1 jam sebelum bus berangkat.
Sembari menunggu bus Cititrans tiba, saya ngobrol dengan salah seorang penumpang yang kebetulan juga menunggu di terminal yang sama. Pakaiannya lusuh, mukanya menunjukan aura kesedihan yang mendalam. Lalu saya tanya dia mau berangkat kemana, katanya mau pulang ke Pati.
“Ibu saya meninggal, Mas,” jawabnya.
Dari situ saya hanya bisa membalas, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.” Tidak banyak kata-kata yang bisa saya ucapkan. Dia juga begitu.
Tentu saya ikut sedih dan bisa membayangkan perasaan orang itu. Bagaimana tidak, laki-laki itu merantau ke Jakarta dan mungkin jarang pulang. Sekalinya pulang, karena ibunya meninggal. Sela beberapa saat dia naik salah satu bus yang ada di terminal itu.
Baca halaman selanjutnya: Salah satu bus terbaik di Pulau Jawa.