Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Program Pemerintah Kolonial Belanda dan Orde Baru Jadi Penyebab Orang Jawa Ada di Mana-mana

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
6 Februari 2025
A A
jawa, orang jawa, orde baru.MOJOK.CO

Ilustrasi - Program Pemerintah Kolonial Belanda dan Orde Baru Jadi Penyebab Orang Jawa Ada di Mana-mana (Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Saya berani bertaruh, kalian pasti punya setidaknya satu teman asal Sumatera yang fasih berbicara bahasa Jawa. Hal ini wajar, karena di luar Jawa sana, ada orang-orang Jawa yang sejak dulu sudah membuat permukiman. Pemerintah kolonial Hindia-Belanda dan rezim Orde Baru-lah yang bikin mereka ada di mana-mana.

Kok bisa?

Jawabannya adalah transmigrasi. Benar, transmigrasi yang dimaksud sama seperti transmigrasi yang kalian pelajari di bangku sekolah; yakni perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain.

Namun, pada masa kolonial Hindia-Belanda, wacana transmigrasi tak sesederhana orang pindah dari pulau yang padat, seperti Jawa, ke pulau yang lebih sepi penduduknya. Ada nuansa politis dan motif ekonomi-eksploitatif di dalamnya. 

Motif ini kemudian ditiru oleh Suharto sepanjang rezim Orde Baru.

Buruh murah untuk perkebunan di luar Pulau Jawa

Ada dua esai penting yang menjadi pengantar soal sejarah transmigrasi di Indonesia. Esai pertama berjudul “Internal Migration in Indonesia: Descriptive Notes” (1968) karya Geoffrey McNicoll yang dimuat laman Cornell University. Sementara esai kedua adalah tulisan Craig A. Lockard berjudul “The Javanese as Emigrants: Observations of the Development of Javanese Settlements Overseas” (1971).

Dua esai ini menjelaskan, bahwa pada mulanya proyek perpindahan manusia dari Jawa ke pulau-pulau lain, atau yang disebut transmigrasi, punya motif ekonomi. Program ini dimaksudkan untuk mengirim buruh-buruh upah murah ke Sumatera dan Kalimantan.

Sejak 1937-1940, misalnya, pemerintah kolonial bahkan sudah memindahkan sedikitnya 50 ribu penduduk dari Jawa dua pulau tersebut. Mereka umumnya bekerja di sektor perkebunan dan pertambangan.

Banyak catatan menyebut, secara produktivitas orang-orang Jawa ini lebih unggul ketimbang buruh dari Cina. Namun, upah mereka jauh lebih murah. Itu pun, mereka masih bisa dibodoh-bodohi dan dieksploitasi.

Operasi politik pengucilan

Selain untuk memenuhi kebutuhan buruh upah murah dari Jawa, pemerintah kolonial Hindia-Belanda juga menggunakan program transmigrasi sebagai operasi politik-pengucilan. Maksudnya, orang-orang yang dianggap berseberangan dari pemerintah, bakal dibuang jauh-jauh dari Jawa.

Pasca Perang Jawa, misalnya, mantan pejuangnya satu per satu diasingkan ke luar pulau sampai akhir hayat mereka. 

Sentot Prawirodirjo, panglima perang yang menemani Pangeran Diponegoro, dibuang ke Bengkulu. Sementara Kyai Mojo diasingkan ke Tondano, Minahasa. Mereka berada di pengasingan sampai mati.

Pangeran Diponegoro sendiri dibuang ke Manado, kemudian dipindah ke Makassar. Sekali lagi, ia juga berada di pengasingan sampai akhir hayatnya.

Pada masa pergerakan pun, banyak tokoh yang menentang pemerintah kolonial juga dibuang ke luar Jawa. Sebut saja Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Ilyas Yacub, Mas Marco Kartodikromo, sampai Sayuti Melik.

Iklan

Bedanya, ada tempat tersendiri buat mereka, yakni Boven Digoel di Papua. Sampai-sampai Digoel pun disebut sebagai “kampung orang Jawa di Timur”.

Pemerintah Sukarno pakai transmigrasi sebagai “hadiah”

Setelah Indonesia merdeka, wacana transmigrasi kembali digaungkan oleh pemerintahan Sukarno pada awal 1950-an. Bahkan, saat itu sang proklamator membuat kementerian khusus bernama Djawatan Transmigrasi untuk mengurus program ini.

Bedanya, transmigrasi kali ini tak dipakai buat memindahkan buruh-buruh dari Jawa maupun membuang musuh politik. Ada motif lain, yang oleh sejarawan Muhidin M. Dahlan sebut sebagai “hadiah revolusi”.

Muhidin menjelaskan, saat itu Wakil Presiden Mohammad Hatta resah oleh timpangnya penduduk Jawa dengan luar pulau. Lebih dari itu, Hatta juga melihat adanya bekas pejuang (para laskar) yang setelah Indonesia merdeka tidak mendapatkan tempat di pemerintahan.

Hatta pun khawatir, jika mereka dibiarkan saja, bakal muncul perasaan iri. Kalau sudah begini, potensi-potensi pemberontakkan sangat mungkin terjadi. Oleh karenanya, program transmigrasi pada awal 1950-an dijalankan untuk mengakomodasi para bekas pejuang ini.

“Ketimbang para laskar ini dibiarkan nganggur di Jawa, lebih baik mereka dikirim ke pulau lain untuk memperbaiki nasib,” kata Muhidin dalam acara Jasmerah yang tayang di Youtube Mojokdotco. 

Kala itu, Lampung menjadi daerah jujugan. Oleh karena itu, tak heran jika kini ada banyak perkampungan orang Jawa yang dijumpai di Lampung. Terjawab ‘kan mengapa banyak kawan kita yang berasal dari Lampung fasih berbahasa Jawa?

Suharto meniru motif Belanda saat mengirim orang-orang Jawa ke luar pulau

Setelah pemerintahan Sukarno tumbang akibat Gestapu 1965, rezim baru Suharto kembali menghidupkan program transmigrasi. Pada masa ini, program perpindahan penduduk ini mendapat sebutan “transmigrasi gaya baru”. Meskipun ada kata “baru” di dalamnya, nyatanya ia cuma meniru motif pemerintah kolonial: mengirim orang Jawa ke luar pulau sebagai tenaga kerja perkebunan.

Muhidin menjelaskan, pada masa Orde Baru, ada program bernama Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Ia diklaim sebagai program pemberantasan kemiskinan dengan memberikan fasilitas kredit selama 20 tahun, serta lahan perkebunan kelapa sawit seluas dua hektar. 

Peserta transmigrasi, yang sebagian besar berasal dari Jawa, diberikan hak buat mengolah lahan sawit. Namun, hasil panennya wajib dijual ke PT Perkebunan setempat.

Adanya PIR bikin pemerintah akhirnya berbondong mengirim tenaga kerja Jawa ke pulau lain, seperti Sumatera. Lebih dari 400 ribu orang Jawa terdaftar sebagai peserta transmigrasi.

Selain pemenuhan tenaga kerja perkebunan, ada satu lagi motif kolonial Hindia-Belanda yang ditiru Orde Baru. Yakni, transmigrasi dipakai Suharto untuk membuang lawan-lawan politiknya sejauh mungkin dari Jawa. 

Orang-orang yang disebut sebagai tahanan politik (tapol) ini dibuang ke Pulau Buru. Mereka juga dipaksa kerja paksa di tempat pembuangan ini. Salah satu tokoh nasional–dan musuh Orba–yang dibuang ke Pulau Buru adalah Pramoedya Ananta Toer.

“Pada masa Orde Baru, kalau ada berita beras diangkut dari Maluku menuju Pulau Jawa, itu adalah hasil kerja paksa dari para tahanan politik,” pungkas Muhidin.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Alkisah Suharto, Prabowo, dan Swasembada Pangan Ilusif yang Mengancam Petani atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Terakhir diperbarui pada 6 Februari 2025 oleh

Tags: jawaorang jawaOrde Barupulau jawaSuhartosuku jawa
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Pengalaman 22 Jam Naik Kereta Api Membelah Pulau Jawa MOJOK.CO
Otomojok

Pengalaman Dianggap Nekat dan Gila ketika Menempuh Nyaris 22 Jam Naik Kereta Api dari Ujung Barat Pulau Jawa Sampai ke Ujung Paling Timur

24 November 2025
Cerita Kebiasaan Orang Jawa yang Bikin Kaget Calon Pendeta MOJOK.CO
Esai

Cerita Calon Pendeta yang Kaget Diminta Mendoakan Motor Baru: Antara Heran dan Berusaha Memahami Kebiasaan Orang Jawa

21 November 2025
Suara Marsinah dari Dalam Kubur: 'Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku'.MOJOK.CO
Ragam

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: ‘Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku’

10 November 2025
Alasan Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan, referensi dari buku Mereka Hilang Tak Kembali. MOJOK.CO
Aktual

Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”, Menyegarkan Ingatan bahwa Soeharto Tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan, tapi Harus Diadili Mantan Menantunya

1 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.