Banyak barang bodong yang diperjualbelikan di e-commerce Shopee. Pengalaman narasumber Mojok, Kevin (27), beli HP “spek dewa” di aplikasi ini berujung zonk. Untungnya berhasil diselamatkan kurir.
***
Layar ponsel Kevin ngehang tepat saat ia hendak melancarkan serangan pamungkas di permainan Mobile Legends (ML).
“Ya elah, mati aja gue,” gumamnya pelan, membagikan pengalaman menyebalkan itu kepada Mojok, Jumat (10/10/2025). Ponselnya tak bergerak, panas, dan Kevin hanya bisa pasrah melihat karakternya tumbang.
Padahal, ponsel itu tidak benar-benar rusak. Ia masih bisa dipakai untuk membuka WhatsApp, menonton video Youtube, dan berselancar di TikTok. Namun, ketika digunakan bermain gim, performanya merosot tajam.
“Kayaknya udah saatnya ganti HP,” ujar Kevin, meski tahu gajinya sebagai karyawan swasta di Jogja tak seberapa. Uangnya habis untuk kos, makan, dan bensin. Membeli ponsel baru terasa seperti mimpi di siang bolong.
Tergoda ulasan di Shopee
Gara-gara performa ponsel yang sudah tidak fit lagi, Kevin pun iseng-iseng mencari HP di Shopee. Siapa tahu ketemu yang pas di kantongnya.
Hingga akhirnya, ketika search mereka tertentu, terpampang hasil yang bikin dia tercengang: HP RAM 12 GB, harga cuma Rp900 ribu.
Ia terdiam sejenak, membaca ulang tulisan itu, lalu mengusap dagunya.
“Serius nih?” katanya dalam hati.
Gambar produknya terlihat meyakinkan. Ulasannya ribuan, semuanya bintang empat atau lima. Ada foto dan video yang tampak natural, lengkap dengan komentar positif, seperti:
“Barang sesuai deskripsi, mantap seller-nya!” dan “Barang datang tepat waktu. Bagus banget, ingin repeat order!”
“Wah, ini sih fix rezeki anak soleh,” ujar Kevin mengungkapkan perasaannya saat itu.
Meski sempat ragu, ulasan-ulasan positif itu meyakinkan dirinya.
“Ah, mungkin toko baru yang belum terkenal. Siapa tahu bagus beneran,” pikirnya kala itu.
Ia pun menekan tombol checkout. Karena saldonya “lagi banyak”, baru saja gajian, pembayaran pun dilakukan melalui metode transfer virtual account.
Kurir Shopee jadi penyelamat
Tiga hari kemudian, notifikasi pengiriman muncul di layar: “Paket sedang dalam perjalanan.” Kevin langsung bersemangat. Ia bahkan menyiapkan gunting kecil di meja untuk unboxing si “HP Spek Dewa”.
Sore itu, suara motor berhenti di depan kos. Dari balik pagar, muncul seorang pria berjaket oranye yang menenteng paket berwarna cokelat.
Kevin segera keluar, wajahnya sumringah. Setelah berhari-hari menunggu, akhirnya ponsel “spek dewa” itu tiba juga. Namun, ekspresi si kurir berubah begitu matanya menangkap tulisan pengirim di label paket. Ia menatap Kevin sebentar, lalu tersenyum tipis.
Kira-kira, obrolannya begini:
“Mas beli di toko SuperT****, ya?”.
“Iya, kenapa, Mas?”
“Hehehe… sering banget, Mas, saya nganterin yang beginian. Separuhnya tuh balik lagi.”
Kevin terdiam. Senyumnya pelan-pelan memudar.
“Balik lagi gimana, Mas?”
“Ya, banyak yang nggak sesuai. Kadang cuma HP abal-abal, HP Cina lah. Macem-macem.”
Mendengarnya, Kevin hanya tertawa kecil. Bukan merasa lucu, hanya karena ia malu. Perasaan marah dan pasrah menjadi satu.
Kurir itu menambahkan, nada suaranya kini lebih lembut.
“Kalau boleh saran, Mas, direkam aja pas unboxing-nya. Buat jaga-jaga aja. Kalau zonk, nanti gampang proses refund-nya.”
Unboxing “HP Spek Dewa” yang menegangkan
Kevin akhirnya menurut. Ia mulai membuka isolasi di tepi paket perlahan, sementara sang kurir membantu mendokumentasikannya secara detail.
Kotaknya tampak elegan. Putih bersih, dengan font merek asing yang terasa “palsu tapi niat”. Sekilas, tampilan luarnya bisa saja menipu siapa pun.
Ia membuka kotak itu. Di dalamnya, ponsel berwarna hitam mengilat, ringan sekali di tangan. Terlalu ringan untuk ukuran ponsel sungguhan.
Kevin kemudian menekan tombol daya. Sekian detik berlalu, muncul logo Android yang tampak aneh. Hurufnya seperti miring sedikit, dan ikon robot hijaunya pun tidak biasa. Lalu layar berhenti lama di tampilan awal, sebelum akhirnya menyala dengan seluruh menu beraksara Mandarin.
“Ini mah HP bodong!” geramnya kala itu.
Kevin kemudian mencoba membuka kamera. Hasil fotonya buram seperti CCTV di warung kelontong. RAM yang diklaim 12 GB ternyata hanya 512 MB. Prosesornya pun tak jelas mereknya.
Kurir itu membantu memotret, mencatat nomor resi, dan mengunggah bukti ke sistem. Berkat bantuannya, proses pengembalian barang berjalan lancar.
Kevin mengaku, jika bukan karena kurir itu, mungkin ia sudah kehilangan Rp900 ribu. Meski prosesnya lama, tapi uangnya benar-benar kembali.
Banyak korban HP bodong di Shopee
Kevin menyadari bahwa ia bukan satu-satunya korban. Banyak orang lain yang tertipu oleh produk dan toko serupa.
Bersama Mojok, Kevin mencoba membuka toko yang sama. Namun, toko “Super******” sudah lenyap. Akunnya hilang tanpa jejak, digantikan toko lain dengan nama mirip dan produk serupa.
Benar saja, di dalamnya terdapat ribuan review positif, lengkap dengan foto dan video yang meyakinkan. Namun, ada juga beberapa customer yang memberi bintang satu. Ketika dibuka, memang isinya ulasan-ulasan pelanggan yang memang tertipu oleh HP bodong tadi.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Sekalinya Beli Sepatu di Shopee Malah Tertipu Toko Berlabel Ori, Nggak Jadi Gaya-gayaan Malah Berujung Cedera atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












