“Aku sih nggak masalah, tapi waktu itu kondisiku lagi urgent banget. Harus segera pulang ke rumah. Panggilan alam!” kata Ines.
Sementara, di tengah situasi perutnya yang mules, ia masih masih harus melihat orang-orang joget di belakang sound horeg memakai baju kebaya. Sungguh pemandangan yang menyebalkan.
Nggak berani lapor
Jalanan sekitar Alun-alun Batu, Malang pun mulai lengang pukul 12.00 WIB setelah karnaval sound horeg berakhir. Sialnya, saat baru saja menghirup napas lega, Ines malah berjumpa dengan karnaval sound horeg lain, tak jauh dari rumahnya,
“Nah ternyata, di rest area Karangploso, Kabupaten Malang, ada acara pesta rakyat yang menggunakan sound horeg. Aku pikir, maksimal bakalan selesai pukul 21.00 WIB lah ya karena mereka baru mulai sore. Eh, nggak tahunya sampai jam 02.00 WIB,” ujar Ines.
Alhasil, sepanjang hari itu Ines mengaku tak bisa tidur karena jendela rumahnya terus bergetar. Ia takut tiba-tiba kacanya pecah saat ia lengah. Namun, kata Ines, kejadian itu masih mending karena di sekitar rumahnya ada sound horeg yang baru mati pukul 04.00 WIB.
Sebagai orang Surabaya yang tinggal di Malang, Ines hanya bisa geleng-geleng kepala sambil menahan murka. Ia tidak bisa lagi melapor atas ketidaknyamanannya, karena karnaval sound horeg itu sudah mendapat persetujuan dari sang camat. Jelas saja, Ines kalah suara.
“Belum lagi, aku dengar ada berita viral soal surat edaran di daerah Malang yang menyuruh warga buat mengungsi jika risih dengan sound horeg, khususnya lansia dan keluarga yang memiliki bayi. Makin ciutlah aku buat lapor,” ujarnya.
Sebuah surat edaran dari Pemerintah Desa Dnowarih di Kabupaten Malang memang sempat viral di media sosial. Isinya mengimbau warga untuk menjaga jarak atau mengamankan diri sementara dari kegiatan karnaval pesta rakyat yang menggunakan sound horeg pada Rabu (23/7/2025).
Tak ada tempat tenang bahkan di Malang
Maraknya sound horeg di Malang membuat Ines jadi pikir-pikir ulang alasannya tak kembali ke Surabaya. Hingga kini, ia mengaku masih bisa bertahan walaupun mengalami banyak ketidaknyamanan.
“Sebetulnya kalau dari rumahku, nggak sampai yang ramai sekali setiap jam. Aku sebagai rental sound system pun jadi merasa risih saja, karena yang disalahkan malah sound,” kata Ines.
Hanya saja, kata dia, sesuatu yang berlebihan pasti hasilnya tidak baik.
“Dimana lagi aku harus mencari ketenangan?” ucap warga Malang itu.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Derita Mahasiswa KKN di Desa Sound Horeg: “Dipaksa Jadi Jamet” buat Karnaval, Kalau Nolak Bisa Diusir atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












