Jadi guru swasta apalagi di daerah sungguh menderita. Pemerintah yang jadi harapan satu-satunya justru mempersulit.
***
Derita jadi guru honorer di sekolah swasta
Uki (25) salah seorang guru honorer di Jawa Barat mengungkapkan keluh kesahnya saat masih menjadi guru honorer. “Gajinya ngusap dada,” ujarnya tanpa menyebut nominal. Ia menyoroti bagaimana derita menjadi guru honorer di sekolah swasta.
“Kalaupun dapat sertifikasi guru itu dibayarkan 3 bulan. Tapi kan kebutuhan sehari-hari tidak bisa dirapel tiga bulan,” katanya kepada Mojok, Jumat (19/1/2024).
Problem lain yang ia hadapi, saat ingin mendaftar menjadi ASN guru, syaratnya adalah harus masuk Aplikasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Dapodik adalah salah satu database pendidikan yang pengelolaannya langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Data yang ada di dalam dapodik ini memuat data penting mulai dari data guru, peserta didik, tenaga kependidikan, hingga substansi pendidikan.
Untuk masuk di Dapodik, harus jadi guru honorer di sekolah yang sudah terdaftar di Dinas Pendidikan, baik itu di swasta atau di sekolah negeri. “Nah sudah jelas pemerintah tidak akan mengakomodasi guru honorer, karena anggarannya cuma untuk guru ASN. Bahkan saat ini sudah nggak boleh ada honorer di sekolah, berganti menjadi PPPK,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, yang ada dalam posisi sulit dan kasihan adalah guru honorer sekolah swasta. Memang tidak semua sekolah swasta, tapi beberapa sekolah swasta, udah masuk dapodiknya lama, bahkan ada yang syaratnya harus dua tahun ngajar dulu baru masuk dapodik. Digajinya kecil pula, BPJS pun tidak didaftarkan.
“Yang lebih kasihan lagi adalah guru honor swasta yang sekolahnya belum terdaftar di disdik. Sudah gajinya kecil. Kesempatan daftar PPPK jadi nggak bisa,” paparnya.
Jadi guru swasta agar punya status jelas
Awal Januari 2024 dirasakan sangat berat oleh Rina DH* (49) seorang guru sekolah swasta di Jawa Barat. Suaminya yang jadi PNS rendahan baru saja pensiun, sementara anaknya yang bungsu baru menginjak semester satu. Anaknya yang paling besar baru lulus kuliah dan berkutat mencari pekerjaan.
Sementara gajinya sebagai guru di sebuah yayasan swasta, sangat minim. “Honor saya jadi guru di TK swasta itu meski berstatus guru tetap yayasan cuma Rp175 ribu per bulan,” katanya saat menghubungi Mojok, Jumat (19/1/2024).
Sertifikasi guru yang ia terima per tiga bulan juga tergolong minim. Sebagai guru sekolah swasta, tunjangan sertifikasi guru seringnya ia terima molor dari waktu seharusnya. “Sebulan sekitar 2,7 juta diberikan setiap tiga bulan, dan pasti molor,” kata Rina yang mewanti-wanti namanya disamarkan.
Rina menceritakan perjalanannya menjadi seorang pendidik. Awalnya dia adalah guru dengan status honorer di sebuah sekolah dasar negeri. Ia kemudian mutasi ke sekolah swasta karena ikut program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).
PLPG adalah suatu program yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru yaitu kompetensi profesionalitas. Dalam menentukan kelulusan guru saat sertifikasi, ada dua cara yang dilakukan yaitu melalui portofolio dan melalui diklat (pendidikan dan latihan).
“Saat itu saya ada pilihan, kuliah lagi jurusan Pendidikan Guru SD atau ikut PLPG. Saya dilema saat itu, karena anak-anak makin besar dan butuh biaya. Kemudian putuskan ikut PLPG karena waktu pelatihannya tidak lama,” kata Rina.
Jadi guru swasta dengan gaji Rp175 ribu per bulan
Karena memutuskan ikut PLPG, Rina kemudian mutasi menjadi guru tetap di sebuah yayasan. Pikirnya gajinya lebih tinggi dari saat menjadi guru honorer. “Awalnya dapat 60 ribu, kemudian naik 25 ribu, sampai sekarang Rp175 ribu per bulan. Saya terima dengan lapang dada,” katanya.
Ia tidak memungkiri sekolah swasta tempatnya mengajar adalah sebuah yayasan kecil. Mungkin berbeda jika itu adalah sekolah swasta seperti yang ada di kota-kota besar.
Ia punya harapan dari sertifikasi guru yang ia dapatkan. Namun, sertifikasi guru yang ia harapkan baru cair di tahun 2015. Dari yang semula ia masuk golongan IIA, kemudian ikut skema penyetaraan golongan (inpassing) menjadi IIIA. “Tapi beda dengan yang guru PNS yang otomatis naik golongan tiap 5 tahun. Guru swasta, seperti saya nggak naik-naik dari dulu, mungkin sampai mati nggak naik-naik,” katanya.
Rina mendengar bahwa dengan sertifikat sebagai Guru Penggerak ia bisa naik golongan asal mengurusnya ke Jakarta. Namun, ia merasa hal itu akan menghabiskan banyak biaya baginya yang menurutnya lebih penting untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, ia juga tidak habis pemerintah tidak menghitung masa kerja saat masih menjadi guru honorer di sekolah negeri. Yang dihitung adalah masa kerja setelah ia menjadi guru swasta.
“Alhasil, sertifikasi saja di bawah UMK, padahal anak tumbuh besar dan biaya pendidikan juga terus meningkat,” katanya.
Rina bercerita, berbagai cara ia lakukan untuk bisa dihargai sebagai seorang guru. Termasuk saat ia mengikuti Program Guru Penggerak. Ia lolos
Baca halaman selanjutnya
Kecewa dengan BKN yang menolak sertifikat Guru Penggerak sebelum 2024