Rahajeng Putri (36) baru menyadari bahwa pekerjaan yang ia geluti selama ini tak selamanya harus sejalan dengan jurusan kuliahnya. Bahkan, ia pernah merasa gelar sarjananya di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) jadi sia-sia setelah berkeluarga dan terkena PHK.
***
Rahajeng atau yang akrab dipanggil Ajeng kuliah di Jurusan Manajemen di UMM, Malang pada tahun 2012. Berada di lingkungan Muhammadiyah menumbuhkan keinginannya untuk menempuh pendidikan tinggi di organisasi Islam tersebut.
Selama kuliah, Ajeng mengaku tidak pernah mendapat kesulitan yang berarti sebab memang tertarik dengan jurusan yang ia tekuni. Ia juga tergolong orang yang supel, sehingga mudah beradaptasi di lingkungan baru.
Untuk menunjang biaya pendidikannya di UMM, Ajeng sudah mulai bekerja sambil kuliah. Saat itu, ia mengajar atau menjadi guru les privat vokal. Sedangkan, di akhir semester ia kerja part time di laboratorium jurusan.
Karena sudah lulus, Ajeng tak bisa lagi kerja di laboratorium Jurusan tersebut. Namun, ia masih tak terlalu khawatir, sebab setelah lulus ia langsung dapat kerja di suatu perusaan bidang pembiayaan konsumen individu dan organisasi yang berlokasi di Surabaya.
Ajeng yang masih berumur 22 tahun saat itu masih merasa tenang-tenang saja untuk menjajaki kariernya. Namun, seiring usianya bertambah, ia jadi sadar bahwa bekerja tak harus sesuai dengan jurusan yang ia geluti dulu.
Menurutnya, dalam kondisi negeri yang semakin tak menentu, kemampuan yang paling dibutuhkan adalah bertahan hidup. Ijazah, kata dia, hanya sebagai standar ketika orang ingin naik jabatan bukan untuk syarat bekerja. Apalagi, bagi orang yang baru saja terkena PHK.
“Kenyatannya, ijazah tidak mampu membantu para pelamar kerja mendapatkan kerja yang diinginkan. Semakin ke sini, cari pekerjaan semakin sulit karena kepentok usia,” tutur Ajeng saat dihubungi Mojok, Sabtu (12/4/2025).
Kerja apa saja setelah lulus
Usai menikah dan hamil, Ajeng memutuskan berhenti kerja di perusahaan bidang pembiayaan konsumen tersebut. Ia takut pekerjaan leasing-nya akan mengganggu kondisi janinnya kalau-kalau pulangnya harus dini hari.
Setelah vakum beberapa tahun, Ajeng tak berhenti mencari kerja untuk membantu ekonomi keluarganya, sebab belum lama ini suaminya baru saja terkena PHK. Ia bahkan harus jualan pampers dan barang-barang unik di rumah. Barulah ketika toko online booming, Ajeng menjualnnya di sana.
“Saya pun kencang jualan barang bekas unik, peralatan rumah tangga, maupun jadi reseller dan sempat jualan sembako,” ujar sarjana UMM tersebut.
Segala macam ia coba tanpa harus gengsi dengan gelar sarjananya. Sebab semakin bertambah usia, Ajeng jadi sadar bahwa mencari kerja di kondisi ekonomi negara yang seperti sekarang semakin sulit. Belum lagi karena keterbatasan usia.
Batas usia pekerja vs PHK
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer berujar syarat batas usia dalam lowongan kerja memang menjadi faktor penghambat para pelamar dan memperbesar angka pengangguran.
“Syarat batas usia ini membuat banyak orang kehilangan kesempatan kerja,” kata Ebenezer dikutip dari laman resmi RRI pada kamis (3/4/2025).
Ia juga menyebut aturan tersebut meningkatkan daya saing tenaga kerja, sementara banyak pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja di usia 40 tahun. Setelah itu, mereka pun jadi kesulitan mencari pekerjaan baru.
Mengirim ribuan lamaran kerja











