Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Upaya Petani di Papua Kembangkan Bisnis Parfum Kelas Dunia, hingga Dilirik Brand Ternama seperti Chanel dan Hermes

Aisyah Amira Wakang oleh Aisyah Amira Wakang
6 Mei 2025
A A
Masyarakat adat Papua kembangkan parfum. MOJOK.CO

ilustrasi - Petani Papua kembangkan parfum dari Pala. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Mama Siti (52) adalah satu dari ratusan perempuan adat Papua sekaligus petani yang menjalankan tradisi pengelolaan pala dan menjaga kelestarian hutan. Berkat kerja keras mereka, komoditas pala lokal berkembang pesat, hingga menembus industri parfum dunia yang dilirik oleh brand internasional seperti Chanel dan Hermes.

Pala adalah keajaiban bagi perempuan adat Papua

Mama Siti selaku pemimpin petani perempuan di sana mengatakan, jumlah pohon pala di hutan desa Dusun Pala, Desa Pangwadar, Kecamatan Kokas, Kabupaten Fakfak, Papua Barat amatlah banyak. Pohon pala sendiri adalah warisan leluhur mereka.

“Pohon pala Tomandin bukan sekadar pohon bagi kami. Ini adalah warisan dari nenek moyang kami yang hidup dari generasi ke generasi untuk memberi kami kehidupan. Saya hanya bisa mengatakan bahwa pala Tomandin adalah keajaiban bagi kami,” tutur Mama Siti, melalui keterangan resmi Kaleka, dikutip Selasa (6/5/2025).

Bagi masyarakat adat Papua Barat, pohon pala melambangkan kehidupan itu sendiri. Ia dianggap sebagai “penjelmaan perempuan” dan berperan penting dalam menopang kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat setempat melarang penebangan pohon pala.

Dengan merawat dan mengolah pohon pala, berarti menunjukkan rasa hormat antara masyarakat dengan alam. Hal itu juga memunculkan tradisi unik saat panen. Biasanya, laki-laki bertugas memanjat pohon dan mengambil buah yang sudah matang. Sedangkan, perempuan bertugas mengolahnya.

Mama Siti memimpin petani perempuan di Papua. MOJOK.CO
Mama Siti, pemimpin petani perempuan di Papua yang kembangkan pala jadi parfum. (Sumber: Kaleka)

“Sejauh ini sudah ada 118 wanita yang membersihkan buah pala, memisahkan daging dan bijinya, lalu menjemurnya di bawah sinar matahari,” ujar Mama Siti.

Dua bulan sebelum musim panen, masyarakat adat akan duduk bersama dan berdiskusi alias “wewowo”. Dalam kurun waktu tersebut, mereka melakukan upacara simbolis dengan memakaikan kebaya kepada pohon pala. Kebaya ini merupakan pakaian tradisional yang biasanya dikenakan oleh perempuan.

Pemakaian busana tersebut mendandakan bahwa tidak ada yang bisa memanen pala muda atau mereka biasa menyebutnya kera-kera. Kemudian, tepat sebelum panen, kebaya yang dipakaikan ke pohon pala dilepas. 

Pelepasan kebaya tersebut memungkinkan masyarakat untuk memulai panen pala. Setelah itu, mereka meninggalkan lahan untuk pulih secara alami. 

Inovasi mengembangkan pala jadi parfum

Sayangnya, harga jual pala di Papua terbilang rendah. Siklus panennya pun hanya dua kali dalam setahun. Kondisi tersebut membuat banyak petani kesulitan secara ekonomi. Alhasil, banyak di antara mereka memiliki pekerjaan musiman dan kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Harga pala seringkali fluktuatif dan tidak menentu tergantung musim. Ketika harga turun, pendapatan dari pala hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saat musim panen berakhir, banyak dari kami terpaksa harus beralih profesi untuk menunjang kebutuhan keluarga masing-masing.” jelas Mama Siti.

Tak sedikit akal, Mama Siti pun berusaha membalik nasib mereka dengan mengubah pala menjadi komoditas bernilai tinggi. Mama Siti dan ratusan perempuan adat lainnya dibantu oleh Kaleka–organisasi nirlama Indonesia yang bergerak di bidang lingkungan, lewat program Wewowo Lestari. 

Produk parfum. MOJOK.CO
Produk parfum dari buah pala di Papua. (Sumber: Kaleka)

Program itu bertujuan meningkatkan nilai tambah pala Papua, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Melalui berbagai pelatihan dan pendampingan, perempuan petani diajarkan teknik pengolahan pala yang lebih baik.

Asisten Badan Eksekutif Kaleka, Venticia Hukom berujar orang biasanya menghiraukan pala Papua karena oil extraction rate yang sangat rendah. Namun, berdasarkan penelitian lembaganya bersama laboratorium Association Francaise des Dieteticiens Nutritionnistes (AFDN) asal Prancis, ada cara untuk meningkatkan oil extraction rare pala Papua.

Iklan

“Jadi yang tadinya 1 persen menjadi 3,5 persen, sehingga bisa dikembangkan menjadi produk turunan lain seperti parfum dan kosmetik,” jelas Venticia Hukom.

Penemuan tersebut membuktikan bahwa pala Papua dapat dikembangkan menjadi prototipe produk parfum. Venticia berniat mengajukan produk tersebut ke perusahaan ternama dunia seperti Hermes dan Chanel.

Penghasilan masyarakat adat Papua meningkat

Venticia berujar lembaganya telah menerapkan SOP yang baik dalam setiap tahap produksi, mulai dari pengumpulan buah hingga pengeringan pala menggunakan solar dryer. Dari proses tersebut, pendapatan penjualan pala meningkat sekitar 13 hingga 40 persen.

Masyarakat adat Papua kembangkan parfum. MOJOK.CO
Masyarakat adat Papua kembangkan parfum dari Pala. (Sumber: Kaleka)

Upaya tersebut juga berdampak pada peningkatan pendapatan petani, serta memberikan kontribusi positif bagi lingkungan. Koperasi Mery Tora Qpohi–badan usaha yang didirikan dari dan untuk petani pala mencatat penghasilan petani meningkat sebesar 11 hingga 40 persen, sesuai dengan jenis dan kualitas pala yang dijualbelikan.

Jumlah itu lebih tinggi dibanding pendapatan yang didapatkan petani jika menjual pala ke pengepul atau tengkulak lokal. Pemanfaatan seluruh bagian pala, seperti kulit dan biji juga menghasilkan produk turunan F&B yang baru seperti sirup, manisan untuk supermarket dan cafe di Fakdak. Ada juga produk kosmetik seperti minyak atsiri.

“Dibantu oleh Kaleka, kami terus berupaya memanfaatkan semua bagian dari pala untuk meminimalisir sampah dari penggunaannya yang biasa menumpuk saat difungsikan menjadi bahan masak. Saat ini, kami sudah menjual kurang lebih 500 botol sari buah yang berbahan dasar daging buah pala yang selama ini hanya ditinggalkan di bawah pohon pala sampai membusuk,” tutur Siti.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Sukses Tuntaskan S1 Peternakan di UGM, Saya Pilih Abdikan Diri “Mengurus” Sapi di Papua atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Terakhir diperbarui pada 7 Mei 2025 oleh

Tags: chanelhermeside usaha parfumKalekamanfaat palamasyarakat adat papua
Aisyah Amira Wakang

Aisyah Amira Wakang

Artikel Terkait

No Content Available
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Wali Kota Agustina Wilujeng ajak anak muda mengenal sejarah Kota Semarang lewat kartu pos MOJOK.CO

Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang

20 Desember 2025
Wisata Pantai Bama di Taman Nasional Baluran, Situbondo: Indah tapi waswas gangguan monyet MOJOK.CO

Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

25 Desember 2025
Sarjana nganggur digosipin saudara. MOJOK.CO

Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis

22 Desember 2025
Terpaksa jadi maling, buronan polisi, hingga masuk penjara karena lelah punya orang tua miskin MOJOK.CO

Terpaksa Jadi Maling-Mendekam di Penjara karena Lelah Punya Orang Tua Miskin, Sejak Kecil Hanya Bisa Ngiler ke Hidup Enak Teman Sebaya

22 Desember 2025
Era transaksi non-tunai/pembayaran digital seperti QRIS: uang tunai ditolak, bisa ciptakan kesenjangan sosial, hingga sanksi pidana ke pelaku usaha MOJOK.CO

Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha

26 Desember 2025
Praja bertanding panahan di Kudus. MOJOK.CO

Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan

20 Desember 2025

Video Terbaru

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.