MOJOK.CO – Harimau jadi-jadian layaknya tentara keluarga nenek saya. Setiap malam ia akan mengelilingi bumi untuk menjaga setiap keturunan bahkan memberi kabar kematian.
Nenek saya punya harimau, tapi bukan harimau binatang sungguhan. Ya, harimau itu adalah harimau jadi-jadian. Biasa disebut maung atau inyiak atau engku dalam bahasa daerah. Sedari kecil saya sudah sering diceritakan nenek mengenai harimau jadi-jadian yang bertugas menjaganya itu.
Begini ceritanya….
Perlu diketahui bahwa nenek saya ini adalah orang asli Banten, lebih tepatnya di Bayah. Ayah beliau termasuk orang terpandang pada masanya. Ketika saya berkunjung ke Bayah, dari cerita-cerita famili di sana, ayah dari nenek saya ini juga sempat bertemu Tan Malaka yang pada masa itu menyamar dengan nama Ilyas Hussein dan menjadi pengurus romusha di Tambang Arang.
Dari cerita itu pula saya tahu kalau selama di Bayah, Tan Malaka suka menggunakan payung hitam walaupun hari tidak hujan. Entahlah, saya cuma bisa angguk-angguk saja mendengar cerita-cerita itu. Apakah benar apakah tidak saya juga tidak tahu pasti.
Tapi yang jelas, kata nenek saya, ayah beliau keturunan darah biru alias keturunan raja. Selayaknya kerajaan tentu ada tentara, nah tentara keluarga nenek saya adalah si harimau jadi-jadian itu. Kata beliau pula, setiap malam, mulai dari jam dua belas ke atas, si harimau akan mengelilingi bumi bulat ini, untuk menjaga setiap keturunan dari keluarga nenek saya. Seperti seorang tentara yang menyisir daerah perbatasan atau abang-abang ronda yang menjaga kompleks dari maling.
Biasanya, si harimau akan ngasih kode kalau dia datang, persis seperti abang-abang ronda yang memukul tiang listrik. Dan kodenya itu punya banyak versi, ada yang menampakkan diri, ada yang garuk-garuk pintu, ada yang bunyi-bunyi di genteng, dan ada yang suara auman.
Karena nenek saya merasa takut dan tidak sanggup melihat wujudnya, beliau meminta kepada para sesepuh untuk tidak membiarkan harimau jadi-jadian itu langsung menampakkan wujudnya. Jadi hanya berupa firasat dan bunyi-bunyian tertentu.
Harimau itu sebenarnya tidak hanya menjaga, tapi juga mengabarkan berita, salah satunya berita kematian. Di antara keluarga saya, neneklah yang pertama kali tahu kabar kematian, tapi beliau biasanya diam-diam aja. Setelah terjadi, barulah beliau ceritakan kepada kami, cucunya.
Pernah pada suatu waktu, sepupu dari kakek saya dirawat di rumah sakit. Tiga atau empat hari sebelum itu, si harimau sudah memberitahu nenek dengan kode suara cakar menggaruk-garuk pintu kamarnya. Ketika mendengar itu, nenek saya langsung konek, “Oh, sepupu kakek saya itu waktunya sudah tidak lama lagi,” ucapnya dalam hati.
Selalu begitu. Jadi nenek saya sudah bersiap sedih duluan dari anggota keluarga yang lain. Mungkin itu pula tujuannya, agar kabar duka datangnya secara perlahan, untuk menghindari keterkejutan yang bisa-bisa bikin serangan jantung.
Waktu kecil, saya membayangkan jika punya harimau seperti itu pasti enak, merasa dijaga dan diberitahu tentang kabar-kabar yang akan terjadi. Dan tentunya, saya bisa mengantisipasi jika pacar saya ingin putus, atau apakah cinta saya akan diterima atau ditolak.
Semenjak nenek saya pindah dari Padang ke Bandung, tempat bibi saya, cerita itu lama-lama sudah hilang dari peredaran pikiran saya yang dipenuhi tugas kuliah, cinta, dan luka. Namun, pada suatu malam Jumat saya bermimpi tentang harimau.
Dalam mimpi itu, saya sedang berada di rumah sendirian. Kemudian dari jendela saya melihat ada harimau besar yang lewat dan naik ke atas genteng. Genteng itu lalu didobrak sampai bolong dan ia pun masuk ke dalam rumah. Karena takut, saya lari ke kamar. Si harimau jadi-jadian mengejar saya.
Ketika menutup pintu, ia mendesak ke dalam, sehingga saya kepayahan menutupnya. Sebab tidak kuat, akhirnya harimau jadi-jadian itu berhasil masuk dan langsung menerkam saya. Seketika itu juga saya terbangun. Hari masih jam 3 subuh. Suasana mimpi yang begitu mencekam masih terasa walaupun saya sudah sadar.
Saya bisa merasakan tangan saya menggigil. Hal pertama yang saya lihat adalah pintu kamar, tempat kejadian yang ada di mimpi. Cepat-cepat saya hidupkan lampu dan memastikan pintu kamar terkunci sempurna. Sungguh, aura malam itu sangat tidak mengenakkan. Saya menjadi begitu was-was melihat ke jendela dan sudut-sudut kamar. Bulu kuduk saya tiap sebentar merinding.
Sehabis subuh baru saya bisa tidur dengan lampu kamar menyala, hal yang tidak pernah bisa saya lakukan sebelumnya.
Seharian pikiran saya dibayang-bayangi mimpi malam itu, walau kesibukan di kampus kadang membuat saya bisa melupakannya untuk sesaat. Dan yang lucunya, tidak ada terlintas di benak saya untuk menelepon nenek hari itu. Padahal saya bisa menelepon nenek, bertanya kabar, dan menceritakan mimpi itu. Mana tahu, nenek bisa membuat saya lebih tenang, seperti yang dulu sering beliau lakukan.
Jam setengah sebelas malam saya sampai di rumah, dan semua orang sudah tidur. Di rumah, jadwal tidur dan bangun mesti teratur, karena jika bangun kesiangan, siap-siap saja menerima hantaman kata-kata dari ibu saya yang ributnya seperti peluru senapan serbu itu.
Sampai di kamar, bayangan mimpi itu muncul lagi. Saya duduk di atas kasur mengawasi sekitar. Tidak lama setelah itu tiba-tiba terdengar suara srkk…srkk…srkk dari arah jendela. Bulu kuduk saya langsung berdiri, degup jantung memacu. Saya geser pantat menyudut ke ujung kasur.
Hal yang menjengkelkan adalah gorden jendela itu masih terbuka. Saya lupa menutupnya ketika akan pergi kuliah. Dan suara srkk…srkk…srkk itu terdengar lagi. Di luar gelap, angin kencang, saya hanya berani menatap jendela dari sudut mata saya dan itupun hanya sebentar.
Saya mencoba berpikiran positif, membayangkan beberapa kemungkinan: suara daun yang dihembus angin, suara tikus, suara kucing, suara seng, suara kecoak, atau suara sapi. Semua itu menjadi mungkin karena jendela saya mengarah ke semak-semak belakang rumah.
Jendela yang terbuka malam-malam sudah ngeri apalagi ditambah suara yang saya tidak tahu apa itu. Lalu saya menyusun sebuah strategi, berlari ke jendela, tutup gorden, ke kasur, langsung selimutan.
Karena sudah tidak tahan lagi, saya pun berlari ke arah jendela. Tapi tangan saya tidak bisa bergerak untuk menutup gorden, sebab di jendela tiba-tiba muncul dua bola mata merah dan menyala yang menghipnotis seluruh tubuh saya. Semakin lama semakin membesar, dan, pada akhirnya saya melihat dengan begitu jelas. Di hadapan saya, wajah seekor harimau dengan gigi-giginya yang seperti ingin menerkam saya.
Setelah itu gelap, saya pingsan.
Bangun-bangun, ibu sudah di sebelah saya dan menangis, memegang HP dengan foto nenek saya di layarnya, dari matanya saya membaca sebuah kabar buruk…
Oh tidak…
BACA JUGA Ketiduran di Kuburan karena Ulah Ojol Gaib atau artikel lainnya di MALAM JUMAT.