MOJOK.CO – Sengketa Pilpres 2019 dan kemunculan Ustaz Rahmat Baequni adalah pengalihan isu agar kita luput bahwa Siskaeee E-nya tiga udah kena suspend di Twitter.
Orang indonesia lahir dan besar untuk peduli pada hal-hal remeh lalu luput pada sesuatu yang sejatinya besar dan penting. Ini bukan cemooh, saya dan Anda sekalian tidak bisa menampik dan menggugat kenyataan pahit itu.
Saat musim Pilpres 2019 dan konflik dua kubu menjadi sajian pokok bangsa, kita kecolongan dengan dipilihnya Limbad sebagai juri ajang Liga Dangdut.
Padahal percayalah, ada atau tidak ada presiden kita akan tetap hidup, tetapi saat kita kehilangan sosok penerus khazanah musik dangdut—hanya karena memilih juri yang tak kompeten, kita akan tetap hidup juga, tetapi disertai bayang-bayang kegabutan tanpa bunyi “dung-dang-ding-dung, Aye Aye Jos” yang merdu dan membakar semangat, tentu saja saya tak ingin putra-putri bangsa tumbuh dalam kultur yang tidak asique~
Saya kira itu adalah ketololan terakhir kita, tetapi toh kejadian serupa tetap terjadi berulang-ulang, terstruktur, sistematis, masif. Hari ini, saat hendak mengawali ritual membuka linimasa Twitter kok ya seperti ada yang ganjil dan kurang.
Saya harus berpikir keras untuk mencari titik kehilangan itu dan mengabsennya satu persatu. Yang sambat dan mbacot ada, SJW khutbah sudah tampil dengan ganas, thread khayali dan muluk banyak, akun-akun yang meromantisir senja dan kemiskinan juga lengkap, si pocong tetap berkicau meski garing.
Saya merenung dan meratap, lalu kemudian mbatin, “Waduh, si siskaeee yang e-nya tiga ini ke mana, kok nggak muncul, Su!”
Tentu dalam hati, kalau pakai TOA bisa dimaki penduduk se-wilayah provinsi Banten hamba.
Kok ya bisa pusat perhatian warganet terpecah ke dalam dua segmen yang sepele. Pada gugatan Pak Prabs dan kawan-kawan di MK, dan racauan Ustaz Rahmat Baequni tentang konspirasi.
Yang pertama, sudah saya jelaskan sejak awal—persis seperti kasus Master Limbad, yang disebutkan terakhir ini nggak penting blas! Nggak usah saya jelaskan mengapa ia tak penting, toh Anda sudah dewasa, kecuali ada satu saraf di kepala yang terputus, boleh lah Anda memberi panggung pada orang ngawur.
Tapi yang saya sesalkan, kalian kok bisa-bisanya abai pada kabar duka, akun Siskaeee yang e-nya tiga ditangguhkan di Twitter kalian kok bungkam? Rasa nasionalisme Anda sekalian benar-benar sudah redup memang, heh?
Saat kita terbelah, hanya dua hal yang bisa mempersatukan dengan erat kembali; kesedihan dan Siskaeee.
Saat salah satu di antaranya menghilang, maka Anda akan tampak jauh lebih terhormat seandainya demo berjilid-jilid membela kedua hal tadi, ketimbang urusan copras-capres. Kesedihan tidak boleh lenyap, sebab dengan itu kita bersatu, pun Akun Mbak Siskaeee. Ia layak diperjuangkan sampai titik darah penghabisan, Bung. Jangan lengah, tolong. Plis.
Siapa pun yang bertanggung jawab akan hal ini, ia telah berhasil mengambil celah keributan kita sebagai kesempatan emas. Saya bahkan curiga, perkara sengketa Pilpres itu hanya pengalihan isu, jangan mau diperdaya. Sudah terlihat jelas kan, betapa konspirasi alam semesta begitu laknat, jauh lebih laknat dari perpisahan dengan Mbaknya~
Untuk Anda jamaah Mojokiyah yang sudah sunat, balig, dan berakal, namun belum sempat tahu siapa itu Siskaeee lalu bingung terenyuh dengan kabar ini, tidak ada yang perlu disesalkan karena perjuangan belum benar-benar berakhir, sebab Siskaeee E-nya tiga akan tetap ada dan berlipat ganda, siapkan barisan dan siap untuk melawan.
Kepalkan tangan kiri, Bung. Mari nyanyi darah juang.
Sedangkan untuk pengikut Siskaee, kalian yang sudah khatam dengan hal ini, junjungan kita bukan kali pertama mendapat perlakuan serupa. Ini kali ketiga, Bung. Tetapi apa kita menyerah? Hehe terserah sih, tetapi saya jelas tak mau kalah oleh Pak Prabs yang pantang goyah dalam arena Pemilu, malu dong. Seenggaknya kan sudah sama-sama tiga kali gagal.
Untungnya, tanpa perlu waktu lama, panutan kita telah muncul dengan akun baru, terhitung tiga kali kicau—saat tulisan ini dibuat, telah terkumpul jamaah sebanyak 34 ribu. Mungkin kalau tulisan ini tayang jamaahnya bisa melonjak jadi 34…. juta.
Saya tak akan memberi tahu username akun tersebut, silakan cari sendiri, bagaimana pun hal semacam ini harus diperjuangkan dengan caranya masing-masing. Alias Jangan mau enaknya doang. Satu hal yang jelas, E-nya tetap tiga.
Nah, untuk mengantisipasi hal-hal ini terulang kembali, ada baiknya kita bersatu dalam wadah yang lebih erat, membuat serikat PKS alias Paguyuban Kaum Siskaeee—misalnya, adalah pilihan yang cerdik.
Selalu ada hal yang harus dikorbankan pada setiap perjuangan, Anda tak perlu dalil apa-apa untuk hal ini, tetapi cemooh dari kaum moralis seluruh dunia akan tertuju pada Anda.
Jangan takut pada hal itu, cemooh dan makian, kita sudah sama-sama dewasa dan tidak merugikan siapa pun, toh kita bukan terpidana korupsi yang kabur ke rumah makan padang apalagi nongkrong di toko bangunan.
Tetapi tetaplah jadi kader Paguyuban Kaum Siskaeee yang santun, tak menyebar luaskan informasi apa pun pada anak di bawah umur, dan usahakan menikmati konten demi konten pakai kuota sendiri, ada pun yang thetring teman, maka keimanannya layak dipertanyakan.
Tak boleh terlalu fanatik juga, ini penting, jika kalau kelak ada akun serupa jangan lupa sharing sharing ya, Bung?
Lebih daripada itu, saya jadi membayangkan bahwa ada kemungkinan kelak, ada masa di mana Siskaeee menonton potongan ceramah para Ustadz di sosial media lalu hijrah, itu pilihan dia dan kita harus menerima. Kita tak boleh memaksa kehendak siapapun, itu prinsip dasar dan pedoman yang patut diamalkan.
Tapi, meski sudah sepuh ikhwal perSiskaeee-an, sampai detik ini saya belum paham kenapa e-nya ada tiga? Tolong bantu jawab, Lur!1!1!1!! Yang tahu kita angkat jadi ketua PKS. Wujudken!