Sepertinya, stigmatisasi publik terhadap orang Indonesia timur tidak pernah akan selesai. Setelah dicap sebagai tukang bikin masalah di kampung orang–fakta ini sejalan dengan kasus premanisme di ibukota yang pernah heboh beberapa tahun lalu–kemudian kondisi geografis dan topografis daerahnya yang masih bermasalah dengan kesejahteraan, sampai-sampai ada sebuah perusahaan air mineral yang mencoba menjajakan dagangannya lewat iklan: “Sekarang sumber aer su dekaaat”.
Perlakuan diskriminatif yang demikian ternyata memunculkan asumsi negatif, bahwa semua orang timur yang berkulit gelap, berambut keriting, dan bertampang keras adalah jahat. Sebagai putra asli timur yang baik hati dan tidak sombong, saya sungguh sedih dengan munculnya hal tersebut.
Bagaimana tidak? Ulah sekelompok timur diaspora di ibukota digeneralisasi secara radikal sebagai tabiat asli orang timur secara keseluruhan. Asal dia dari timur, sudah pasti jahat. Yang lebih menyakitkan lagi, setiap kali saya tembak ade nona, selalu saja gagal.
Saya curiga, jangan-jangan ini karena saya orang timur, sampai ade nona yang saya taksir tidak berani memadu kasih dengan saya? Kalau memang dugaan saya benar adanya, berarti pertanyaannya di sini, siapa yang jahat? Orang timur apa orang timur?!
Hei, kamu orang semua mesti tahu, kita orang biar muka model Hitler, tapi hati kita orang ambil gaya Shakespeare punya!
Begini e, beta mo kasitau fakta dan data ke kamu orang semua yang mengira orang timur itu jahat. Biar kamu orang punya otak tidak terus-menerus diisi syak wasangka. Parcuma kamu orang beribadah kalau hati dan perasaan masih dipenuhi dengan hal-hal yang tidak baik.
Dalam sejarahnya, tidak pernah ada pemberitaan di media terkait orang timur yang rumah tangganya bermasalah. Tidak ada. Kalau pun ada, paling hanya si Raul Lemos yang merebut mami Krisdayanti dari pelukan Anang.
Tapi itu sebuah pengecualian. Sebab Raul Lemos aslinya orang Timor Leste. Sudah beda timur dia. Sebaliknya yang terjadi justru wajah-wajah lembut nan rupawan sedang sibuk melontarkan pernyataan soal permasalahan rumah tangganya di televisi.
Saya garis-bawahi sekali lagi, wajah-wajah lembut nan rupawan, bukan wajah hitam, keras, berambut keriting!
Orang timur itu tipe manusia yang paling setia sama pasangannya. Seperti sepasang merpati beda bentuk, orang timur tidak bakal mengkhianati janji suci yang telah diikrarkan di depan pastor atau penghulu. Apalagi iseng-iseng mencari selimut tetangga. Bukan tradisinya. Bahkan sampai maut memisahkannya pun, tidak mau mereka mencari pengganti kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Eh.
Berikutnya, orang timur itu perasaan solidaritasnya sangat tinggi. Sebagai bukti, jika ada salah satu di antara mereka yang bekerja di tanah orang, bisa dipastikan setahun atau dua tahun kemudian saudara, tetangga, sanak famili akan berdatangan menyusulnya.
Ada tidaknya lapangan pekerjaan di tanah orang tersebut lain lagi soalnya. Yang penting, selama ada kesempatan keluar dari kampung, itu wajib dimanfaatkan sebaik mungkin. Sebab cara tersebut kadangkala dimaknai sebagai solusi melepaskan diri dari belenggu kemiskinan.
Makanya jangan heran melihat tampang-tampang hitam rambut keriting berseliweran di mana-mana. Terlebih di kota-kota besar. Hanya saja harap dimaklumi, perantau-perantau dari timur biasanya kebanyakan datang tanpa membawa bekal yang cukup. Sehingga kalau mereka kelaparan, kerja apa saja akan dilakoni, termasuk jadi tukang palak dan sejenisnya.
Sialnya, kondisi yang demikian tidak jarang dimanfaatkan oleh orang-orang berduit di kota untuk mengejar kepentingannya. Tindakan-tindakan yang berbau kriminalitas kerap memakai jasa orang timur. Mau bagaimana lagi? Prinsipnya, jangan sampai mati gara-gara lapar. Super, kan?
Ada satu lagi yang sering luput dari penglihatan kacamata masyarakat umum. Meski secara fisik terlihat menyeramkan, namun orang timur itu sebenarnya sosok yang romantis. Mau bukti? Ini saya kasih tahu.
Siapa yang tidak mengenal Glenn Fredly? Itu, lho, penyanyi solo yang lagunya bikin banyak orang mewek setengah mampus. Malah ada yang sampai klepak-klepek mirip ikan hidup di atas pasir panas. Ada juga generasi sebelum dia seperti Broery Marantika, Broery Pesolima, Bob Tutupoli. Mereka itu adalah orang timur yang namanya melegenda di blantika musik tanah air eranya papah sama mamah, gara-gara suaranya saat menyanyi begitu meneduhkan, rada-rada gimana gitu.
Di dunia sastra ada Aan Mansyur, orang timur juga. Puisi yang dibacakan Rangga di film Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC2) itu dia penciptanya. Selanjutnya ada Gerson Poyk, Mario F. Lawi, dan Muksin Kota.
Eits, jangan kaget dengan nama yang disebutkan terakhir itu. Meski tidak terkenal, tapi puisi-puisinya telah sukses membuat nona-nona di sekitarnya jatuh cinta. Maksudnya, jatuh cinta dengan jahitan kata-katanya, bukan dengan orangnya. Ya, tidak apalah. Hitung-hitung saya masih lebih unggul satu tingkat dari mas Agus Mulyadi soal perempuan.
Belum lagi kalau bicara dari dunia komedi. Lihatlah si Arie Kriting, Abdur Arsyad, atau Ephy Sekuriti. Batang hidung mereka yang macam penunggu rumah hantu itu justru berbanding terbalik dengan selera humornya yang membuat perut penonton mules berulang kali. Sungguh ini, serius. Aduh mama sayang e……
Selanjutnya soal toleransi umat beragama. Terlepas dari kasus konflik Ambon dan Poso yang lebih disebabkan karena kelicikan elite politik dalam memainkan intrik asunya, kamu orang perlu tahu bahwa di kampung-kampung kecil yang jauh dari hingar-bingar modernitas, kerukunan antar warga yang berbeda keyakinan begitu terpelihara dengan baik.
Bisa jadi, kamu orang akan kebingungan untuk membedakan orang Kristen atau bukan jika sedang berada dalam suasana Natal, atau sebaliknya dalam suasana lebaran.
Contoh lain untuk menggambarkan kondisi ini adalah pada ajang perlombaan, seperti Pekan Mudika (Muda-Mudi Katolik) atau MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran). Kerjasama dalam kepanitiaannya melibatkan individu-individu dari keyakinan yang berbeda.
Hal tersebut wajar terjadi di sana, sebab baik secara historis maupun emosional, perbedaan keyakinan tersebut justru kian mempererat rasa persaudaraan antara satu sama lain. Tanggung jawab untuk menjaga kedamaian di atas tanah leluhur merupakan warisan luhur nenek moyang sejak zaman dahulu kala.
Don’t judge by the cover. Kulit kita orang boleh hitam, rambut boleh keriting, muka boleh cadas, tapi hati dan jiwa kita sama seperti manusia lainnya. Bisa juga menangis kalau disakiti, meski setelah itu orang yang menyakiti tadi digebuk sampai babak-belur. Tidak apa-apa, kan. Namanya juga manusia biasa.
Dan, kepada semua saudara saya orang timur, saya menghimbau untuk bersama-sama menebarkan jala cinta damai ke seluruh penjuru negeri. Tunjukkan kepada mereka sifat dan perilaku kita orang yang sesungguhnya. Sebab, istilah black sweet bukan untuk mereka yang kulit putih, melainkan untuk kita. Ayo, hidup orang-orang timur yang menawan!
Sudah panjang lebar sepertinya tulisan ini. Semoga tidak mbulet bacanya sehingga luput dari kemumetan mencerna maksud isinya.
Oh iya, sedikit catatan, saya menuliskan ini selain mencoba memberikan paradigma baru seputar pandangan publik terhadap orang timur, juga ini sebagai upaya melawan hegemoni bahasa para penulis Mojok yang didominasi orang-orang dari Indonesia bagian barat.
Mbok ya saya juga kepengen terkenal di Mojok. Mosok ndak boleh? Mosok didiskriminasi juga?. Enggak kan, Mas Puthut EA? Eaaa… Eaaa…
Loh… Loh… Kenapa gaya bahasa saya jadi kayak gini?!