Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menetapkan potongan tarif atau komisi maksimal 20 persen kepada perusahaan aplikasi transportasi online atau ojol. Kebijakan ini sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 1001 Tahun 2022.
Para pengemudi ojek online (ojol) pun khawatir jika kebijakan tersebut dapat mengurangi pendapatan bersih mereka, terutama di tengah tingginya biaya operasional sehari-hari. Sejumlah pihak aplikator juga mengklaim telah menetapkan potongan tarif maksimal sebesar 20 persen, tidak lebih bahkan ada yang kurang.
Lalu, mengapa kebijakan potongan tarif ini perlu?
Komisi 20 persen ojol: untuk siapa dan untuk apa?
Direktur Ekonomi Digital, Nailul Huda menjelaskan perusahaan aplikator sebetulnya sama dengan perusahaan pada umumnya. Mereka bukan merupakan perusahaan non profit alias tetap mengejar keuntungan.
“Ketentuan komisi aplikator memang harus disesuaikan dengan kondisi tiga pihak, yakni perusahaan aplikator itu sendiri, driver ojol, serta konsumen yang selama ini memang dibebankan biaya lain, selain transport,” kata Nailul saat dihubungi Mojok, Rabu (25/6/2025).
Artinya, potongan tarif kepada perusahaan aplikasi tetap diperlukan agar layanan mereka bisa bertahan dan berkembang. Sesuai dengan aturan pemerintah, di mana batas komisi maksimal adalah 15 persen untuk sewa aplikasi dan 5 persen untuk penunjang.
Namun, perusahaan yang baik akan membagi keuntungan tersebut tidak hanya ke satu pihak tertentu saja, melainkan dialokasikan kembali kepada mitra, merchant, pelanggan, dan program peningkatan kesejahteraan mereka.
Misalnya, untuk insentif dan swadaya kepada mitra driver ojol. Insentif ini akan sangat membantu apalagi di masa sulit. Kedua, asuransi perjalanan kepada mitra maupun pelanggan ojek online.
Ketiga, untuk membayar pajak dan pemasaran perusahaan aplikator. Keempat, membuat banyak promo dan diskon untuk pelanggan, sehingga mitra driver ojol semakin bertambah. Dengan begitu, ekosistem transportasi online akan terbangun dan semakin berkembang.
Perluasan biaya jasa aplikasi ojol
Selain itu, tak bisa dimungkiri, ada banyak aplikator transportasi online di Indonesia. Misalnya, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), Grab Indonesia, inDrive Indonesia, dan Maxim Indonesia.
Masing-masing aplikator pun memiliki standar komisi yang berbeda dan harus bersaing satu sama lain. Di mana mereka harus memutar otak untuk memberikan komisi paling rendah, tapi tidak merusak mutu perusahaan.
Sementara itu, Amarain (24), salah satu pengguna ojol mengaku lebih sering menggunakan Gojek, karena banyaknya promo yang ia dapatkan saat menggunakan layanan pesan antar makan.
“Aku memang cari yang harganya paling murah dan banyak promo. Nah biasanya aku paling sering pakai GoFood, karena pas pembelian minimal Rp25 ribu sering ada diskon plus gratis ongkos kirim. Untung banget buat anak kosan seperti aku.” tutur Amarain saat dihubungi Mojok, Rabu (25/6/2025).
Gojek sendiri merupakan salah satu aplikator yang paling banyak digunakan di Indonesia, meski biaya komisi mereka sebesar 20 persen. Lebih tinggi dari beberapa aplikator lain. Dengan komisi tersebut, Gojek memberikan biaya jasa aplikasi atau platform fee yang dibayarkan oleh pelanggan. Bukan dipotong dari penghasilan mitra.
Biaya tersebut kemudian digunakan untuk mengembangkan teknologi dan keamanan aplikasi, kebutuhan operasional sehari-hari seperti call center, tim lapangan, kantor, dan sebagainya. Dengan perluasan biaya tersebut, tak heran Gojek dapat meraih posisi pertama sebagai aplikator ojol dengan layanan terbaik.
Laporan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) tahun 2023 menyebut, Gojek dinilai mampu memberikan kenyamanan saat berkendara dan menjaga kebersihan kendaraan. Selain itu, pengguna merasa mudah dalam menggunakan aplikasi layanan mereka.
Saling menguatkan untuk membangun ekosistem yang berkelanjutan
Amarain sendiri mengaku tak masalah dengan jumlah komisi sebesar 20 persen, mengingat banyak keuntungan yang ia peroleh. Sebab tak jarang, masih ada konsumen yang berpikir kalau komisi dihitung dari total biaya yang dibayar pelanggan ojol.
Padahal, sesuai aturan dari pemerintah jika komisi 20 persen dihitung dari tarif perjalanan. Sedangkan, biaya jasa aplikasi adalah biaya tambahan. Tidak dipotong dari penghasilan mitra. Sebagai analogi, ketika pengemudi menerima Rp8 ribu dari total pembayaran pelanggan sejumlah Rp12 ribu, bukan berarti aplikator mengambil 33 persen potongan.
Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menegaskan hitung-hitungan itu sudah diatur agar kompetisi antara perusahaan transportasi online berjalan adil. Dengan begitu, ekosistem jasa transportasi online dapat berjalan seimbang dan berkelanjutan.
“Ini bukan sekadar bisnis biasa. Ada ekosistem yang besar di sini, dari pengemudi, perusahaan, sampai masyarakat pengguna. Pemerintah ingin menjaga keberlanjutan dan keseimbangannya,” kata Menhub Dudy dikutip dari laman resmi Kemenhub, Sabtu (28/5/2025).
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Jadi Driver Gojek untuk Cari Duit Malah Tekor Terus Kena Order Fiktif, Hidup Tertolong Promo atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan