MOJOK.CO – Saya dan 5 teman lainnya hanya bertahan selama 6 bulan di kontrakan di Sleman Utara itu. Teror pocong menjadi puncak dari segala kegilaan yang terjadi.
Tepat awal tahun 2016, saya dan 5 orang teman kampus mengontrak sebuah rumah di bilangan Condong Catur, persis di pinggir Ring Road Utara, Sleman. Sebuah rumah di mana teror pocong itu terjadi dan seperti tidak berkesudahan.
Harga sewa kontrakan di Sleman tersebut memang tidak murah. Namun, kami tetap sepakat untuk mengontrak di situ. Selain dekat kampus, faktor kebersihan dan akses yang mudah ke mana saja menjadi alasan. Untuk lebih mudah membayangkan cerita yang saya dan teman-teman alami, saya coba gambarkan denah rumah yang kami sewa:
Tidak ada yang aneh dengan rumah kontrakan kami. Sampai beberapa waktu kemudian kami lebih sering mendapati seorang nenek duduk di teras rumah menjelang maghrib. Dengan menghadap ke arah Jalan Ring Road Sleman sambil memegang sapu ijuk, dia duduk diam di teras rumah. Dan itu hanya awalnya saja, hingga akhirnya teror pocong meyakinkan kami untuk segera angkat kaki.
Teror di kontrakan pocong itu mulai muncul
Sekitar pukul 2 pagi, kami baru pulang dari kedai kopi langganan, masih di daerah Sleman, tidak jauh dari kontrakan pocong itu. Tidak langsung pergi istirahat, kami memilih ngobrol sebentar di teras sambil mengisap beberapa batang rokok. Setelah rasa kantuk datang, satu per satu dari mulai masuk ke kamar.
Saya masuk kamar paling akhir, dan memutuskan untuk segera tidur. Belum sempat mata ini terlelap, tiba-tiba saya mendengar suara dari arah pintu kamar. Seseorang mengetuk pintu kamar 3 kali dengan cepat.
Seperti rusa kaget karena melihat buaya, saya terhenyak dari kasur. Secepat kilat saya membuka pintu dan tidak ada orang di sana. Tanpa membuang waktu, saya menutup pintu dan rebahan di kasur. Tidak lama, suara ketukan itu datang lagi. Kali ini dengan tempo yang lebih lambat.
Orang bodoh mana yang bisa kena tipu sampai 2 kali, pikir saya. Mendengar ketukan itu saya tidak langsung bangun dari kasur. Saya menyemburkan sebuah kalimat dalam Bahasa Jawa dengan suara cukup kencang: “Nek gabut mlebuo, Su! Rasah cangkeman.”
Tidak ada jawaban dari luar. Tidak lama, suara ketukan muncul lagi, kali ini tempo cepat. Dan kali ini, suara cekikikan anak kecil mengikuti suara ketukan itu.
Karena kesal, saya beranjak dari kasur sambil memegang guling bermaksud memukul siapa saja yang iseng di kontrakan pocong ini. Namun, sekali lagi, tidak ada orang di depan kamar saya. Kosong. Sepi. Jangankan batang hidung, ujung rambut saja tidak ada.
Tidak patah arang, saya mencoba melihat 3 kamar teman-teman saya. Nihil. Mereka semua telah terlelap. Saya bahkan sampai membangunkan 3 teman hanya untuk memastikan mereka benar-benar telah tidur. Dengan sedikit ketakutan sambil memeluk guling saya bergegas kembali ke kamar. Buru-buru saya memejamkan mata sambil memutar murotal Al-Qur’an dari YouTube dengan suara keras-keras.
Baca halaman selanjutnya: Kontrakan yang janggal dan teror tak berkesudahan.