Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Seni

Pengalamanku Bertemu Jemaah Blekmetaliyah di Rock In Solo 2023

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
14 Desember 2023
A A
Pengalamanku Bertemu Jemaah Blekmetaliyah di Rock In Solo 2023 MOJOK.CO

Ilustrasi - Rock in Solo (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Festival musik keras Rock In Solo sudah berkumandang hampir dua dekade lalu, tepatnya pada 2004. Banyak band metal internasional yang sudah mampir ke Kota Liwet ini. Mulai dari Dying Fetus, Death Angel, Cannibal Corpse, Nile, Suffocation, Behemoth yang sudah kedua kalinya, hingga paling baru Thy Art Is Murder dan Cryptopsy.

Sepanjang belasan kali edisi, saya baru berkesempatan menghadiri festival yang konon jadi “lebaran-nya jemaah blekmetaliyah” ini sebanyak tiga kali. Yakni pada 2015, 2022, dan terakhir 2023 pada 10 Desember kemarin.

Kendati pun kesempatan saya hadir belum begitu banyak, saya merasa Rock In Solo menjadi salah satu festival musik metal terbaik yang pernah saya hadiri. Ada banyak hal yang bisa saya rayakan di sini. Khususnya pada 2023 ini, ada banyak momen berkesan yang rasanya sayang jika tidak saya bagikan kepada pembaca Mojok sekalian.

***

Minggu, 10 Desember 2023, agaknya bakal menjadi hari yang “gelap”. Bagaimana tidak, sejak pagi cuaca di Yogyakarta, tempat saya tinggal, sudah diselimuti mendung. Namun, potensi hujan petir di Yogyakarta ini tak berarti bakal mengurungkan niat saya buat menjemput kegelapan lain yang ada di Surakarta bernama “Rock In Solo”. 

Dan benar saja, saya beruntung. Mendung pada hari itu nyatanya hanya nge-prank. Hingga sore hari cuaca aman-aman saja kok. Bahkan, teman saya yang sudah berada di Benteng Vastenburg, Surakarta–venue konser—pukul 13.00 WIB mengabarkan bahwa cuaca di sana amat cerah. Tidak mendung, tapi juga tak terlalu terik.

“Cocok buat bikin moshpit,” katanya melalui sambungan telepon.

Menjumpai jemaah blekmetaliyah kaffah di Rock In Solo

Namun, karena ada satu dan lain hal, barulah sekitar pukul 17.00 WIB saya berangkat ke Solo. Satu jam perjalanan darat saya tempuh bersama kawan saya yang merupakan metalhead lain asal Yogyakarta.

Saya sadar bahwa kami sudah melewatkan banyak band-band lokal bagus yang tampil sore hari. Tapi, kami harus tetap menjaga api semangat. Toh, target utama kami adalah nonton Behemoth, raksasa metal asal Polandia, dan Cryptopsy yang baru saja menjadi band metal pertama yang manggung di Arab Saudi.

Sesampainya di lokasinya, saya berpisah dengan kawan saya dari Yogyakarta. Ia izin mau menemui kawan lamanya, jamaah blekmetaliyah lain asal Malang. Sedangkan saya mau berkeliling melihat-lihat situasi sekaligus mengisi perut. Kami janjian bertemu lagi saat Behemoth tampil.

Takjub! Begitulah kesan pertama saya ketika menyaksikan keriuhan penonton yang datang. Unik, adalah hal yang jarang saya jumpai di festival-festival lain. Banyak penonton yang datang dengan fesyen nyentrik, alias tak sekadar hadir dengan kaos band warna hitam dan rambut gondrong. 

Banyak penonton yang datang merias wajah mereka laiknya musisi-musisi blekmetal seperti Abbath, Powerwolf, atau bahkan Behemoth itu sendiri. Pendeknya, mereka secara nyentrik jadi cosplay musisi-musisi idola mereka.

Blekmetal yang sudah mengakar dalam jiwa

Salah satu yang berhasil saya ajak ngobrol adalah Jempink Ghoib (40), lelaki yang jadi pusat perhatian karena merias tubuhnya hingga menyerupai hantu. Kepada saya, lelaki asal Banyuwangi, Jawa Timur, ini bercerita bahwa dirinya memang tipikal orang yang “tak suka setengah-setengah” saat datang ke konser metal. Katanya, ia selalu berusaha tampil beda dengan yang lain.

jemaah blekmetalihah di Rock in Solo MOJOK.CO
Jempink Ghoib (40), asal Banyuwangi, Jawa Timur merias tubuhnya demi memeriahkan Rock in Solo, pada Minggu (10/12/2023). (Foto. Dok pribadi Jempink)

“Apalagi berkaitan dengan RIS [Rock In Solo], saya memang pengen mempersembahkan tampilan yang beda dari yang lain. Demi meng-support RIS, apalagi guest star-nya Behemoth yang paling saya idolai,” kata dia.

Iklan

Lelaki yang punya nama lain “Sixtiyo Dore” ini mengaku bahwa perasaan “militansi” blekmetal memang sudah mengakar dalam jiwanya. Bahkan, selain berpenampilan nyentrik di acara konser-konser metal, ia juga beberapa kali manggung sebagai vokalis band metal–dengan tampilan yang nyentrik juga tentunya. 

Pendek kata, ia boleh dibilang jamaah blekmetaliyah yang “kaffah”.

Selain tampil beda, pada gelaran Rock In Solo tersebut ia juga beratraksi dengan main semburan api di tengah-tengah crowd yang sedang moshing. Bayangkan, betapa gilanya beliau ini.

Blekmetaliyah di Rock In Solo yang tak lupa ibadah

Keunikan lain yang saya temui dari para jamaah blekmetaliyah di Rock In Solo adalah ketaatan ibadah mereka. Bagaimana tidak, kaos boleh sangar, lagu-lagu boleh keras, dan rambut boleh gondrong, tapi ibadah tidak boleh bolong.

Hormat yang tinggi juga saya berikan kepada penyelenggara festival. Tiap kali waktu salat tiba, tak ada musisi yang berada di atas panggung. Panitia Rock In Solo memberikan kesempatan para jamaah blekmetliyah untuk sembahyang secara khusyuk di venue.

Bahkan, menurut Yadi (41), metalhead lain yang saya temui, saat masuk waktu Maghrib panitia menampilkan visual adzan di layar atas panggung. Suara adzan pun juga terdengar di tiap sound. Para jemaah blekmetaliyah pun berbondong membuat saf di tengah-tengah crowd untuk melaksanakan salat Maghrib berjamaah.

Kata Yadi, yang jauh-jauh datang dari Surabaya untuk menyaksikan band Cryptopsy di Rock In Solo, “musik boleh sangar, tapi ibadah jangan ditinggal”.

Lelaki yang waktu saya temui masih dalam keadaan rambut lepek karena habis wudhu tersebut, mengatakan bahwa diriny menggemari musik blekmetal sejak remaja. Lagu-lagu band blekmetal Eropa seperti Dimmu Borgir hingga Marduk tak pernah lepas dari playlist di Spotify-nya.

“Tapi kalau soal salat jangan ditinggalkan. Sembahyang duluan, baru ikut moshingan,” kata dia dengan gelak tawa.

Festival yang ramah anak dan perempuan

Setelah menemui para jamaah blekmetaliyah yang sudah sejak siang memadati area Benteng Vastenburg, saya berjalan ke area taman bermain atau playground yang cukup menyita perhatian saya. 

Bagaimana tidak, di tengah padatnya para metalhead yang merayakan kegelapan dengan moshing dan headbang, terdapat area yang dikhususkan untuk tempat bermain anak-anak. Tempat seperti ini yang jarang saya temui di festival musik metal lainnya.

Salah satu penonton perempuan yang membawa anaknya hadir di Rock In Solo adalah Rika Ajeng Safitri (37). Rika, sapaan akrabnya, mengaku baru pertama kali datang ke festival musik metal karena sebelumnya suaminya selalu datang sendiri.

“Tapi karena suami pengennya ngajak anak dan istri, okelah aku sama anak akhirnya ikut,” ujar Rika.

Penonton Rock in Solo mengajak anaknya untuk nonton konser
Rika Ajeng Safitri (37) datang ke Rock In Solo bersama suami dan anaknya. Tak ingin menganggu anaknya, ia mengenakan headphone di anaknya yang tengah digendong oleh suaminya, Minggu (10/12/2023). (Foto: Dok Pribadi Rika Ajeng)

Perempuan asal Kediri, Jawa Timur, ini mengaku kalau awalnya dirinya sempat khawatir dengan situasi di venue konser. Apalagi setelah tahu kalau band-band yang tampil semuanya bergenre metal, musiknya keras-keras, dan tampilannya seram-seram.

“Setelah tahu info kalau RIS ternyata nyediain playground, terus nyediain ruang laktasi juga, akhirnya ikut,” sambungnya.

Merasa aman nonton bareng keluarga

Meskipun merasa lega karena orang tua bisa menikmati acara sementara anak asyik bermain, Rika juga tetap memperhatikan aspek kesehatan anaknya. Dalam acara tersebut, ia tetap membekali putrinya dengan earmurff untuk memastikan keamanan telingannya. Mau tidak mau, harus diakui konser musik metal pasti terdengar lebih bising.

“Mending lihat acara seperti RIS daripada nonton orkes dangdut, karena malah aman dari tawuran,” ujarnya dengan nada bercanda.

Selain Rika, saya juga mengamati ada banyak perempuan dan anak-anak lain yang memadati venue konser. Bahkan, dalam beberapa kali penampilan bintang tamu, para perempuan juga ikut merayakan lagu dengan masuk ke dalam kerumunan moshpit. 

Sungguh pemandangan yang luar biasa. Seperti inilah idealnya konser, semua gender bisa menikmati tanpa adanya diskriminasi dan pelecehan seksual.

Festival paling nikmat buat crowd surfing

Waktu menunjukkan pukul 19.30 WIB. Sebentar lagi beberapa band yang saya tunggu akan segera tampil. Termasuk raksasa metal asal Solo, Down for Life, legenda musik rock Indonesia, Edane, serta tentunya Behemoth.

Crowd atau kerumunan penonton yang memadati area depan panggung memiliki semua syarat untuk dikatakan sebagai penonton konser terbaik. Tipe rekam sepanjang konser, ada. Tipe rekam beberapa lagu, kemudian lanjut headbang, ada juga. Atau, tipe yang sepanjang konser tanpa HP dan fokus moshing, banyak.

Namun, sebagaimana guyubnya para jemaah blekmetaliyah ketika konser, ada kode etik tak tertulis: saat kamu jatuh pas lagi moshing, kami bantu berdiri; kalau luka, kami bantu obati. Hal tersebut yang terlihat di sepanjang penampilan para line up. Saya beberapa kali mencoba nimbrung di kerumunan moshing, beberapa kali juga sempat terbentur dan jatuh, dan kode etik tak tertulis tadi benar-benar ditaati di Rock In Solo.

Saya juga beberapa kali mencoba crowd surfing. Berselancar badan di atas kerumunan yang sedang menonton. Betapa nikmatnya pengalaman di sini karena para penonton sangat suportif. Sehingga, pengalaman tadi pun jadi crowd surfing terlama dan terjauh saya dalam sepanjang menghadiri konser musik. 

Ditambah lagi, lantunan nada gelap dari lagu “Conquer All” yang Behemoth nyanyikan semakin menenggelamkan saya bersama lautan jemaah blekmetaliyah lainnya.

Akhirnya, ketika warga X (Twitter) ramai-ramai mendeklarasikan bahwa Rock In Solo jadi festival musik metal terbaik dan teraman, saya hanya bisa tersenyum bersepakat. Seperti inilah festival musik metal yang ideal.

Reporter: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Curhatan Mereka yang Bernasib Sial karena Tertipu Konser Bodong

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 15 Desember 2023 oleh

Tags: Musikmusik metalpilihan redaksirock in solo
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO
Ragam

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO
Hiburan

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO
Ragam

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.