Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Kesempatan Orang Biasa untuk Menulis Buku, Dobrak Standardisasi Kampus Khas Rezim Akademik

Muchamad Aly Reza oleh Muchamad Aly Reza
23 Maret 2025
A A
Mbah Goen, dalam peluncuran buku bertajuk "Ketika Orang Biasa Menulis Buku" di Akademi Bahagia, Sleman, Jogja MOJOK.CO

Mbah Goen dan Totok Hedi dalam peluncuran buku bertajuk "Ketika Orang Biasa Menulis Buku" di Akademi Bahagia, Sleman, Jogja. (Saar Ailarang/Akademi Bahagia)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Menerbitkan buku semula adalah sesuatu yang tidak pernah terbayang di benak Rakhmadi Gunawan (37) alias Mbah Goen. Seorang laki-laki biasa asal Sleman, Jogja.

Namun, nyatanya dia baru saja meluncurkan buku pertamanya pada Sabtu (22/3/2025) sore WIB di halaman Akademi Bahagia. Dihadiri oleh kisaran seratus orang dari beragam kalangan.

Sore itu, buku yang dia beri judul “Mengawal Harda Kiswaya dari Dekat” diluncurkan sekaligus dibedah oleh Totok Hedi Santosa (anggota Komisi VI DPR RI) dan Arie Sujito (pakar sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM)). Hadir juga penulis kenamaan Jogja founder Akademi Bahagia: Puthut EA.

Hingga saat duduk di atas panggung peluncuran buku bertajuk “Ketika Orang Biasa Menulis Buku”, Mbah Goen tampak terbengong-bengong. Masih tak percaya kalau dia telah menerbitkan sebuah buku.

“Rasanya nggak nyangka. Tapi juga plong. Ternyata saya bisa sampai di titik ini,” ungkapnya.

Apalagi, selama ini dia tumbuh dalam perasaan inferior—karena kelewat sering dipinggirkan dan disepelekan. Hanya karena secara fisik dia berbeda (mengidap Alport Syndrome).

Mbah Goen, dalam peluncuran buku bertajuk "Ketika Orang Biasa Menulis Buku" di Akademi Bahagia, Sleman, Jogja MOJOK.CO
Mbah Goen dan Totok Hedi, dalam peluncuran buku bertajuk “Ketika Orang Biasa Menulis Buku” di Akademi Bahagia, Sleman, Jogja. (Saar Ailarang/Akademi Bahagia)

Ikhtiar orang biasa di Sleman Jogja

Mbah Goen pada dasarnya sudah dekat dengan dunia buku. Sejak 2014, dia mengabdikan dirinya untuk menggalakkan gerakan literasi. Khususnya di Sleman, Jogja.

Mbah Goen punya perpustakaan bajaj (bajaj yang dilengkapi dengan buku-buku). Dengan itu, biasanya dia akan keliling dari kampung ke kampung. Mempersilakan anak-anak membaca buku-bukunya secara gratis.

Sementara di kediamannya di Jetis, Sleman, dia memiliki Angkringan Pasinaon. Sebuah angkringan yang juga dilengkapi denga buku-buku. Bisa dibaca oleh siapa saja yang singgah di situ.

Di kediamannya pula dia membuat sanggar tari bernama Sanggar Ciptaningtyas. Di ruang depan rumahnya yang dia jadikan ruang pentas, berderet rak-rak berisi buku.

“Sama Pak Totok dan Mas Puthut saya sering di-gojlok. Pegiat literasi kok nggak punya buku. Saya didorong menulis buku. Itu membuat saya tertantang. Akhirnya saya coba tulis buku berdasarkan pengalaman saya sendiri. Yang paling dekat ya pengalaman mengawal Pak Harda (Bupati Sleman) saatu Pilkada 2024 lalu,” beber Mbah Goen.

Dalam prosesnya, tentu saja tidak mudah. Perasaan tak percaya diri terus menghantui. Belum lagi kendala-kendala lain seperti kejemuan hingga kebuntuan.

Tapi, Mbah Goen mengaku, motivasinya kelewat besar untuk merampungkan buku tersebut. Hingga akhirnya rampunglah dalam kurun satu bulan pengerjaan untuk 10 bab berisi 100-an halaman. Ditambah ilustrasi sampul dan isi yang juga dia garap sendiri.

Iklan

Dorongan untuk terus belajar

Totok Hedi Santosa, orang yang dalam buku Mbah Goen tulis selaiknya bapak dan guru sendiri, awalnya tak percaya kalau Mbah Goen bisa menulis. Bahkan ketika Mbah Goen menyodorkan naskah final bukunya sebelum naik cetak, Totok Hedi masih sangsi.

Akan tetapi, faktanya buku itu jadi juga. Dan hari itu tengah diluncurkan di Akademi Bahagia, Sleman, Jogja. Totok Hedi tak menutup-nutupi rasa bangganya.

“Karena yang seperti ini adalah cita-cita saya. Ketika orang di partai politik, itu tidak hanya diajak bicara soal politik elektoral. Tapi juga didorong untuk meningkatkan kapasitas intelektualnya,” tutur sosok yang juga merupakan Sekjen DPD PDIP DIY itu.

Acara peluncuran buku bertajuk "Ketika Orang Biasa Menulis Buku" di Akademi Bahagia, Sleman, Jogja MOJOK.CO
Acara peluncuran buku bertajuk “Ketika Orang Biasa Menulis Buku” di Akademi Bahagia, Sleman, Jogja. (Saar Ailarang/Akademi Bahagia)

Dorongan Totok Hedi pada Mbah Goen pun bukan semata agar Mbah Goen punya legitimasi sosial-intelektual sebagai seorang pegiat literasi. Uniknya, secara natural, dorongan itu muncul atas keresahan Totok Hedi sendiri pada Mbah Goen.

“Kalau Goen saya ajak pergi. Saya yang resah karena tidak punya lawan bicara sepadan. Sementara Goen cuma main HP. Maka saya dorong, Goen kamu harus lebih banyak belajar. Biar cerdas,” imbuh Totok Hedi.

Kekuatan relasi

Tidak bisa dimungkiri, Mbah Goen bisa dibilang terberkahi karena kedekatannya dengan seorang Totok Hedi. Dari situ, Mbah Goen mulai diarahkan Totok Hedi untuk mengenal dan belajar dari orang-orang besar.

“Karena saya punya teman penulis (Puthut EA), punya teman di penerbit Buku Mojok, saya doronglah Goen belajar ke sana. Belajar nulis,” ungkap Totok Hedi. Kata kuncinya adalah relasi.

Ratusan orang menghadiri acara peluncuran buku "Mengawal Harda Kiswaya dari Dekat" karya Mbah Goen MOJOK.CO
Ratusan orang menghadiri acara peluncuran buku “Mengawal Harda Kiswaya dari Dekat” karya Mbah Goen. (Saar Ailarang/Akademi Bahagia)

Akan tetapi, tidak semua orang punya keberkahan seperti Mbah Goen. Di luar sana, ada sangat banyak orang biasa dengan potensi besar yang aspirasinya—misalnya aspirasi membuat buku—terabaikan. Lantas, bagaimana?

“Jangan menutup diri. Kalau merasa tidak punya relasi, maka buatlah relasi. Perluas pergaulan. Main ke komunitas-komunitas seperti Akademi Bahagia ini,” tegas Totok Hedi.

Bukan buku yang fokus pada Bupati Sleman

Jika membaca judulnya saja, buku “Mengawal Harda Kiswaya dari Dekat” sepintas terlihat hanya akan bicara soal Bupati Sleman yang baru: Harda Kiswaya.

Tapi tidak demikian. Buku ini, pertama, lebih banyak bicara perihal pengalaman otentik Mbah Goen selama berada dalam pusaran Pilkada 2024.

Kedua, menggambarkan ikhtiar Mbah Goen sebagai orang biasa yang tidak diperhitungkan, lalu mencoba menaklukkan batas-batas tubuhnya untuk mewujudkan sebuah karya.

“Ini justru buku yang menarik. Bicara politik dari pengalaman otentik orang biasa (Mbah Goen) yang ada dalam pusarannya,” sementara begitulah komentar Arie Sujito. “Bagaimanapun, pengalaman akan melahirkan ilmu pengetahuan.”

Buku "Mengawal Harda Kiswaya dari Dekat" karya Mbah Goen MOJOK.CO
Buku “Mengawal Harda Kiswaya dari Dekat” karya Mbah Goen.

Tidak melulu rezim akademik

Arie Sujito mengamini bahwa selama ini ada kecenderungan yang dia bahasakan sebagai “rezim akademik”. Yakni ketika ilmu pengetahuan harus dituturkan melalui lapis standarisasi khas kampus yang rumit.

Hal itu, tidak dimungkiri menimbulkan elitisme ilmu pengetahuan. Sehingga, orang-orang biasa seperti Mbah Goen menjadi tidak diperhitungkan. Padahal, Mbah Goen, orang-orang biasa lain (petani, peternak, lurah, dll) sedianya punya ilmu pengetahuan yang khas atas pengalaman mereka menekuni bidang tertentu.

“Demokratisasi ilmu pengetahuan itu perlu. Berikan ruang pada orang-orang seperti Goen untuk berbagi pengalaman mereka. Bertutur dengan cara mereka. Maka, akan lahir intelektual-intelektual organik,” beber Arie.

Lanjut Arie, tidak ada persoalan dengan itu: menulis pengalaman, yang bahkan tidak memenuhi standarisasi rezim akademik. Sepanjang tidak menulis suatu kebohongan, pengalaman yang ditulis tetap sah dianggap sebagai ilmu pengetahuan.

“Buku sampai kapanpun akan tetap penting sebagai sarana menstrukturkan ilmu pengetahuan. Dan orang biasa seperti Goen sedang mencoba melakukannya. Maka itu patut diapresiasi,” tekan Arie.

Hingga akhir sesi peluncuran, Mbah Goen, laki-laki biasa asli Sleman itu masih terpaku. Seperti orang linglung. Kok bisa ya aku bikin buku? Begitu gumamnya berkali-kali.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Ruang Publik yang Sadarkan Berpikir Kritis Jadi Solusi atas Gejala Pembusukan Otak atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

 

Terakhir diperbarui pada 23 Maret 2025 oleh

Tags: angkringan pasinaonbuku mengawal harda kiswaya dari dekatsleman
Muchamad Aly Reza

Muchamad Aly Reza

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO
Ekonomi

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Bedog Arts Fest 2025 Mojok.co
Kilas

Bedog Arts Fest 2025: Perayaan Seni Kerakyatan, Lingkungan, dan Semangat Keberlanjutan

19 Oktober 2025
Ilustrasi Stasiun Kalasan di Sleman yang terbengkalai - MOJOK.CO
Liputan

Saat KAI Masih Sibuk Mengkaji Pembukaan Stasiun Kalasan, Warga Sudah Muak dengan Anak Muda yang Menjadikannya Tempat Maksiat

14 Oktober 2025
Alasan Warlok Sleman Malas Berwisata ke Kaliurang Mojok.co
Pojokan

Alasan Warlok Sleman Malas Berwisata ke Kaliurang

2 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.