GOR Jati Kudus adalah kawah candradimuka yang jadi saksi lahirnya para legenda olahraga Indonesia. Audisi Umum PB Djarum adalah pintu masuknya.
***
Di antara banyak bangunan ikonik di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, ada satu yang paling spesial. Ia adalah GOR Jati yang diresmikan sejak 2006 lalu.
Bangunan kokoh seluas 29.450 meter persegi, dengan dominasi warna putih bercorak merah, di sudut Kota Kretek ini bukan sekadar arena olahraga.
Spanduk raksasa bertuliskan “Audisi Umum PB Djarum 2025” menjadi penanda, bahwa di balik fasadnya yang megah, GOR ini adalah panggung tumpah ruah ribuan asa.

Ia adalah monumen bisu yang merekam setiap tetes keringat, setiap ayunan raket, dan setiap cerita perjuangan yang tak pernah habis. GOR Djarum, begitu julukan yang disematkan, bukan hanya bangunan, melainkan saksi bisu lahirnya para legenda bulu tangkis Tanah Air.
Sebut saja Maria Kristin Yulianti, Tontowi Ahmad, Mohammad Ahsan, Liliyana Natsir dan sejumlah nama tenar di dunia bulu tangkis lainnya, lahir dari bilik asrama seluas 1.834 meter persegi yang ada di dalam GOR ini.
Wajah-wajah tegang
Matahari belum lama terbit. Jarum jam masih menunjukkan pukul delapan pagi. Namun, GOR Jati sudah riuh.

Senin (8/9/2025) pagi, ribuan anak-anak didampingi keluarga dan sanak famili, dengan seragam olahraga yang masih rapi, sudah memadati pintu masuk GOR.
Kalau menyaksikan plat nomor yang terparkir saja, terlihat jelas kalau mereka berasal dari tempat yang jauh. Ada yang dari Bali (plat DK), dari Lombok (DR), Makassar (DD), dan tempat jauh di luar Jawa lainnya.
Sementara saat masuk ke dalam, anak-anak sudah mulai pemanasan dengan main bulu tangkis sesama mereka di ruang terbuka hijau yang tersedia. Para orang tua pun juga tak kalah sibuknya.
Ada yang sibuk membetulkan tali sepatu sang anak, ada yang mengusap keringat di dahi, ada juga yang memberikan semangat ke anak mereka yang terlihat tegang. Terutama saat nama mereka dipanggil untuk segera bertanding di dalam GOR.

Lautan emosi di dalam GOR Jati
“Saya cuma bisa doain dan ngasih support. Urusan hasil, biar Jerdy yang berjuang,” kata Freddy Muliyawan (41), salah satu orang tua yang mengantar anaknya ke GOR Jati demi mengikuti Audisi Umum PB Djarum 2025, Senin (8/9/2025).
Bersama sang istri dan anaknya, yakni Jerdy Genta Prawiratama, Freddy jauh-jauh datang dari Sidoarjo. Ia mengaku ini adalah pengalaman pertama anaknya mengikuti seleksi PB Djarum.
“Jerdy belum main, masih nanti sore. Tapi ini saya sengaja datang nonton-nonton buat melihat suasana di dalam GOR. Soalnya ini benar-benar pertama kali saya menyaksikan Audisi Umum PB Djarum,” ujarnya.

Sementara di tribun penonton, bangku-bangku sudah dipenuhi dengan para orang tua lain yang ikut mengantar. Mereka bersorak setiap kali ada poin tercipta, bertepuk tangan setiap kali ada pukulan keras, dan menghela napas setiap kali sang anak kehilangan angka.
Di pinggir lapangan tak kalah meriah. Para pelatih tak henti-hentinya memberi instruksi. Orang tua juga sama tegangnya dengan anak mereka yang bertanding.
Pendeknya, pagi hingga siang itu, GOR Jati menjadi lautan emosi, di mana tawa dan tangis bercampur menjadi satu. Di sudut-sudut GOR, terlihat orang tua yang tersenyum bangga karena anak mereka menang. Sementara tak sedikit juga yang tetap memberi semangat kepada anak mereka yang lesu karena kalah.
“Saya malah sudah gugup duluan, Mas. Semoga Jerdy nanti bisa melakukan yang terbaik,” kata Freddy, yang turut merasakan momen penuh emosi di dalam GOR.

Tahu Kudus karena bulu tangkis dan GOR Jati
GOR Jati tidak hanya tentang kemenangan dan kekalahan. Ia juga menjadi tempat di mana pertemanan baru terjalin. Atau, pertemanan lama yang sempat “terputus”, akhirnya tersambung lagi.
Anak-anak yang tadinya tidak saling kenal, kini bisa saling menyemangati, bahkan tertawa bersama di sela-sela pertandingan. Orang tua yang tadinya canggung, kini bisa saling berbagi cerita dan saling menguatkan dengan orang tua lain.
“Tadi pagi ada yang cerita anaknya kalah dan bersedih. Sebagai sesama orang tua, saya paham perasaan beliau. Makanya tadi saling menguatkan saja. Eh, malah tadi jadi akrab dan bertukar nomor WA,” ujar Freddy.
Perasaan serupa juga dirasakan Budi (45), orang tua dari Athaleta Almeera Hasna yang bertanding di kelompok umur (KU) 12. Setelah sejak pagi banyak berinteraksi dengan orang tua lain, ia menyadari bahwa di dalam GOR ini dirinya tak sendiri.
Ada banyak orang tua yang harap-harap cemas menyaksikan anak mereka bertanding.

“Kami orang tua cuma bisa mendukung. Kalaupun anak-anak masih gagal, setidaknya mereka sudah memberi yang terbaik. Coba lagi lain kesempatan,” kata dia.
Menjelang sore, saat sinar matahari mulai meredup, suasana GOR mulai sedikit lenggang. Audisi Umum PB Djarum 2025 hari pertama berakhir. Sebagian anak pulang dengan senyum lebar, meski sebagian lagi menunduk lesu.

Namun, di balik itu semua, seperti kata Budi, “ada satu hal yang tetap sama, yakni pengalaman.” Baginya, pengalaman main di GOR ini tak ternilai harganya.
GOR Djarum telah memberikan pelajaran yang berharga, tentang arti perjuangan, tentang sportivitas, dan tentang ketangguhan mental. Pelajaran yang tidak bisa didapat dari buku mana pun.
“Dan kalau boleh jujur, Mas. Saya ini orang Kendal, dekat banget kotanya dari Kudus. Tapi saya jarang ke Kudus,” kelakarnya.
“Bahkan saya tahu Kudus ya karena ada GOR ini yang tiap tahun buat seleksi PB Djarum,” pungkasnya, diikuti gelak tawa.
Di balik tawa lepas Budi, harap-harap cemas Freddy, atau teriakan dan dukungan orang tua lain yang memadati GOR Jati, terselip satu doa. Semoga anak-anak mereka kelak, bisa menjadi Tontowi Ahmad, Mohammad Ahsan, atau Liliyana Natsir berikutnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Di Kudus, Sampah Tak Berharga Bisa Diubah Menjadi Uang dan Emas atau Liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












