Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Saya Tinggal di Babarsari, Ngekos Bareng Debt Collector, dan Saya Takut Sekaligus Merasa Terlindungi

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
20 Juni 2024
A A
Saya Tinggal di Babarsari, Ngekos Bareng Debt Collector (DC) di Jogja, dan Saya Takut Sekaligus Merasa Terlindungi.MOJOK.CO

Ilustrasi Saya Tinggal di Babarsari, Ngekos Bareng Debt Collector, dan Saya Takut Sekaligus Merasa Terlindungi (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Dua tahun sudah Riko (20) tinggal di Babarsari, sebuah kawasan di Jogja yang dijuluki “Gotham City” karena aksi kriminalitas yang seolah tak ada habisnya. Selama itu juga mahasiswa asal NTT ngekos bareng debt collector (DC), para penagih utang yang terkenal beringas.

Riko merasa kawasan ini memang “agak laen” kalau dibanding daerah di Jogja lainnya. Namun, kalau menyebut Babarsari, tempatnya ngekos, sebagai kawasan penuh bandit seperti di film Batman tadi, ia punya pandangan lain.

“Kalau bicara seram, kita motoran malam-malam di Jalan Kaliurang pun bisa digebuk klitih,” ujar Riko, menegaskan kalau aksi kriminal bisa terjadi di mana saja, tak hanya di Babarsari.

“Ada orang jahat di sini, tapi bukan berarti tak ada kemanusiaan juga di Babarsari,” imbuhnya.

Misinformasi bentrokan di Babarsari

Siang itu, Kamis (20/6/2024), saya sebenarnya ingin memastikan kejadian yang baru-baru ini viral terkait Babarsari. Di media sosial, muncul pemberitaan kalau kawasan ini memanas setelah dua kelompok kembali bertikai.

Sekedar info, dan himbauan utuk dulur2 yg bekerja maupun yg main di wilaya babarsari dan kelodokan, sementara di hidari dulu area2 tersebut, utk malm dan beberapa hari ke depan..karna ada konflik antara ketua NTT, sama IKS, dan ketua NTT ada luka akibat di pana dari pihak IKS ➡️ pic.twitter.com/P5cosn8MSV

— bakulan bolah ruwet (@UltramenTreager) June 18, 2024

Kata kunci “Babarsari” pun sempat menjadi trending topic di Twitter (X). Lengkap dengan narasi negatif netizen yang mengiringinya.

Namun, di bawah suhu 33 derajat celcius yang menyengat ubun-ubun saya siang tadi, saya tak menemukan sisa-sisa “bekas pertempuran”. Tak ada fasilitas umum yang rusak, para pedagang pun masih berjualan seperti sedia kala. Bahkan, ketika saya menanyakan perihal kejadian yang sempat viral itu, beberapa di antara mereka mengaku tak mengetahuinya.

“Terakhir geger-geger itu, ya tahun kemarin itu, Mas, sampai saya nggak jualan dua minggu karena takut. Kalau baru-baru ini nggak ada apa-apa,” kata Imei, salah seorang penjual jasuke di sekitaran Jalan Babarsari, dekat SMA Negeri 1 Depok, Sleman.

Polresta Sleman sendiri bahkan telah membantah kalau situasi di Babarsari kembali memanas. Dalam pernyataan resminya, mereka menyebut bahwa pertikaian yang melibatkan dua kelompok terjadi di Ngupasan, Gondomanan, Jogja, bukan di Babarsari. Jadi, bisa dikatakan di kawasan tersebut tak terjadi ketegangan apa pun.

Alhasil, pada siang tersebut, saya kecele. Penelusuran saya di Babarsari buat mengkonfirmasi kejadian yang ramai kemarin, boleh dibilang antiklimaks.

Saya, yang sejak sejam lalu kepayahan karena sinar matahari yang amat terik, melipir ke sebuah warung makan di dekat Institut Teknologi Nasional Yogyakarta (ITNY). Di sanalah saya bertemu Riko, mahasiswa kampus tersebut yang berbagi kisah soal pengalamannya hidup di Babarsari.

Kalau ada pertikaian yang melibatkan etnis tertentu, kok selalu mengarah ke Babarsari, sih?

Dalam obrolan kami, saya pun menyampaikan hal-hal yang saya cari siang itu. Namun, Riko malah tertawa. Ia mengatakan, saya seperti kebanyakan orang saat memandang Babarsari.

“Kalau ada pertikaian yang melibatkan etnis tertentu, kok selalu mengarah ke Babarsari, sih?,” ujarnya, melempar pertanyaan. “Lho, geng-geng di Jogja kan ngumpulnya nggak cuma di sini, Bang. Tapi kalau ada bentrok di mana-mana, mata orang langsung mengarah ke sini,” imbuhnya.

Iklan
Saya Tinggal di Babarsari, Ngekos Bareng Debt Collector, dan Saya Takut Sekaligus Merasa Terlindungi.MOJOK.CO
Salah satu gang di Babarsari yang mengarah ke kos Riko. Pada 2023 lalu, orang-orang berhamburan ke gang ini karena terjadi ketegangan. (Mojok.co/Ahmad Effendi)

Mahasiswa asal NTT ini bercerita, sudah dua tahun dia tinggal di Babarsari. Sepengalamannya, saat terjadi konflik di sana, fokus orang-orang lebih ke identitas etnis kelompok yang bertikai. Bukan ke pokok permasalahannya.

“Padahal, yang namanya bentrok, itu nggak memandang suku, ‘kan? Kemarin terjadi kericuhan antarkelompok silat, memang ada yang bawa-bawa etnis?,” katanya.

Menurutnya, potensi kericuhan bisa terjadi di mana pun, terlepas dari etnis seseorang. Maka, menyebut Babarsari kerap ricuh hanya karena dihuni oleh etnis tertentu, kata Riko, “adalah pola pikir yang rasis”.

Dua tahun tinggal bareng DC, sempat merasa was-was di awal

Awal-awal kuliah di Jogja, Riko tak punya pilihan selain ngekos di Babarsari. Pertimbangannya, saat itu dia belum ada motor. Sementara dia hanya bisa mengandalkan jalan kaki buat berangkat ke kampus.

“Nggak susah cari kos sekitar sini. Tapi teman-teman di kampus pada mengingatkan suruh hati-hati, jaga diri betul,” kenangnya.

Awalnya, Riko tak paham apa maksud peringatan teman-temannya. Namun, saat sudah mulai menempati kos-kosannya yang hanya berjarak 5 menit dari kampus itu, dia tahu satu hal. Ternyata, mayoritas penghuninya adalah para debt collector alias DC.

“Kaget, Bang. Seram-seram, ada yang penuh tato. Pernah saya berjumpa, ada yang pulang membawa samurai,” kata dia.

Riko pun menceritakan kejadian itu ke teman-temannya. Alhasil, gosip-gosip seram pun langsung menyebar. Ada yang bilang tetangga kosnya pernah memenggal orang. Ada juga yang mengatakan mereka ikut kartel mafia.

“Sampai saya ini ketakutan sendiri. Tak berani keluar kamar kos. Hingga berpikir, apa saya pindah saja ya.”

Penampilan garang, hati penuh perhatian

Belum genap sebulan ngekos di Babarsari, Riko selalu dilanda overthinking. Pikirannya tak menentu. “Bagaimana kalau saya tiba-tiba dipenggal?”, “Bagaimana kalau mereka salah paham, dan saya diapa-apakan?”.

Pikiran liar seperti itu terus menghantui dirinya.

Sampai, ada satu momen yang mampu mengubah pandangannya terkait Babarsari, DC, yang stigma-stigma negatif yang melekat di mereka.

Pada suatu malam, ia mendapati para tetangga kosnya yang merupakan DC tadi memesan makanan di ojek online. Malam itu, Riko hendak pergi ke warung kopi untuk nugas bersama teman-temannya.

“Tiba-tiba saya dihadang oleh mereka,” kata mahasiswa Jogja ini. “Mereka bilang, ‘saya tahu kamu takut dengan kami, maaf kalau kami menyeramkan’ sambil memberikan beberapa bungkus makanan. Katanya memang sengaja dipesan buat saya dan suruh dibagikan ke teman-teman saya juga.”

Sejak saat itu, hubungannya dengan para tetangga kosnya jadi tak berjarak lagi. Ia jadi kerap berbagi cerita sampai akhirnya memahami sisi lain dari seorang debt collector yang selama ini dianggap musuh masyarakat.

“Saya akhirnya memahami mereka ini manusia juga. Punya perhatian sama sesama. Terharu mendengarkan bagaimana perjuangan mereka menghasilkan uang buat orang tua di kampung,” kata Riko.

“Kalau mereka ada pilihan lain, mungkin tidak akan jadi DC. Celakanya kan, Bang, orang-orang sini senangnya mempekerjakan mereka ya jadi penagih utang saja.”

Merasa dibekingi dan selamat dari konflik di Babarsari gara-gara DC

Kendati demikian, sisi garang para DC tersebut cukup menjadi privilese bagi Riko. Bagaimana tidak, gara-gara dekat dengan para DC Babarsari tadi, ia merasa tak ada yang berani mengganggunya. Baik di kampus maupun jalanan.

“Padahal aku juga nggak bakal ngapa-ngapain, berantem saja tidak bisa,” ujarnya sambil tertawa.

Hal yang paling dia syukuri terjadi tahun lalu. Saat kekerasan terjadi di hampir tiap sudut kawasan Babarsari, kos-kosannya kondusif.

Bahkan, ketika ada rumor terkait sweeping etnis tertentu, para penghuni di sana memberikan jaminan bahwa Riko bakal aman-aman saja.

“Padahal isu sweeping kemarin kencang sekali. Dan kalau dipikir-pikir, saya harusnya jadi target, Bang. Tapi mereka melindungi saya dari malapetaka itu.”

Riko pun akhirnya bisa menyimpulkan, memang ada banyak aksi kekerasan di Babarsari. Tapi, menganggap kawasan ini sebagai tempat yang harus dijauhi, rasa-rasanya adalah pola pikir yang keliru.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Babarsari Adalah Contoh Kawasan Pendidikan yang Tak Ramah Perempuan, Kekerasan Seksual Kerap Mengintai

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Terakhir diperbarui pada 20 Juni 2024 oleh

Tags: Babarsaridebt collectorgotham cityJogjakekerasan di babarsarikriminalitas di babarsariSCBDsleman
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO
Liputan

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO
Ekonomi

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO
Liputan

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.