Warung Madura memang sudah mulai menjamur di berbagai daerah di Indonesia. Termasuk yang menjadi sorotan adalah di Joga. Sejak masa pandemi, warung Madura seolah melakukan invansi besar-besaran di “Tanah Sultan” ini,
Namun, bagi orang Surabaya—sebagai kota yang konon menjadi persebaran warung tersebut paling awal—warung Madura di Jogja bisa dibilang salah konsep.
***
Hari-hari pertama sejak pindah di Jogja pada akhir Januari 2024 lalu membuat saya sempat merasa kesulitan mencari warung Madura. Sebelum akhirnya, teman yang memberi saya tumpangan sementara, Puji (24) memberitahu saya perihal ciri-ciri warung Madura di Jogja yang memang cenderung berbeda dengan di Surabaya.
“Loh, kok mewah?” tanya saya agak heran.
“Kayak bukan warung Madura yang kita kenal di Surabaya ya? Aku awal-awal di Jogja juga heran,” jawab Puji yang memang sudah satu tahun tinggal di Jogja, tepatnya di Nologaten, Sleman.
Warung Madura generasi awal di Surabaya?
Menurut saya dan puji, warung Madura di Jogja terlalu mewah. Sangat tidak warung Madura kalau kata Puji. Beda banget dengan yang kami dapati di Surabaya.
Meski tidak ada klaim resmi, tapi menurut Puji desain warung Madura yang “warung Madura banget” adalah yang ada di Surabaya.
Pasalnya, secara teritori, Surabaya menjadi kota yang paling dekat dengan Pulau Garam tersebut. Sehingga, persebaran warung Madura pun kami asumsikan dimulai dari Kota Pahlawan.
Ya meskipun ada sumber yang menyebut kalau warung Madura justru pertama kali merambah di Jakarta pada awal 2000-an. Baru setelahnya mulai merambah di kota-kota lain.
Intinya masih simpang-siur. Tapi Puji cenderung percaya kalau sebaran awalnya ada di Surabaya (sampai nanti ada data yang valid). Mengingat, Kota Surabaya bisa dibilang adalah kota kedua bagi orang Madura.
Berdasarkan data dari Universitas Ciputra Surabaya, orang Madura menjadi suku terbanyak kedua yang mendiami Surabaya setelah suku Jawa.
Maka Puji punya anggapan subjektif bahwa konsep warung Madura seharusnya seperti yang ada di Surabaya.
Akan tetapi perlu dicatat, anggapan Puji tersebut tentu tidak serius. Ia hanya bercanda atas keheranannya melihat perbedaan warung Madura di Jogja dan Surabaya yang cukup mencolok.
Dan itu justru memantik saya untuk melakukan wawancara secara langsung ke salah satu warung Madura di Jogja.
Warung Madura Jogja terlalu mewah dan rapi
Poin pertama yang Puji soroti adalah perihal desain kios dan tata letak barang-barangnya.
Selama enam tahun di Surabaya, persepsi Puji soal warung Madura adalah: pasti di kios super sempit dan terlihat semrawut. Tak lebih dari 3×4.
“Kalau ada yang rapi, mungkin cuma cara nata rokok. Yang lain berserakan, semrawut,” katanya.
Saking semrawutnya, alhasil kios warung Madura di Surabaya yang memang sudah kecil itu makin terlihat sumpek dan penuh sesak.
“Karena aku sering loh, karena saking natanya ngasal, pas mau beli apa penjualnya bingung mencari,” lanjutnya.
Bahkan kalau hendak membeli di warung Madura di Surabaya, kadang kasihan dengan penjualnya: sepasang suami istri dengan seorang anak yang masih kecil berlumur keringat lantaran sumpeknya kios yang mereka tempati. Kipas kecil yang mereka nyalakan tak kuasa menahan panas-sumuknya Surabaya.
Tapi itulah yang justru menjadi ciri khas yang membuat Puji mudah mengenali warung Madura di Surabaya. Kalau ada toko kelontong tapi kiosnya bagus dan lebih luas, pasti milik orang Surabaya sendiri.
Baca halaman selanjutnya…
Alasan warung Madura di Surabaya sempit dan semrawut