Nelangsa Guru Pencak Silat dari Kera Sakti dan PSHT Gaji Cuma 300 Ribu: Saat Ada Onar Ikut Terseret, Tapi Kalau Muridnya Berprestasi Tak Dianggap

Nelangsa Guru Pencak Silat dari Kera Sakti dan PSHT Gaji Cuma 300 Ribu: Saat Ada Onar Ikut Terseret, Tapi Kalau Muridnya Berprestasi Tak Dianggap.MOJOK.CO

Ilustrasi - Nelangsa Guru Pencak Silat dari Kera Sakti dan PSHT Gaji Cuma 300 Ribu: Saat Ada Onar Ikut Terseret, Tapi Kalau Muridnya Berprestasi Tak Dianggap (Ega Fansuri/Mojok.co)

Menjadi guru pencak silat ternyata banyak nggak enaknya. Meski kelihatan jago dan dihormati banyak orang, guru silat asal Kera Sakti dan PSHT mengaku profesi ini terlalu besar tanggung jawabnya untuk upah yang tak seberapa.

***

Sudah jadi rahasia umum kalau guru adalah profesi yang berat: gaji kecil tapi dibebani tanggung jawab yang besar. Apalagi menjadi guru pencak silat, pusingnya bisa tujuh keliling.

Setidaknya itu yang dirasakan Ferdi* (25), seorang guru pencak silat di sebuah SMP di Jawa Tengah. Lelaki ini merupakan pesilat asal perguruan Kera Sakti, yang diamanahi mengajar di sekolah tersebut untuk program ekstrakurikuler.

Sehari-hari, Ferdi sebenarnya bekerja sebagai tenaga honorer di sekolah lain yang masih satu daerah. Biasanya dia mengurusi hal-hal terkait administrasi siswa dan guru, atau lazim disebut Tata Usaha (TU).

Namun, seminggu tiga kali ia menyempatkan waktu buat mengajar pencak silat di luar jam sekolah. Kata dia, “lumayan buat tambahan beli bensin”.

“Gaji honorer tahu sendiri kan, Mas. Nggak bisa diharapkan apa-apa. Jadi pas ada tawaran ngajar silat buat ekstrakurikuler, ya saya ambil,” ungkapnya kepada Mojok, Senin (29/7/2024).

Kalau dia hitung, kira-kira sudah hampir setahun pesilat asal IKSPI Kera Sakti ini mengajar pencak silat. Namun, nyatanya apa yang ia rasakan justru lebih banyak nggak enaknya dan malah bikin dia pusing.

Pusing minta ampun karena harus “mengkondisikan” murid yang suka bikin onar

Ferdi mengaku, ada banyak perbedaan yang ia rasakan tatkala mengajar pencak silat di perguruan silat dan sekolahan. Setelah diangkat menjadi guru silat pada kelas 12, ia mendapatkan kesempatan melatih para murid tingkat dasar di Kera Sakti.

Di sini, tugasnya masih sangat mudah, yakni cukup melatih materi dasar dan lanjutan. Kepatuhan murid-muridnya di Kera Sakti pun juga dijunjung tinggi, sehingga ia merasa sangat dihormati.

Sementara murid yang ia ajar silat di sekolah, punya latar belakang yang berbeda. Tak jarang dari mereka bahkan sudah ada yang menyandang sabuk hijau hingga putih dari PSHT dan perguruan silat lain.

“Biasanya ikut ekstrakurikuler silat karena bisa jadi delegasi untuk kompetisi antarsekolah. Jadi secara teknis mereka ini sudah jago-jago,” ujarnya.

Karena alasan itu, tak sedikit dari muridnya yang gradak-gruduk dan merasa sok jago. Banyak yang latihan setengah hati karena sudah menguasai gerakan yang dia ajarkan.

Paling bikin dia pusing, malahan ada murid seorang PSHT yang secara terbuka menantangnya buat duel satu lawan satu. Tantangan itu dilontarkan karena mereka merasa lebih hebat dari Ferdi.

“Jadi bisa dibayangkan, Mas, saya ditantang murid sendiri buat duel, satu vs satu. Katanya mau membuktikan kalau saya yang jadi guru dia ini ilmunya nggak seberapa, mau ngetes,” jelas pesilat Kera Sakti ini.

“Ini bikin pusing, karena kalau saya emosi dan salah ambil tindakan, wah, bisa panjang urusannya.”

Gaji cuma 300 ribu, tapi kalau ada bentrokan di jalan suka diseret-seret

Hal lain yang kerap bikin pusing Ferdi adalah ketika ada berita para pesilat bikin onar di jalanan. Parahnya lagi, mau apapun perguruan silatnya, entah itu Kera Sakti maupun PSHT, pasti dia bakal diseret-seret.

Seperti baru-baru ini, saat oknum pesilat PSHT mengeroyok anggota polisi di Jember, ia “disidang” oleh…

Baca halaman selanjutnya…

Bahkan, ada guru silat dari PSHT yang cuma digaji 100 ribu sebulan, tapi dituntut berprestasi.

Seperti baru-baru ini, saat oknum pesilat PSHT mengeroyok anggota polisi di Jember, ia “disidang” oleh keluarga besar istrinya. Mereka juga mewanti-wanti agar dia tidak ikutan.

“Gimana mau ikutan, saya berkelahi saja nggak pernah, apalagi bikin onar di jalanan,” ujar pesilat Kera Sakti yang mengaku seumur hidupnya belum pernah berkelahi di luar arena silat ini.

Paling ngenes, adalah ketika murid-murid di sekolahnya terlibat perkelahian. Padahal, motifnya beragam. Bisa karena rebutan pacar, urusan tongkrongan, atau masalah-masalah lain.

Namun, ketika diketahui murid yang bermasalah tadi adalah murid ekstrakurikulernya, maka Ferdi harus ikut terseret. Pada guru menganggap bahwa ini tanggung jawab dia.

“Maksudnya, ‘kan mereka punya BK. Dan, nggak semua perkelahian siswa itu karena masalah perguruan silat ‘kan? Bisa aja karena masalah lain. Tapi selalu saya yang dipersalahkan,” geramnya.

Lebih geram lagi, adalah fakta bahwa gajinya per bulan hanya Rp300 ribu. Dengan gaji tak seberapa, ditambah status pekerjanya yang “cuma” guru ekstrakurikuler, maka tak fair kalau ada masalah di jalanan ia ikut diseret-seret.

“Apalagi kalau murid-murid saya menang kompetisi, blas nggak ada apresiasi. Alasannya, ya, karena saya cuma guru ekstrakurikuler.”

Guru silat PSHT, gaji 100 ribu tapi dituntut selalu datangkan prestasi

Kecilnya gaji guru pencak silat, sebenarnya sudah menjadi keresahan lama. Ferdi, guru silat asal Kera Sakti, bukan orang pertama yang mengeluh.

Sebelumnya, Mojok pernah mengangkat liputan berjudul “Jerit UKM Pencak Silat UINSA Surabaya Dituntut Berprestasi tapi Cuma Dikasih Anggaran Rp100 Ribu buat Honor Pelatih, Kalau Juara Kampus Nebeng Nama” pada 6 Mei 2024 lalu.

Melalui tulisan tersebut, diketahui bahwa UINSA Surabaya hanya menganggarkan gaji Rp100 ribu kepada para pelatih di UKM pencak silat kampus tersebut. Jelas wacana ini langsung mendapat penolakan.

“Empat UKM pencak silat sudah bertemu dan berkoordinasi. Kami sepakat menolak. Jadi sejauh ini masih kami usahakan untuk menolak,” tegas Ketua PSHT UINSA Surabaya Ahmad Nur Huda saat dihubungi Mojok kala itu.

Parahnya lagi, selama ini UKM Pencak Silat dipandang sebelah mata. Sebelum ada wacana gaji pelatih Rp100 ribu pun, mereka kerap berjuang sendiri. Kerap menggunakan kas pribadi buat menghidupi UKM. Padahal, UKM Pencak Silat kerap mendatangkan prestasi, baik di level provinsi maupun nasional.

“Ketika ikut kejuaraan cuma dapat apresiasi di-upload di IG kampus. Kalau dana apresiasi ya nggak ada. Seakan-akan kamu beprestasi, membanggakan nama UINSA, saya upload, sudah,” tegasnya dengan nada yang getir.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Perguruan Silat seperti PSHT Kerap “Buru-buru” Angkat Bocah SMP Jadi Guru alias Warga, Mental Belum Matang Alhasil Jadi Tukang Onar

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version