Selain di Pasar Kembang (Sarkem), Jogja punya catatan prostitusi di titik lain. Bahkan, lokasinya sangat dekat dengan keraton, yakni di Alun-Alun Utara Jogja. Praktik dan cara transaksinya pun juga di luar nurul, yakni pakai korek api.
Poniyal (60), tukang becak yang sudah 40 tahun narik penumpang di alun-alun utara, menceritakan kalau pada 1990-an, praktik pelacuran marak terjadi di tempat itu. Bedanya, kalau Sarkem secara terangan-terangan, di Alun-Alun Utara Jogja lebih terselubung.
Meski demikian, Poniyal tak tahu secara pasti sejak kapan dan siapa yang memulai prostitusi terselubung ini. “Yang pasti, sih, PSK-nya ya orang-orang Sarkem juga. Biasanya nggak yang nggak dapat pelanggan lari ke alun-alun,” kisahnya saat ditemui Mojok, Rabu (12/6/2024).
Karena ternyata “permintaan” lebih besar, jadilah para pekerja seks lain berbondong-bondong dari Sarkem ke alun-alun. Seingat Poniyal, memasuki tahun 2000-an, lokasi yang tak jauh dari Kraton Jogja itu mulai muncul tenda remang-remang. Terutama di sisi timur, yang saat ini dipadati oleh warung kopi.
“Dari depan kelihatannya kayak angkringan, ronde gitu. Tapi aslinya ada tenda di belakang buat esek-esek,” terangnya.
Korek api jadi alat transaksi esek-esek di Alun-Alun Utara Jogja
Satu hal yang unik, dan membedakan prostitusi Alun-Alun Utara Jogja dengan yang lain adalah bentuk dan cara transaksinya.
Saya yang sedari tadi diguyur air hujan di becak yang dia kendarai, menyimak secara seksama cerita dari Poniyal. Salah satu yang disampaikan, Poniyal ingat betul, korek api kayu kala itu dijadikan alat transaksi.
Ya, karena prostitusi ini kerap dapat semprit dinas ketertiban umum, praktiknya pun sembunyi-sembunyi. Korek api pada akhirnya jadi barang yang dipakai buat mengkamuflasekan transaksi esek-esek ini.
Caranya, para perempuan pekerja seks mendatangi calon pelanggan. Ia bakal menawarkan korek api. Nantinya, lelaki tadi akan menentukan berapa batang korek api yang bakal dibeli.
Setelah deal-dealan harga, barulah hal-hal yang diinginkan itu terjadi.
“Si lelaki masuk ke bawah meja. Nah, dia ngintipin vagina perempuan itu pakai cahaya korek api, Mas. Jadi makin banyak korek yang dia beli, makan lama juga di ngintipnya,” kata Poniyal.
Saat ditanya soal tarif, Poniyal tak bisa memastikan. Pasalnya, ia mengaku sama sekali belum pernah memakai jasa prostitusi di Alun-Alun Utara Jogja.
Namun, karena sering mengantar para turis yang ingin berwisata lendir di sana, ia jadi tahu sedikit. “Ada yang bilang seribu per batang, ada yang 500. Kayaknya beda PSK beda harga juga, Mas,” jelasnya.
Baca halaman selanjutnya…
Buat esek-esek di tenda 2×3 meter, kudu kucing-kucingan dengan petugas. Meskipun,…