Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Liputan Ragam

Ketulusan Guru Sekolah Gajahwong, dari yang Rela Tidak Digaji hingga yang Digaji Hanya dengan Uang Transport demi Mencerdaskan Anak-anak Kurang Mampu di Jogja

Mohamadeus Mikail oleh Mohamadeus Mikail
25 Agustus 2025
A A
Para guru di Sekolah Gajahwong, Jogja. MOJOK.CO

Relawan di Sekolah Gajahwong, Jogja. (Mohamadeus Mikail/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Mengajar anak-anak usia dini bukanlah kegiatan yang mudah, apalagi jika tidak digaji. Hal tersebut membutuhkan energi dan kesabaran tingkat tinggi. Namun, beberapa relawan atau guru di Sekolah Gajahwong, Jogja sukarela melakukannya karena panggilan hati.

***

Di sebuah desa bernama Ledhok Timoho terdapat Sekolah Gajahwong yang sudah berdiri lebih dari 10 tahun. Sesuai namanya, sekolah itu terletak tak jauh dari Sungai Gajahwong, Jogja. Di sana, para relawan atau guru-guru mengajar anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu. Kebanyakan dari mereka tidak bisa belajar di sekolah resmi karena tak punya biaya.

Sekolah Gajahwong ini hadir sebagai sekolah gratis yang berbasis komunitas. Sekolah ini dapat memberikan pendidikan gratis untuk anak-anak kurang mampu tanpa persyaratan administratif. Selain itu, masyarakat pra-sejahtera desa dapat menjadikan sekolah ini sebagai opsi alternatif.

Sekolah Gajahwong mengupayakan pendidikan gratis dengan mengelola relasi berjejaring, mengandalkan donasi, dan juga melibatkan masyarakat desa. Beberapa dari dana yang diperoleh untuk operasional sekolah berasal dari penelitian yang dilakukan di sekolah, maupun siapapun yang rela berdonasi.

Para guru yang mengajar ada yang berupa relawan tanpa gaji. Ada pula yang hanya diupah berupa uang transportasi. Mereka yang diupah biasa masuk secara penuh yakni Senin sampai Jumat. Untuk guru yang berperan sebagai relawan, mereka rela tidak digaji sepeser pun.

Kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa atau fresh graduate yang masih memiliki waktu luang. Namun, toh jika nanti ada kesibukan mereka tak langsung lepas tangan begitu saja. Beberapa dari relawan bahkan memilih untuk tetap lanjut, meski periode mengajar sebelumnya sudah selesai.

Terlanjur sayang dengan murid di Sekolah Gajahwong

Fara, salah sartu guru relawan di Sekolah Gajahwong, Jogja bercerita alasannya tetap lanjut mengajar. Dalam periode satu semester atau enam bulan mengajar, ia merasa kedekatannya dengan anak-anak di sana sudah cukup baik. Fara pun tak tega jika harus menginggalkan murid-murid yang ia bimbing.

“Mereka akan kangen ketika kita pergi, begitu juga aku ikut kangen,” ujar Fara saat ditemui Mojok di Sekolah Gajahwong, Jogja pada Jumat (8/8/2025).

Murid dan orang tuanya mengikuti lomba 17 Agustus. MOJOK.CO
Salah satu murid di Sekolah Gajahwong mengikuti lomba 17 Agustus. (Mohamadeus Mikail/Mojok.co)

“Anak-anak di sini itu manis-manis banget dan penyayang, jadi rasanya kayak sudah terbangun ikatan gitu,” cerita salah satu relawan lainnya.

Beberapa relawan mengaku punya keinginan untuk mendampingi murid-murid, setidaknya sampai mereka masuk SD. 

Selain itu, beberapa dari mereka juga merasa periode mengajar yang diberikan terlalu singkat. Dalam 6 bulan periode mengajar, skema mengajar bagi guru relawan diminimalkan dua kali mengajar dalam seminggu. Walaupun tidak ada batasan durasi waktu mengajar, beberapa relawan merasa satu periode tidak cukup untuk mengenali anak-anak yang mereka ajar.

Guru relawan: tidak banyak memberi malah menerima

Meski tak mendapatkan gaji, beberapa relawan mengaku ada pelajaran berharga yang mereka dapatkan. Karena sering berbincang dengan setiap anak, relawan jadi tahu latar belakang keluarga mereka. Hal itu membuat relawan harus saling belajar dan empati.

“Volunteer itu kan ekspektasinya kami ngasih sesuatu kepada komunitas tertentu, tetapi di sini aku justru merasa sebaliknya. Merekalah yang banyak memberikan sesuatu berharga. Tidak hanya pengalaman, tapi juga sistem pendidikan berbasis komunitas,” tutur Nila salah satu guru relawan Sekolah Gajahwong.

Iklan

Tak bisa dipungkiri jika mendidik anak perlu kepekaan tingkat tinggi, mengingat setiap individu punya karakter yang berbeda. Wawasan ini adalah salah satu bekal pembelajaran yang didapatkan oleh guru relawan di Sekolah Gajahwong. 

Para guru di Sekolah Gajahwong, Jogja. MOJOK.CO
Relawan yang rela mengajar di Sekolah Gajahwong, Jogja. (Mohamadeus Mikail/Mojok.co)

“Ternyata setiap anak itu berbeda dan cara handlenya juga berbeda-beda. Ada yang harus dilembutin, ada juga yang digalakin malah senang,” ucap Fara sambil tertawa ringan.

Kadang-kadang, kata Fara, ia perlu berlatih sabar dan mengeluarkan perhatian lebih kepada anak-anak. Pada akhirnya, pengalaman itu kini menjadi bekal untuk bekerja di bidang yang tak sama, misalnya dalam melatih pola asuh ketika menjadi orang tua nantinya.

Harapan untuk pendidikan kita 

Selain menjadi wadah pembekalan pengalaman, tentunya kerja-kerja relawan adalah memberikan sesuatu dengan sukarela dengan apa yang dikerjakan. Dalam konteks guru relawan Sekolah Gajahwong, hal tersebut berbentuk pendidikan yang diberikan terhadap anak-anak yang tidak mampu mencari pendidikan resmi.

Latar belakangnya pun bermacam-macam, ada yang memang keluarganya tidak mampu secara finansial, ada yang belum memiliki identitas, dan juga masyarakat komunitas yang mengupayakan tinggal di desa dengan status 100 persen legal.

Hal ini lah yang menjadi gairah guru relawan pada Sekolah Gajahwong dalam pengajaran mereka sehari-hari. Dengan ikatan yang telah dibangun bersama murid-murid, kerjaan para relawan pun tidak terasa begitu berat.

Munculnya Sekolah Gajahwong juga mencerminkan sistem pendidikan negara ini yang belum memadai, sehingga muncul sekolah berbasis komunitas itu untuk memenuhi kebutuhan yang masih kosong. Kehadiran Sekolah Gajahwong memberi harapan bahwa masih terdapat empati dalam masyarakat kita, terutama pada pengelola sekolah dan para guru relawannya yang terus bersemangat mengajar anak-anak muda.

Tulisan ini diproduksi oleh mahasiswa program Sekolah Vokasi Mojok periode Juli-September 2025. 

Penulis: Mohamadeus Mikail

Editor: Aisyah Amira Wakang

BACA JUGA: Hari-hari “Sesak” Penambang Pasir di Sungai Gajahwong, Bergumul dengan Air Keruh demi Hidupi Keluarga atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.

Terakhir diperbarui pada 9 September 2025 oleh

Tags: guru relawanJogjarelawansekolah di JogjaSekolah Gajahwongsungai gajahwong
Mohamadeus Mikail

Mohamadeus Mikail

Artikel Terkait

Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO
Liputan

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO
Ekonomi

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO
Liputan

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.