Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Pameran Flora Indonesia: Menghargai Kembali Kehadiran Tumbuhan di Kehidupan Lewat Lukisan

Aisyah Amira Wakang oleh Aisyah Amira Wakang
17 Juli 2025
A A
Pameran Ragam Flora. MOJOK.CO

ilustrasi - pengunjung mengamati lukisan botani. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Sejumlah remaja hingga orang dewasa tampak teliti melihat karya lukisan yang dipajang dalam Pameran Ragam Flora Indonesia. Pameran ini merupakan kegiatan yang ke-lima dan telah dibuka pada Sabtu (12/7/2025). Sebanyak 65 karya dari 43 seniman botani di berbagai daerah dipajang di sana.

Masyarakat dapat melihat 71 spesies tumbuhan asli dan endemik Indonesia sampai Sabtu (19/7/2025) mendatang di Bentara Budaya Yogyakarta, Jogja. Mojok berkesempatan hadir pada pameran yang bertajuk Khazanah Alam Nusantara tersebut. 

Karya terpilih di Pameran Ragam Flora Indonesia

Saat asyik menikmati karya lukisan di setiap lorong ruangan, saya bertemu dengan Eunike Nugroho, salah satu seniman yang empat karyanya dipajang dalam pameran tersebut. Salah satunya adalah lukisan “ulet” bergambar pare belut.

Alasan Eunike Nugroho atau yang akrab dipanggil Keke, tertarik melukis pare belut di Pameran Ragam Flora Indonesia karena bunganya. Keke kagum melihat mahkota bunga berwarna putih yang tumbuh di ketiak daun pare belut tersebut. Terlebih pada rumbai-rumbai bunga yang tampak seperti renda. Rumit, tapi elok untuk dipandang. 

Keke pun mulai meriset secara keseluruhan bagian tumbuhan dari pare belut seperti biji, buah, daun, hingga batang. Dari sana, Keke menemukan keunikan lain yakni warna buah pare belut. Biasanya, buah yang sering ia jumpai berwarna hijau atau sudah matang. Ternyata saat tua, warnanya berubah menjadi kuning, oren, merah yang melebur seperti senja. 

Seniman, Eunike Nugroho. MOJOK.CO
Eunike Nugroho (kiri berbaju putih), salah satu seniman yang empat karyanya dipajang dalam Pameran Ragam Flora Indonesia. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

Tak hanya melakukan riset, sebelum karyanya dipajang di Pameran Ragam Flora Indonesia Keke juga menanam langsung pare belut untuk mengetahui daur hidup tanaman asli Indonesia tersebut. Ia mengaku, dibandingkan proses melukis, proses menanam pare belut justru membutuhkan waktu lebih lama.

“Jadi ini kan pamerannya tahun 2025, tapi aku udah mulai tanam cambahnya sejak 2023,” ujar Keke di Bentara Budaya Yogyakarta pada Selasa (15/7/2025).

Filosofis pare belut di kehidupan

Sebagai orang awam yang tak ahli bertani, Keke mengaku kesulitan menanam kecambah pare belut. Pada mulanya ia hanya menanam kecambah langsung di tanah. Tidak lama kemudian, kecambah yang ia tanam malah busuk dan berjamur. 

Setelah mengalami kegagalan, Keke mulai mencari tahu dan mulai memperbaiki teknik menanamnya dengan memotong bagian biji yang menonjol. Lalu, direndam air hangat supaya bijinya hidup.

“Aku juga sempat beli 10 paket biji dan yang gagal pun banyak. Jadi nggak ngecambah. Baru akhirnya setelah aku revisi cara menanam tadi, tumbuh 5. Jadi dalam waktu 3 sampai 5 hari itu sudah kelihatan bagian warna putihnya,” tutur Keke.

Dalam waktu 2 sampai 3 bulan, pare tersebut mulai rimbun. Baru saja ingin gembira, Keke menyadari bahwa kecambah yang ia tanam salah. Ia menyadarinya saat melihat bunga yang tumbuh bukan berwarna putih.

“Ternyata yang ku tanam pare pahit, bukan pare belut. Tapi memang bijinya sama persis jadi bingung bedainnya,” keluhnya.

pengunjung di pameran. MOJOK.CO
para pengungjung sedang mengamati karya lukisan di pameran. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

Kejadian itu membuat Keke sempat down, karena tenggat pengumpulan karya Pameran Ragam Flora Indonesia kurang 12 hari. Sedangkan ia harus mengejar gambar buah pare belut yang sudah kemerahan. Akhirnya, ia buru-buru tanam ulang dan bisa mengejar waktu sampai karyanya jadi.

“Prosesnya yang panjang justru menginspirasi saya untuk kasih judul ‘ulet’. Dalam Bahasa Jawa, ulet ini kan bisa diartikan gigih. Sama seperti saya yang waktu itu terus menerus mencoba meski gagal berkali-kali, sampai akhirnya bisa menyelesaikan karya ini,” kenang Keke.

Iklan

Pameran Ragam Flora Indonesia untuk memaknai tumbuhan

Setiap seniman botani, kata Keke, punya proses yang berbeda-beda dalam melukis karyanya. Ada yang sudah pernah melihat tumbuhan itu secara langsung, meminta dari tetangga, atau berdasarkan pengalaman pribadinya. 

Bagi seniman, pengamatan dan riset seperti di atas penting dilakukan. Kurator Pameran Ragam Flora Indonesia, Kurniawan Adi Saputro menjelaskan, pengamatan tersebut memudahkan kurator untuk mencari hubungan seniman dengan tumbuhan itu sendiri.

“Hubungan ini penting karena kedua-duanya makhluk hidup. Kehidupan barangkali memang selalu ada, tetapi perlu dijaga karena sebenarnya rentan untuk tiada. Lebih-lebih sekarang. Siapa bisa menjamin bahwa pohon-pohon di sekitar kita masih akan ada 50 tahun mendatang?” jelas Kurniawan.

Seniman botani, lanjutnya, perlu tumbuhan hidup sebagai tanggung jawab etis melindungi kehidupan. Seniman botani dapat hidup karena ada tumbuhan, tapi tidak sebaliknya. Tumbuhanlah yang menciptakan lingkungan yang memungkinkan manusia ada. 

“Tetumbuhan yang ‘menentukan’ kapan dan di mana manusia bisa hidup. Tetumbuhanlah yang menciptakan khazanah bagi manusia, bukan sebaliknya. Dan khazanah itu jelas bukan untuk kita, meskipun kita boleh ikut memakainya,” ujar Kurniawan.

Bentara Budaya Yogyakarta, Jogja. MOJOK.CO
Pameran berlangsung di Bentara Budaya Yogyakarta, Jogja. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

Oleh karena itu, Pameran Ragam Flora Indonesia yang kelima ini mengangkat tema Khazanah Alam Nusantara. Di mana, masyarakat dapat kembali mengenal dan menghargai kekayaan tumbuhan asli Nusantara melalui kekuatan seni dan ilustrasi botani.

Karya dunia di Pameran Ragam Flora Indonesia

Pameran Ragam Flora Indonesia merupakan hasil kerja sama antara Indonesian Society of Botanical Artists (IDSBA) dengan Kebun Raya Bogor – BRIN dan Bentara Budaya, serta didukung oleh berbagai mitra. 

Kolaborasi ini bertujuan menghubungkan dunia seni, sains, dan masyarakat umum dalam upaya bersama menjaga kekayaan hayati Indonesia, khususnya flora, melalui pendekatan yang menyentuh hati. 

Pameran ini merupakan bagian dari inisiatif global Botanical Art Worldwide 2025, yang melibatkan lebih dari 30 negara dari enam benua. Sepanjang tahun 2025, negara-negara peserta secara serentak menyelenggarakan pameran seni botani yang berpuncak pada Worldwide Day of Botanical Art, tanggal 18 Mei 2025. 

Dengan mengusung tema besar crop diversity, inisiatif ini menyoroti keanekaragaman tumbuhan berguna—pangan, sandang, papan, obat-obatan, dan sumber energi—yang kini kian terpinggirkan di tengah dominasi pertanian massal, monokultur, dan praktik ekstraktif yang mengeksploitasi alam.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Memahami Tugas Kurator Seni yang Sekonyong-konyong Bisa “Memberedel” Pameran atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Terakhir diperbarui pada 21 Juli 2025 oleh

Tags: Bentara Budaya YogyakartaJogjapameran ragam flora Indonesiapare belutseniman botani
Aisyah Amira Wakang

Aisyah Amira Wakang

Artikel Terkait

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO
Esai

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO
Liputan

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO
Bidikan

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Riset dan pengabdian masyarakat perguruan tinggi/universitas di Indonesia masih belum optimal MOJOK.CO

Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur Mojok.co

Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur

17 Desember 2025
Teknisi dealer Yamaha asal Sumatera Utara, Robet B Simanullang ukir prestasi di ajang dunia WTGP 2025 MOJOK.CO

Cerita Robet: Teknisi Yamaha Indonesia Ukir Prestasi di Ajang Dunia usai Adu Skill vs Teknisi Berbagai Negara

16 Desember 2025
Pamong cerita di Borobudur ikuti pelatihan hospitality. MOJOK.CO

Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna

16 Desember 2025
ugm.mojok.co

UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar

20 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.