Namun, ia memutuskan untuk tetap menempatinya lantaran harganya yang terjangkau. Hanya Rp450 ribu per bulan. Ditambah lagi, meski awalnya agak syok, di kemudian hari ia memanfaatkan kebebasan kos tersebut.
Kisah tragis penghuni kos di Sewon Bantul
Di lantai atas, di antara kamar miliknya dan seorang teman, ada sebuah kamar yang menyimpan cerita unik. Pada masa awal ia tinggal di sana, kamar itu ditempati oleh seorang perempuan. Jarang ia melihat perempuan itu membawa pasangan atau lawan jenis.
Namun, beberapa waktu berselang perempuan itu pergi. Penghuni selanjutnya adalah pasangan laki-laki dan perempuan. Bagas mengaku tak tahu apakah itu pasangan suami istri atau bukan. Hal yang ia risaukan bukan perkara itu.
“Kalau malam itu kayak sering ada suara aneh-aneh. Kadang tangisan, kadang suara saling teriak, kadang rintihan,” paparnya.
Ia sempat khawatir kalau itu merupakan peristiwa kekerasan atau KDRT. Namun, ia mengurungkan diri untuk bertindak lantaran tidak ada permintaan tolong.
“Kalau kasus yang kamar sebelahku itu sepertinya bukan mahasiswa ISI Jogja,” kata dia.
Namun, selain pasangan itu, ada beberapa mahasiswa ISI Jogja yang tinggal di kos tersebut. Memanfaatkan kebebasan demi leluasa membawa pasangan untuk bermalam.
Bahkan, ia pernah kepergok warga saat hendak membawa pacarnya ke kos. Alih-alih dilarang, seorang warga itu mengingatkan agar hati-hati.
“Jangan terlalu sering di luar kamar mbaknya biar nggak kelihatan,” kata Bagas menirukan warga tersebut.
Menurutnya, warga Sewon Bantul sudah cukup mafhum dengan warna-warni kehidupan mahasiswa ISI Jogja. Mahasiswa yang ketika kampusnya kebanjiran justru menyikapinya dengan bermain papan selancar dan berenang.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Masih Pantaskah Sewon Bantul Menyandang Sebutan Sewonderland?
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News