Meski ada kritikan dari sejumlah pihak tentang Guru Penggerak, guru yang sudah lolos program tersebut mengaku merasakan banyak manfaat nyata. Ia berbagi cerita kepada Mojok.
***
Sejak awal digulirkan Kemendikbud, sejalan dengan kurikulum Merdeka Belajar, program Guru Penggerak mendapat sejumlah kritikan. Isunya beragam, mulai dari anggapan manfaatnya tidak merata hingga membuat guru kewalahan.
Namun, hingga saat ini dari lebih dari 55 ribu guru yang sudah ikut progam, sebagian mengakui merasakan manfaatnya. Amar Musodik (41) adalah salah satu yang mengaku beruntung bisa menyelesaikan program Guru Penggerak pada Mei-Desember 2022 lalu. Meski banyak hal baru yang harus ia pelajari, manfaatnya terasa dalam kerja-kerjanya sebagai pengajar.
Guru Bahasa Indonesia di sebuah SMP negeri di Banjarnegara ini mengikuti Guru Penggerak batch ke-5. Ia merupakan gelombang pertama dari guru di Banjarnegara yang lolos program ini.
“Guru di Banjarnegara memang baru dapat dapat giliran sejak batch kelima. Saya langsung ikut,” ungkapnya.
Seleksinya cukup ketat. Mulai dari administrasi, esai, wawancara, hingga praktik mengajar. Tidak semua guru yang mendaftar bisa lolos mengikuti program dengan durasi enam bulan ini.
Awalnya, Amar mengaku tertarik karena Guru Penggerak merupakan elemen penting dari rencana transformasi pendidikan yang digaungkan Kemendikbud.
Sejak lama, ia memang berupaya memanfaatkan berbagai kesempatan untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai guru. Pada 2015 silam, ia juga mendapat penugasan studi lanjut S2 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Maka ketika kesempatan untuk mengikuti Guru Penggerak tiba, ia segera mencari tahu lewat internet. Pasalnya, saat itu belum ada rekan kerjanya yang pernah mengikuti program ini.
Manfaat yang dirasakan setelah program enam bulan
Selepas lolos serangkaian tes, Amar mulai mengikuti program dengan durasi total 310 jam pelatihan ini. Materinya beragam, mulai dari refleksi filosofi pendidikan nasional hingga kepemimpinan dalam pembelajaran.
Selain mengakses materi secara mandiri, peserta program ini akan melakukan sesi bersama fasilitator. Selain itu, ada peserta akan menjalani sesi lokakarya bersama guru lain di daerahnya.
“Di sesi lokakarya ini kami bisa saling berbagi program yang sudah terlaksana di sekolah masing-masing. Menarik sih buat saya,” ungkapnya.
Salah satu hal menarik lainnya adalah ketika peserta Guru Penggerak dapat menjalani coaching dengan guru lain. Amar belajar banyak caranya memfasilitasi rekannya yang mengalami permasalahan di kelas.
“Dalam coaching ini ada istilahnya alur TIRTA yaitu tujuan, identitas, intentifikasi, rencana aksi, dan tanggung jawab,” paparnya.
Pada kegiatan semacam konseling ini, ia bukan berusaha menceramahi guru lain. Melainkan hadir untuk menjadi teman diskusi bagi guru lain agar mereka dapat menemukan solusi terbaik bagi dirinya.
Bapak tiga anak ini begitu antusias saat menceritakan praktik-praktik menarik yang ia dapat dari program Guru Penggerak. Salah satu impak penting yang ia rasakan adalah kemampuan untuk menghadapi dinamika bersama murid di kelas.
“Menghadapi anak membuat onar kita jadi lebih siap. Anak berbuat salah kita tidak boleh buru-buru langsung memarahi. Ada tahapnya, pertama menstabilkan identitas, laluvalidasi tindakan, sampai menanyakan terkait keyakinannya,” paparnya yakin.
Ia memaparkan bahwa cara terbaik adalah menanamkan kesadaran dalam diri anak untuk berubah. Jadi, perubahan anak terjadi karena motivasi intrinsic, bukan semata-mata karena takut dengan gurunya.
Baca selanjutnya…