Beberapa hari yang lalu ada tulisan di Mojok yang cukup mendapat tanggapan hangat tentang fenomena kos-kosan putri eksklusif di Jogja. Saya lalu teringat pengalaman salah satu teman saya yang saya rasa cukup menarik untuk saya bagi kisahnya di sini.
Teman saya ini, sebut saja namanya Aldo. Laki-laki, berusia sekitar 26 tahun. Perawakannya cukup menarik dengan postur tubuh agak kecil namun lumayan atletis.
Sehari-hari, Aldo bekerja di café kekinian miliknya yang terletak di kawasan Jogja Selatan. Pengetahuan Aldo tentang teknik meracik kopi cukup jempolan. Dia juga dikenal ramah dan bersahabat saat melayani pengunjung café. Tak heran bila café tersebut tak pernah sepi oleh pengunjung.
Selain bekerja mengurusi café yang dimilikinya, pekerjaan lain Aldo adalah menjadi penjaga kos. Pekerjaan Aldo yang satu inilah yang membuat banyak teman-temannya merasa iri. Karena kos-kosan yang dijaga dan diurus Aldo adalah kos-kosan putri (entahlah kos-kosan putri yang satu ini bisa dikategorikan eksklusif atau tidak). Tak jarang teman-teman Aldo menggodanya dengan menyisipkan pikiran-pikiran jahat ke tempurung kepala Aldo.
“Wah, kalo aku jadi kamu, udah tak sikat semua itu,” kata Diki.
“Sikat, sikat, emangnya lantai WC???” balas Aldo.
Begitulah Aldo. Meskipun dia bekerja di lingkungan yang menjanjikan banyak peluang, tapi pemuda satu ini tetap istikamah dalam menjalankan tugasnya. Tak pernah sekali pun terbersit dalam benaknya untuk berbuat macam-macam dengan penghuni kos. Aldo hanya fokus pada pekerjaannya dan tetap tegar mengatasi setiap godaan yang datang. Padahal, tak jarang para penghuni kos sendiri yang turun tangan dalam menggoda Aldo, mulai dari celetukan-celetukan provokatif hingga ajakan untuk menghabiskan waktu bersama di kamar salah satu penghuni kos. Namun Aldo tetap tidak tergoda.
“Kalo saya macem-macem, bisa selesai (karier) saya (sebagai penjaga kos). Belum lagi kalo nanti ketauan sama orang kampung. Bisa abis saya,” ujar Aldo mencoba untuk menjelaskan sikapnya.
Semua laki-laki itu bajingan. Tak terkecuali Aldo. Aldo sebenarnya cukup ‘nakal’, tapi dia tidak mau mengotori tempat dia mencari nafkah dengan kenakalannya. Aldo adalah bajingan yang masih bisa menggunakan akal sehatnya dan memilih untuk hidup lurus-lurus saja tanpa mempedulikan godaan dan kesempatan yang ada di sekitarnya.
Sayangnya, meski sudah memilih menjadi (((pria baik-baik))), toh Aldo masih kesandung satu peristiwa naas.
Semuanya bermula saat Aldo mendapatkan “Match” lewat salah satu aplikasi kencan online yang sedang naik daun beberapa tahun belakangan. Perempuan yang kebetulan “Match” dengan Aldo itu kita sebut saja Ratih. Ratih adalah mahasiswa kebidanan dan tinggal di luar kota Jogja. Dari aplikasi kencan online, keduanya lalu pindah ke aplikasi chat untuk berkomunikasi secara lebih intens. Semuanya berjalan baik-baik saja dan Aldo merasa bahwa Ratih memiliki ketertarikan yang sama dengan apa yang ia rasakan.
Singkat cerita, keduanya lalu sepakat untuk bertemu. Ratih setuju untuk datang ke Jogja menemui Aldo. Mereka menghabiskan malam bersama di café milik Aldo dan bicara tentang apa saja. Ketika malam semakin larut, Aldo menawarkan Ratih untuk menginap saja di kos-kosan yang dijaganya. Ratih setuju. Keduanya langsung melesat menuju kos-kosan yang dijaga Aldo.
Sesampainya di kos, Aldo langsung masuk ke kamarnya dan mempersilakan Ratih ikut masuk. Entah mengapa, Ratih tampak enggan masuk ke kamar Aldo.
“Aura kamarmu nggak enak,” begitu kata Ratih waktu itu.
Setelah diyakinkan oleh Aldo, akhirnya Ratih mau masuk ke kamar Aldo. Untuk mempersingkat cerita, keduanya mulai berinteraksi secara lebih intens hingga sepakat untuk melakukan (((kegiatan itu))).
Di sinilah petaka itu dimulai. Saat sedang berada di atas, Aldo dalam kondisi (((siap beraksi))), tiba-tiba wajah Ratih berubah 180 derajat. Aldo sempat kaget karena wajah itu menjadi sangat asing baginya. Seperti memancarkan kekuatan jahat. Aldo jadi tambah kaget saat Ratih berbicara dengan suara yang sama sekali berbeda. Bayangin aja suara Batman pas di film Batman versus Superman yang mengecewakan itu. Kira-kira seperti itu.
“Aku tuh sebenernya udah lama memperhatikan kamu. Aku suka banget sama kamu. Akhirnya malem ini aku bisa mendapatkan apa yang aku inginkan selama ini,” kata Ratih, diiringi senyuman yang aneh di wajahnya.
Wajah Aldo seketika menjadi pucat. Didorongnya Ratih hingga perempuan itu terjatuh dari kasur. Aldo buru-buru bangkit dan bersiap keluar kamar. Belum sempat keluar, tangannya ditarik Ratih yang masih tersenyum dengan senyuman aneh yang mengerikan.
“Lepas!” bentak Aldo sambil menepis tangan Ratih.
Tiba-tiba Ratih pingsan dan terjatuh ke lantai. Melihat Ratih yang tak sadarkan diri, Aldo mengurungkan niatnya untuk kabur dan berusaha untuk menyadarkan Ratih. Ratih akhirnya sadar meskipun masih tampak kebingungan.
“Aku kenapa?” tanya Ratih.
“Kamu nggak inget?” Aldo balas bertanya.
Ratih menggeleng.
Pendek kata, Aldo akhirnya mengurungkan niatnya untuk menghabiskan malam bersama Ratih dan memutuskan untuk mengantarkan perempuan itu pulang. Sepanjang perjalanan pulang, Ratih hanya terdiam. Sementara Aldo masih agak ketakutan, khawatir kalau terjadi apa-apa di tengah jalan. Untunglah kekhawatiran Aldo tidak jadi nyata. Ratih sampai di kosnya dengan selamat dan Aldo langsung pamit untuk kembali ke Jogja.
Keesokan harinya, Aldo didatangi oleh temannya. Sebut saja namanya Imron. Imron ini adalah teman Aldo yang memiliki keahlian khusus. Dia adalah “orang pintar”. Ternyata, Imron sudah mengetahui jika Aldo baru saja mengalami kejadian tidak biasa malam sebelumnya. Karena itulah dia memutuskan untuk mendatangi Aldo.
“Yang kemaren malem itu bukan Ratih,” ujar Imron membuka percakapan. “Kamu masih suka tidur di sofa di ruang tamu kos?” tanya Imron kemudian.
“Masih,” jawab Aldo kebingungan. Apa hubungannya antara kebiasaannya tidur di sofa dengan kejadian tadi malam, pikirnya.
“Nah, itu dia,” sambung Imron. “Di sebelah kanan ruang tamu itu kan ada taman. Perempuan itu, yang masuk ke badan Ratih, sering duduk di taman itu, memperhatikan kamu setiap kali kamu tidur di sofa ruang tamu.”
Jantung Aldo seperti berhenti berdetak. Keringat dingin mulai menetes perlahan di dahinya.
“Perempuan itu, yang suka duduk di taman itu, sudah lama suka sama kamu. Waktu ada Ratih, dia langsung memanfaatkan tubuh Ratih agar bisa bercinta denganmu.”
Aldo mulai merasa pusing. “Terus sekarang gimana?” tanyanya dengan suara lirih.
“Tenang. Habis ini kita ke kosanmu. Nanti aku ‘bersihin’ sekalian aku ‘pagerin’ biar perempuan itu nggak ngganggu kamu lagi.”
Aldo cuma bisa bengong. Satu hal yang diputuskannya saat itu: Menghapus aplikasi kencan online dari telepon genggamnya.